ani muslihah. Powered by Blogger.

Archives

kolom komentar


ShoutMix chat widget

Search This Blog

rss

Pages

Saturday, April 18, 2009

Seandainya Waktu bisa Di Putar Kembali

Dua bulan sudah perjalanku bersama teman2 menghantarkan Babe tercintaku, Ahmad Jajuli menuju anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) utusan Lampung. Secara perhitungan cepat, sampai tulisan ini termuat di Blog saya, Babe masih unggul diantara calon lainnya.

Pengamat politik Lampung bilang, kemenangan Ahmad Jajuli adalah kemenangan berdasarkan kerja keras baik dirinya sendiri maupun kader yang mengusungnya. Selain itu, kemenangan babe juga ditunjang dari kepribadian beliau yang sangat bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat Lampung, khususnya kaum hawa. Karena, babe, selain cerdas beliau juga sangat humanis. Setiap ceramah kemana2, tidak pernah menyinggung sesuatu yang tidak disukai oleh orang lain. Mungkin bisa dibilang, berkatanya, penuh dengan perenungan dan melakukan kedekatan ke hati.

Pernah juga aku menggali, apa sih yang menyebabkan beliau itu sangat bisa diterima orang lain? jawabannya sederhana. Kata doi, kalau sebagai seorang penulis selalu menggunakan kaedah baku, seperti pembukaan, isi, konflik, kesimpulan dan penutup. Kalau Babe memulainya dengan konflik dulu alias mengaduk emosi pembaca atau pendengar atau adiensnya. Walhasil, dari awal beliau sudah langsung mendapat simpati dari audiensnya. Dan yang terpenting dari itu semua, Doi tidak pernah menggurui orang lain.

Mana sih orang yang tidak suka disentuh hatinya? oleh karena itu, babeku ini sangat bisa menaklukkan banyak orang.

Aku melihatnya, beliau ini adalah sosok pemimpin, suami, kawan, sahabat yang sempurna. Seumur hidupku, baru inilah aku menemukan orang yang menurutku ideal dari berbagai aspek. Secara managerial, beliau bisak dikatakan berhasil. Beliau bisa memunculkan raja2 kecil di lembaga yang dia pimpin. kalau pribadiku mengatakan, beliau ini adalah sosok pelengkap dari beberapa karakter pemimpin sebelumnya di lembaga itu.

Hati kecilku berkata, Ya Allah, orang ini belum ada turunannya. Bagaimana kalau dia nanti meninggal? siapa yang akan mewarisi sifat dan kepribadian seperti itu? Akankah Kau menghadirkan generasi penerusnya yang jauh lebih baik dari dia? Sementara dawah ini, semakin lama akan semakin besar, benturan satu sama lain pasti akan terjadi, fitnah pasti akan melanda. Bagaimana kalau pemimpin ditengah2 kami tidak bisa bersikap arif dan bijaksana? pemimpin yang bisa mendekatkan prajuritnya dengan hati. Allah....Hanya engkau saja yang tahu apa yang akan terjadi esok hari.

Babe...kebersamaan kita memang cuma 2 bulan. Secara fisik, sepertinya kita tidak akan bisa ketemu sesering ini. Kemarin, kita bisa bersama karena memang ada profesional kerja. Tapi sekarang semuanya sudah berlalu. Aku merasa waktu begitu cepat berputar, Belum semua ilmu yang ada dikepalamu aku serap dengan baik. Waktu jualah yang memisahkan kita. Ntah moment apalagi yang bisa membuat kita bersama.

Bersamamu, ada tawa, ada canda, ada kesal, ada rindu, ada sedih, ada diskusi, ada strategi, ada nasehat, ada aturan dan ada hikmah. Sulit bagiku melupakan semua kenangan bersamamu babe. Meskipun intensitas kebersamaanku, tidak sesering ke dua temanku. Semua kenangan bersamamu, bisa merubah cara pandangku yang sebelumnya terkesan kolokan.

