ani muslihah. Powered by Blogger.

Archives

kolom komentar


ShoutMix chat widget

Search This Blog

rss

Pages

Monday, January 5, 2009

Surat Cinta untuk Semua Keponakanku

Tanggal 31 Desember 2008, pukul 09.00 WIB, pada malam itu semua tempat hiburan dan pusat perkotaan ramai sekali. Tidak ada tempat yang lengang, setiap sudut kota dipenuhi dengan manusia yang hendak menikmati akhir tahun 2008.

Tepat jam itu, aku masih dijalan menuju pulang ke rumah. Sengaja aku berjalan dari took buku Gramedia sampai ke rumah. Kurang lebih 1 km, aku berjalan sendirian, tidak ada teman yang menemaniku. Keponakan yang sedang berlibur setia menantiku sampai rumah. Wah.. keponakan-keponakan yang sangat aku sayangi, naluri keibuaanku rasanya tidak tega pulang ke rumah tidak membawa apapun. Aku ingin sekali melihat mereka tersenyum bahagia menyambut kedatanganku.

Sesampainya di rumah, betul saja, mereka menanti kedatanganku. “Amah, kenapa pulangnya malam banget,” tegur mereka sambil melirik tas ransel yang ku bawa, seolah-olah di mata mereka mencari sesuatu di dalam tas yang aku gendong depan. Benar saja, ketika aku mengeluarkan sesuatu dari tas kebangsaanku, mata-mata mereka berbinar.hemm.. bahagia banget melihat anak-anak menunjukkan ekspresi senangnya padaku.

“Kalian tidak ikutan nikmatin malam tahun baruan?”tanyaku pada mereka. Srentak ketiga keempat keponakanku berkata “Kata amah, ini bukan tahun barunya orang Islam, gimana sih amah ini,”celoteh Salwa, keponakan dari kakak tertuaku Hijriyah. Dada ini seperti dialiri air telaga yang menyejukkan. Masya Allah, rupanya keponakanku masih ingat pesan-pesan yang ku sampaikan beberapa hari lalu.

Aku berpesan pada mereka, tahun baru bukanlah sesuatu yang harus dirayakan dengan meniup trompet, meletuskan petasan dan kembang api. Bukan begitu cara kita memaknai tahun baru. Tapi tahun baru harus dimaknai sebagai suatu perubahan yang muncul dari hati yang paling dalam. “Saya harus jadi jauh lebih baik dari kemarin,” begitu kurang lebih pesannya.

Lagi pula, islam juga punya tahun baru, kenapa kita begitu antusias dan berbangga hati merayakan tahun baru agama lain. Kalau kita sampai mengikuti kebudayaan ini, artinya dawah musuh Allah telah berhasil. Maukah kita mengikuti budaya musuh Allah? Serentak mereka menjawab “Engga Amah” duh… keponakan-keponakanku aku bangga dengan kalian.

Kemudian dalam pesan itu aku menambahkan, tahukah kalian, bahwa sekarang ini saudara kita yang ada di Palestina sedang mengalami musibah besar. Anak-anak seusia kalian luluh lantah, bertaburan mencari perlindungan. Mereka saat ini sedang dibombardir dengan Israel La’natullah. Mereka tidak lagi kepikiran mau niup terompet, tidak pula menangisi mainan yang direbut dari kawannya sendiri. Mereka tidak lagi main tembak-tembakan. Tapi mereka sudah perang sesungguh-sungguhnya perang. Ditangan mereka hanya ada ketapel, tapi mereka begitu bangga berdiri di depan tank-tank baja tentara musuh Allah. Mereka terlalu diri untuk menjadi dewasa, tapi itulah kenyataan hidup yang mereka alami. Semua itu mereka lakukan dalam rangka membebaskan tanah kelahiran mereka.

Sekarang yang menjadi pertanyaan amah kepada kalian, masihkah kita mau meniupkan terompet di tengah penderitaan saudara kita, masihkah kita mau bersenang-senang merayakan pergantian tahun saat saudara kita merintih kesakitan, sedih dan kelaparan? Sekali lagi, amah tidak melarang kalian ikut senang menyambut pergantian tahun, tapi itulah kenyataan hidup muslim dunia pada umumnya. Tertindas dan di adu domba dengan musuh Allah, supaya kita tidak lagi berbangga hati menjadi seorang muslim.

Aku bersyukur sekali, keponakan-keponakanku mulai paham, sadar dan berempati terhadap penderiaan saudaranya sendiri. Setelah aku menceritakan kronologi kenapa aku tidak menganjurkan mereka menuip terompet di malam tahun baru, mereka sering sekali menyimak pemberitaan Israel VS Palestina. Tak pernah aku bayangkan, mendengar muslim Palestina banyak yang berguguran, mereka keponakanku menitikan air mata. Subhanallah, mereka mulai merasakan penderitaan saudaranya.
***
Pada tanggal 2 Januari 2009, di Bandar Lampung ada aksi solidaritas Tragedi Jalur Gaza. Aku coba menawarkan pada mereka untuk mengikuti aksi itu. Luar biasa mereka menyambut dengan suka cita bahkan mereka menyisihkan uang jajan untuk saudaranya. Memang tidak besar, tapi semangat mereka untuk membela saudaranya begitu kencang.

Mereka tidak merasa kelelahan berjalan kurang lebih 3 KM dari masjid Taqwa sampai Bundaran Adipura. Shihab, Salwa dan Servi. Mereka mengikuti instruksi korlap aksi solidaritas itu. Israel…(Hancurkan), Amerika ….(Teroris), Palestina….(Bebaskan) sesekali mereka juga ikutan berlari-lari kecil mengikuti arus. Allahu Akbar, Amah begitu bangga punya keponakan seperti kalian. Kalian anak solih yang nantinya akan meneruskan perjuangan umat Islam sebelum kalian.

Doa amah, jadilah kalian anak yang cerdas, berbakti pada kedua orang tua, manusia yang berguna bagi bangsa dan agamanya. Amah akan terus bakar semangat kalian, amah akan terus dukung cita-cita kalian sampai kapan pun. Itulah tekad amah!

Lu’lu’ul A’la, Novita Rahmah, Sifaussalwa, Yulia, Serviana Yulita, Muhammad Shihab Abdullah, Ahnaf Wildani, Dzul Ashfi Arraihan, Ahda Sabila, Sahiba Milla Hanifa dan sementara terakhir Kaysa Ayaturrahman Muyassarah. Itulah nama-nama jundi dan jundiyah dari ke enam saudara kandung dan tiriku.

Salam cinta, sayang, peluk dan cium untuk semua keponakanku yang sudah dan akan lahir di bumi Allah. Wallahualam.