Pada hari itu, hampir semua media elektronik tak henti-hentinya memberitakan perkembangan terbaru pasca wafatnya Soeharto. Rumah persemayaman di jalan Cendana dipadati handa taulan, kerabat dan warga yang ingin melihat secara langsung jasad terakhir Soeharto. Bahkan pagi harinya, ketika proses keberangkatan ke Solo, warga juga tampak antusiasme melihat secara langsung iring-iringan mobil jenazah soeharto. Almarhum akan dimakamkan di Astana Giri Bangun, Solo, pemakaman yang sudah dipersiapkan bagi keluarga Seoharto. Bisa dipastikan
Dari peristiwa yang baru saja diuraikan di atas, ini menujukkan bahwa masyarakat
Semua media menampilkan kilas balik semasa hidup beliau.
Menurutnya, ketika itu tak satupun wartawan berani menjulurkan tape recordernya dengan lantang dihadapan presiden. Pernah satu ketika Soeharto di demo di negara Jerman, namun tak satupun wartawan berani menanyakan bagaimana perasaan beliau yang di hina di negara orang. Padahal soeharto memberi kesempatan pada wartawan untuk bertanya. Rasa takut dan segan terhadap sosok soeharto pun tampak dari menteri-menteri eranya ketika itu.
Tidak ada istilah wartawan sejajar dengan narasumbernya ketika itu, tidak seperti sekarang, presiden sekalipun bebas kita kuliti selagi masih berdasarkan data dan fakta. Ketika itu, wartawan dianggap manusia yang tak berarti. Bahkan perlakuan yang sama pun didapatnya dari kurawa-kurawa soeharto, dari sopir sampai tukang cuci piringnya pun memperlakukan wartawan tidak baik ketika itu. ia juga mengisahkan pernah suatu ketika para wartawan di undang pada acara buka puasa di kediaman keluarga cendana, apa yang didapat?
Ingatan itu sepertinya begitu melekat dan sulit dilupakan dari ingatan Linda dan rekan-rekan jurnalis lainnya. Bagaimana bisa lupa? selain dibungkam, pers juga diperlakukan tidak manusiawi. Itulah sekelumit cerita dari kekejaman seorang Soeharto, masih banyak cerita sedih lainnya, sepertinya jika didokumentasikan akan banyak cerita yang akan terus menghakimi Soeharto dan kelurganya yang semakin hari, semakin tidak memiliki kekuatan apapun untuk membungkam rakyat-rakyatnya.
***
Hari-hari terakhir hidupnya, Soeharto meninggalkan persoalan hukum yang belum sempat ia selesaikan. Persoalan yang merugikan asset negara hingga mencapai triliunan rupiah tersebut menimbulkan kontroversi. Ada yang menghendaki Soeharto terus diadili, ada pula yang menghendaki kasus Soeharto diputihkan saja. Secara pribadi, saya menghendaki kasus hukum Soeharto terus di usut hingga betul-betul menemui titik terang. Persoalan yang merugikan banyak orang ini, nantinya tidak akan berhenti sampai di dunia saja. Ada pengadilan yang lebih agung dan maha adil kelak. Kesaksian di sana tidak akan terbantahkan.
Maka dari itu, pengusutan perkara Soeharto di dunia sesungguhnya membawa kebaikan bagi Soeharto dan keluarganya. Artinya, hukum dunia membantu meringankan hukum akhirat. Dan terpenting adalah, negara kita sudah memberlakukan hukum yang adil pada siapapun tanpa pandang bulu. Dengan begitu, penguasa yang akan datang berpikir dua kali lipat untuk melakukan kesalahan yang sama. Kalaupun kasus Soeharto memang harus diputihkan, sekurang-kurangnya ada pengakuan dari pihak keluarga Soeharto dan membenarkan atas kesalahan yang telah diperbuat oleh ayah mereka dan kroni-kroninya. Sukur-sukur, kekayaan negara yang pernah diakuinya dikembalikan ke kas negara. Tapi rasanya mustahil.
Sekarang Soeharto sudah menghadap Ilahi, persoalan yang belum terselesaikan semoga bisa terselesaikan dengan arif dan bijaksana baik dari keluarga maupun penyelenggara hukum negeri ini. Bantu pahlawan kita dengan cara memberikan kesaksian yang jujur. Dan tepatkan diri kita pada titik nol. Dengan begitu, kita sebagai warga negara sudah meringankan ia dalam melaporkan pertanggungjawabannya sebagai pemimpin negeri ini kepada sang Khaliq. Selamat jalan pahlawan ku, semoga pengabdianmu dalam membangun bangsa ini diterima oleh Allah SWT. Terima kasih atas segalanya.[]
Eni Muslihah
Dimuat di Harian Lampung Post
0 komentar:
Post a Comment