Bagiku, kau adalah, ayah, guru, qiyadah yang sangat aku banggakan. Kelak kau akan selalu menjadi bahan cerita indah yang melekat dikepalaku, manakala aku nanti berumah tangga. Dan akan selalu ku ceritakan sampai pada generasi penerusku.

Salam Sayang dari Anakmu
Eni Muslihah

Thursday, April 9, 2009

Satu PR yang Harus Kau Selesaikan!

Satu babak sudah terlewatkan. Tinggal menunggu perhitungan hasil perolehan suara sampai pada penetapan sejumlah partai politik yang ikut serta dalam pemilu 2009 ini. Namun begitu, bukan berarti pekerjaanku selesai sampai di sini. Rupanya, di depan sana, masih buanyak persoalan hidup yang harus aku hadapi dan meleraikan benang kusut kehidupan.

Di depan sana, masih ada kuliah yang belum juga aku rampungkan. Keluargaku, terus-terusan menanyakan kelanjutan pendidikan S-1 ku. Sampai-sampai, ibuku yang pekerjaannya cuma ngurusin dapur dan keperluan anak-anaknya di rumah, saja, pernah bertanya begini: "Mus, kapan kau ziarah lagi kekampusmu?" tanya bunda tercintaku.

Duk!..seperti ada sebuah benda yang menohok begitu keras di wajahku manakala bunda bertanya demikian. otomatis, aku tidak serta menjawab pertanyaan itu secepat kilat. Butuh jeda beberapa saat, baru aku jawab begini: "Tenang bun, kuliahku pasti selesai. Tidak ada ceritanya kampus biru itu mendepakku begitu saja," jawaban yang cukup menyejukkan orang tua, manakala orangtuanya gelisah melihat putri bungsunya tak kunjung kelar sekolahnya, tapi sudah kelayapan kemana-mana. Bahkan, tidak jarang putri bungsunya ini, pulang larut malam. Maklum, kader panggilan. he3x...

Hmmm..kenapa ya? aku kok tidak begitu antusias untuk merampungkan pendidikan S-1 ku ini. Yang ada dikepalaku sekarang adalah, meskipun aku belum selesai kuliah, tapi aku bukan sampah masyarakat alias pengangguran. Tenaga dan pikiranku masih sangat berguna. Sementara, tidak jarang aku melihat teman2 yang sudah bergelar sarjana bla..bla..bla, di perguruan ternama di Lampung bahkan ada juga yang di luar Sumatra, pada akhirnya, mereka harus di rumah saja. gelar mereka tidak berguna bahkan kalau pun bekerja, tidak sesuai dengan gelar yang mereka miliki.

Jadi teman, sekarang ini aku sedang mencari pembenaran atas apa yang akan aku putuskan. Satu pint yang aku dapatkan, bahwa sukses seseorang bukan tergantung pada pendidikan formal. Dalam hal ini, aku sudah menemukan duniaku yang sebenarnya. Tapi pada intinya, tidak satu orang pun disekitarku, menghendaki kuliahku tidak rampung. "Ijazah itu masih sangat mempengaruhi bagaimana masa depan kita, Eni," kata Babe Jajuli. (Yang bener be?)

Tapi bener deh, aku janji, tidak akan mengecewakan bundaku, satu-satunya orang tua yang aku miliki sekarang ini. Beliau cuma mau lihat anak perempuannya di foto pake toga, terus waktu nikah dibelakang namanya ada sebuah gelar Sarjana Ekonomi (SE). Apapun argumentasi yang aku kumpulkan untuk menangkis semua pertanyaan mereka, tetap aku tidak akan membenarkan keputusan "Berhenti" dari kuliah.

