ani muslihah. Powered by Blogger.

Archives

kolom komentar


ShoutMix chat widget

Search This Blog

rss

Pages

Saturday, April 4, 2009

Tak Slamanya Jiwa Empati Bercokol di Hatiku!

Sabtu, 4 April 2009

Kenapa ya? sejak kemarin, aku ditemui dengan orang yang kesulitan secara finansial. Mmmm...kemarin sore, waktu aku mampir ke markas besar, ada seorang ibu2 datang dan menceritaan segala kesulitannya. Beliau terlilit hutang sebesar Rp700ribu. Katanya, dia tidak tahu mau kemana lagi untuk mengadukan nasib yang membutuhkan perhatian secara cepat.

Pasalnya, ibu ini sudah menjanjikan pada pihak yang memberi hutang, untuk mengembalikan sekarang juga. Sementara, hingga detik ibu ini datang ke markas ku, usahanya belum juga menuai hasil.

Kami yang hingga sore masih saja berada di markas, sudah ke sana ke mari mencari jalan keluar menyelesaikan prsoalan ibu tersebut. Hutangnya memang tidak banyak, tapi karena memang kondisi keuangan secara pribadi maupun lembaga kami belum memungkinkan untuk menyelesaikannya.

Kami bingung menghadapi ibu ini, cerita yang beliau sampaikan, setelah dipelajari brsama, ternyata memang bukan cerita rekayasa. Dan, jika dalam waktu tempo yang sudah ditentukan ibu tersebut belum mendapatkan penggantinya, maka nasib ibu ini akan berurusan dengan pihak berwajib.

Masya Allah...Kasihan sekali orang ini. Ibu ini datang pada waktu yang tidak tepat. Kita sama-sama sedang dalam kondisi membutuhkan uang bu...Tapi ibu jauh lebih membutuhkan dari pada kami. Maafkan kami yang belum bisa membantu menyelesaikan persoalan sesederhana itu.
**
Pagi hari pukul 08.30 Wib pesan singkat masuk dalam ponselku. Dari nomor yang tidak aku kenal. Isinya begini "Saya membaca pengalaman Elen (Baca Hikmah: Belajar dari Kehidupan Elen) yang di muat dalam sebuah tabloid yang ibu kelola. Dan saya juga berniat mendonorkan ginjal saya. Karenanya Tabloid ibu sudah mencarikan orang yang membutuhkannya. Sekarang saya sedang mengandung anak ke empat dan sebentar lagi akan melahirkan. Ibu tau kan biaya melahirkan itu mahal sekali. Keadaan kami sangat pailit, kami terlilit hutang yang menumpuk,"

Aku jadi bingung dapet pesan seperti itu. Inti dari SMS itu adalah, orang ini sedang dalam kesulitan dan hampir mendonorkan ginjalnya. Biaya itu akan digunakan membayar hutang dan sisanya untuk biaya persalinan anaknya yang ke empat.

Yang menjadi pertanyaanku sekarang adalah, bagaimana dia bisa tahu kalau aku ini adalah pengelola tabloid tersebut?Aku tidak pernah mencantumkan nomor HPku di tabloid tersebut, keculai dalam bentuk iklan percetakan. Dan selama proses penerbitan tabloid tersebut, aku tidak pernah mencantumkan nama asliku.

Aku bingung. Sampai kisah ini aku tulisan disebuah blog kesayanganku ini, aku belum juga membalas pesan tersebut. Bingung mau jawab apa. Mau nolak, terkesan tidak manusiawi dan tidak berjiwa empati. Mau dibalas, khawatir tidak bisa menyelesaikan persoalan ibu ini. Allah Ya Robbi..Apa yang ingin Kau tunjukkan padaku dari sederet persoalan orang-orang di atas ini. Aku tidak punya uang untuk membantu mereka dan aku juga sudah kehabisan jaringan untuk mencarikan orang2 dermawan yang siap menampung persoalan mereka.

Aku menceritakan Elen dalam sebuah tabloid itu karena memang aku sangat tertarik dengan semangat Elen dalam menjalankan hidupnya yang serta terbatas. Kaki cacat dan tidak ada orang yang bersedia mengurusnya. Tapi Elen tidak putus harapan, Ia berusaha mencari nafkah sendiri demi menghidupi diri dan anak semata wayangnya.

Meskipun dalam kondisi yang serba kekurangan, Elen tidak pernah meminta untuk dikasihani oleh orang lain. Dan rupanya, Allah jualah yang menggerakkan hati seorang Ahmad Jajuli untuk membantu proses operasi amputasi kakinya yang cacat itu dan dirasa sangat menganggu dirinya.

Dari cerita Elen itu, Aku bermaksud memberi pelajaran pada diriku sendiri dan pembaca bagaimana kita semestinya menyikapi nikmat hidup ini. Bersyukurkah kita dengan kondisi fisik yang normal atau malah berkeluh kesah dan merasa diri inilah yang paling berat masalahnya di dunia ini.

Demi Allah sama sekali tidak bermaksud membuat pembaca menjadi manusia yang suka meminta-minta dan mengandalkan lembagaku sebagai donaturnya. Lembagaku itu cuma sekumpulan orang biasa dan kocek yang serba terbatas, yang coba membantu sebagian saudaranya yang sedang tertimpa musibah. Mohonlah bisa dimaklumi jika, ketika Anda yang datang ke sana, kami tidak bisa membantunya, karena kami juga pada hakikatnya bukan orang yang berlebih secara finansial.

Manakala persoalan ini mendera diriku, terkadang jiwa empatiku jadi berkurang. Aku bisa menjadi manusia yang ekstra cuek, tidak peduli dengan persoalan orang lain. Ini betul2 menguji imanku.

Asal teman2 sekalian ketahui, ketika dua orang ini datang mengeluhkan nasibnya, Aku sama sekali tidak berani menemui mereka. Karena yang ada dikepalaku, Aku tidak akan bisa membantu mereka sekarang ini. Ntahlah, mungkin mereka akan berprasangka, ternyata aku dan beberapa temanku ini manasia super tega.

Ya Allah cuma Engkau saja yang tahu. Aku manusia biasa, adakalahnya aku juga bosan menghadapi manusia-manusia yang selalu menampilkan wajah melas itu. Aku juga butuh diperhatikan dan dimenegerti oleh orang lain! Ya Allah bantu mereka dengan kekuatanMu, tidak ada sesuatu yang mustahil jika Engkau berkehendak.

Allah.. jika Engkau menghendaki aku yang harus membantu kesulitan mereka, berilah aku kemudahan untuk mendapatkannya. Jadikan setiap rezeki yang aku terima itu berada dalam genggaman tanganku, bukan genggaman hatiku, supaya aku bisa menjadi bagian orang yang meringankan penderitaan saudaranya.

Wallahualam Bisowab...