ani muslihah. Powered by Blogger.

Archives

kolom komentar


ShoutMix chat widget

Search This Blog

rss

Pages

Wednesday, February 25, 2009

Mengenang Perjalanan Panjang Menuju Rantau Jaya Ilir

Jumat (13-02), aku, Detti, Suprihatin Ali, Sokib dan bayi 2 bulan bernama Uqashah, berencana menghadiri 3 kegiatan. Pukul 11.00 Wib bertemu dengan beberapa kepala desa di Kecamatan Rantau Jaya Ilir, Lampung Tengah. Kemudian pukul 14.00 Wib bertemu dengan majelis taklim ibu-ibu dan pukul 19.00 WIB diagendakan bertemu dengan tokoh masyarakat di Rumbia.

Dari Bandar Lampung ke Lampung Tengah sedikitnya 1,5 jam perjalanan tanpa hambatan dan menggunakan kendaraan pribadi. Itu belum termasuk daerah-daerah yang akan kami kunjungi saat itu.

Mengingat perjalanan yang jauh dan lokasi yang belum kami ketahui, akhirnya Detti minta aku untuk siap-siap dari rumah pada pukul 08.00 Wib. Satu jam sebelumnya, emak beranak tiga ini menghubungi aku dan meminta aku untuk menunggu saja di salah satu tempat. Kala itu, aku tengah melakukan pemanasan olahraga. Maklum udah lama ga’ pernah senam. Sambil menunggu dihubungi nyonya Detti, ku pikir ga’ ada salahnya senam.

Singkat cerita, kami pun berangkat kira-kira pukul 11.00 wib. Mm... molor dah dari rencana semula (bukan hal yang baru untuk ku). Sepanjang perjalanan kami bercerita apa saja, dari masalah harga cetakan ku yang kata mereka mahal, pengalaman mengajar pertama sampai proses menuju pernikahan mereka berdua. Mereka berdua tuh lucu. Mereka saling mengejek. ”Ni, asal lo tau ya, dia ini (Detti) sebelum jadi istriku, ngejer-ngejer duluan. Cowok keren, ganteng nan kurus,” kata Suprihatin Ali. Eh, Detti pun ga’ kalah sengitnya ”Heh...maaflah yau, ga da ceritanya gua ngejer-ngejer lo. Yang ada juga Abi itu kesem-sem sama akhwat super aktif,” timbal Detti. Aku ketawa geli kalau sudah mendengar mereka saling olok-olokan. Mereka itu ga’ sadar, hingga detik ini putra mereka sudah tiga, bahkan rencananya, ke depan mereka mau punya 15 anak dari biang yang satu. Gile banget...ha3x... luar biasa, lucu banget!

Tepat pukul 13.00 Wib, kami berhenti di Masjid At-Taqwa Seputiraman, solat, ngobrol dengan penduduk setempat dan sebagainya. Tapi itu tidak termasuk makan siang, mengingat sebelum berangkat kami sudah makan pagi rangkap siang. Tanya-tanya rute perjalanan menuju lokasi yang hendak kami kunjungi dan ujung-ujungnya, sosialisasi sedikit soal pencalonan Detti sebagai calon anggota dewan Provinsi Lampung daerah pemilihan Lampung Tengah. Peluru pun (stiker, kartu nama dan profil singkat) dikeluarkan sebagai amunisi dalam sebuah pertempuran.

Ada satu hal yang menarik dari amunisi yang Detti siapkan. Persiapan amunisinya cukup menggelitik. Tahukah, teman, profil yang doi bagikan pada konstituen benar-benar hasil keringat sendiri (ngonsep sendiri, ngetik sendiri, lay out sendiri, ngeprint sendiri Cuma motongnya aja di foto copi-an tetangga sebelah rumahnya). Kreatif banget atawa boke’ banget. Hik3x...tapi itulah Detti, karena keanehannya itu, maka aku merasa cocok dengan ibu beranak tiga ini. Pertemanan ku dengan dia, lumayan langgeng. Hampir dipastikan tidak ada konflik diantara kami. Oya, satu lagi amunisi yang aku suka adalah stiker.

Didalamnya ada sebuah kata bijak dari Napoleon yang berbunya ”Satu genggang kekuasaan lebih efektif daripada sekeranjang kebenaran”. Pikiran ku otomatis langsung membenarkan kata bijak itu. Pikiranku berkata, iya juga ya.. kebenaran akan sulit diwujudkan manakala kita tidak punya kekuatan (pengaruh atau kekuasaan). Tapi ya.. kekuasaan memang bukan segala-galanya. Kekuasaan hanya alat menuju kebenaran. Kekuasaan bukanlah tujuan hidup, kebenaranlah yang menjadi kendali hidup kita. Kalau kebenaran menjadi tujuannya, ketika kita melenceng sedikit dari garis yang sudah menjadi landasan hidup, maka kebenaran itu yang akan mengingatkan kita. Bukan begitu saudara?
**
Maaf pikirannya lagi melancong ke mana-mana. Kembali pada cerita yang mau disampaikan yah. Sebelum berangkat ke Lamteng, kami sudah menyiapkan peta penunjuk jalan. Ternyata teman, di dalam peta itu, Rantau Jaya Ilir tidak terdeteksi pada peta itu. Usut punya usut, Rantaujaya Ilir masuk dalam daerah pemekaran dari Rumbia. Lampung itu begitu luas saudara. Rupanya masih banyak daerah yang belum aku jelajahi.

Dari pasar Seputibanyak menuju Rantaujaya Ilir membutuhkan waktu sedikitnya 4 jam atau 17 KM perjalanan dengan kondisi medan yang sangat memprihatinkan. Mobil yang kami, 5 kali kepater (ban-nya terselib dilelumpuran). Sehingganya, lumpur memenuhi body mobil. Maklum, sehari sebelum kami menginjakkan belahan bumi ini, sempat hujan. Jadi wajar sajalah, kalau kondisi jalan tidak begitu bersahabat.

Sebagian besar penduduk bermatapencaharian sebagai petani jagung dan singkong. Dan sebanyakan masyarakat di sana adalah suku Bali. Sepanjang perjalanan, kami melihat pure-pure kecil dihalaman rumah-rumah penduduk. Menurut keterangan warga, sejauh ini pemerintah tidak pernah melakukan pembangunan jalan. Padahal, di daerah tersebut ada 1500 kepala keluarga. Jika hujan turun, truk-truk mereka terpaksa harus berhenti beroperasi. Dan otomatis, akan menghambat laju perekonomian warga setempat. Bahkan tidak jarang mereka mengalami kerugian, karena hasil panennya busuk sebelum sampai tujuan.

Masih kata warga juga, bupati setempat bukan tidak pernah berkunjung ke daerah tersebut. Ntahlah kenapa, hingga saat ini harapan masyarakat tak juga terpenuhi. Apa salah mereka? Aku melihatnya, ini adalah kutukan yang tidak sedikitpun mendapat ampunan dari tangan-tangan penguasa. Zaman sudah sebegini modernnya, ee... saudaraku yang ada dipedalaman sana, belum pernah melihat bagaimana wujud dan warna aspal itu. Betapa enaknya jalan di atas aspal. Subhanallah, mahasuci Engkau. Bukakan pintu hati pemimpin kami, untuk bisa membagikan secara merata harta negara ini pada kami Ya Allah...

Lelah sekali melewati jalan yang rusak itu. Selain lelah, kami juga lapar, bekal yang kami tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan perut yang kian meraung-raung minta dipenuhi kebutuhannya. Tapi rasa lelah itu tidak sebanding dengan warga Rantaujaya Ilir yang setiap hari mereka melewati jalan itu. Aku, Detti, Ali, Sokib, dan Uqashah baru sekali melewati jalan itu. Rasa lelah dan lapar itu hilang begitu saja manakala kami berbincang-bincang dengan warga setempat. Mereka menyambut kami dengan sukacita. Ada senyum yang mengembang, ada ketulusan dalam penerimaan dan ada kepolosan dan keluguan wajah anak-anak mereka.

Pendek cerita, pukul 20.00 wib baru kami menemukan jalan aspal nan mulus. Singgahlah kami barang sejenak di rumah teman yang penuh harap dan cemas menunggu kami sejak siang tadi. Yang semula ada tiga tempat yang hendak kami sambangi, walhasil, hanya satu saja. itupun acara sudah selesai. Yiihaa...

Ya Robbi, Lakalhamdu walakassyukru, kami mohon kebaikan dari tiap-tiap urusan anak-anak kami, mereka berdawah, mereka menyambung silaturahim, mereka mencintai Engkau Ya Allah..bantulah mereka, bantulah Uqashah, bantulah kami semua....

Begitulah petikan pesan singkat dari Babe ku, Ahmad Jajuli. Terima kasih babe, perjalanan anakmu tidak ada yang sia-sia. Inilah hakekatnya tantangan hidup. Sejengkal bumi Allah jangan ada yang luput dari dawah ini. Itu prinsip hidup kami. Doakan kami agar tetap istiqomah dalam jalan yang panjang, penuh onak dan duri ini.