Tapi teman, entah energi dari mana yang bisa membuat aku mau menjenguk, memperhatikan kampus yang sabanhari aku lewati. Rasanya, bukan hal yang sulit bagiku untuk merampungkan laporan PKL yang tertinggal sekitar 2 tahun lalu. Semua dosen sudah memberi kemudahan padaku. Ntahlah, kenapa pula aku tidak tertarik sedikitpun dengan keringanan mereka. dan kemalasan itu muncul ketika aku masih PKL di harian Lampung Post, ditambah dengan teman2 yang satu angkatan dengan ku, satu persatu sudah tidak aku temukan di kampus itu.

Hayoo...Siapa yang bisa menghantarkan aku ke gerbang meraih gelar S-1 Sarjana Ekonomi?

Saturday, April 4, 2009

Tak Slamanya Jiwa Empati Bercokol di Hatiku!

Sabtu, 4 April 2009

Kenapa ya? sejak kemarin, aku ditemui dengan orang yang kesulitan secara finansial. Mmmm...kemarin sore, waktu aku mampir ke markas besar, ada seorang ibu2 datang dan menceritaan segala kesulitannya. Beliau terlilit hutang sebesar Rp700ribu. Katanya, dia tidak tahu mau kemana lagi untuk mengadukan nasib yang membutuhkan perhatian secara cepat.

Pasalnya, ibu ini sudah menjanjikan pada pihak yang memberi hutang, untuk mengembalikan sekarang juga. Sementara, hingga detik ibu ini datang ke markas ku, usahanya belum juga menuai hasil.

Kami yang hingga sore masih saja berada di markas, sudah ke sana ke mari mencari jalan keluar menyelesaikan prsoalan ibu tersebut. Hutangnya memang tidak banyak, tapi karena memang kondisi keuangan secara pribadi maupun lembaga kami belum memungkinkan untuk menyelesaikannya.

Kami bingung menghadapi ibu ini, cerita yang beliau sampaikan, setelah dipelajari brsama, ternyata memang bukan cerita rekayasa. Dan, jika dalam waktu tempo yang sudah ditentukan ibu tersebut belum mendapatkan penggantinya, maka nasib ibu ini akan berurusan dengan pihak berwajib.

Masya Allah...Kasihan sekali orang ini. Ibu ini datang pada waktu yang tidak tepat. Kita sama-sama sedang dalam kondisi membutuhkan uang bu...Tapi ibu jauh lebih membutuhkan dari pada kami. Maafkan kami yang belum bisa membantu menyelesaikan persoalan sesederhana itu.
**
Pagi hari pukul 08.30 Wib pesan singkat masuk dalam ponselku. Dari nomor yang tidak aku kenal. Isinya begini "Saya membaca pengalaman Elen (Baca Hikmah: Belajar dari Kehidupan Elen) yang di muat dalam sebuah tabloid yang ibu kelola. Dan saya juga berniat mendonorkan ginjal saya. Karenanya Tabloid ibu sudah mencarikan orang yang membutuhkannya. Sekarang saya sedang mengandung anak ke empat dan sebentar lagi akan melahirkan. Ibu tau kan biaya melahirkan itu mahal sekali. Keadaan kami sangat pailit, kami terlilit hutang yang menumpuk,"

Aku jadi bingung dapet pesan seperti itu. Inti dari SMS itu adalah, orang ini sedang dalam kesulitan dan hampir mendonorkan ginjalnya. Biaya itu akan digunakan membayar hutang dan sisanya untuk biaya persalinan anaknya yang ke empat.

Yang menjadi pertanyaanku sekarang adalah, bagaimana dia bisa tahu kalau aku ini adalah pengelola tabloid tersebut?Aku tidak pernah mencantumkan nomor HPku di tabloid tersebut, keculai dalam bentuk iklan percetakan. Dan selama proses penerbitan tabloid tersebut, aku tidak pernah mencantumkan nama asliku.

Aku bingung. Sampai kisah ini aku tulisan disebuah blog kesayanganku ini, aku belum juga membalas pesan tersebut. Bingung mau jawab apa. Mau nolak, terkesan tidak manusiawi dan tidak berjiwa empati. Mau dibalas, khawatir tidak bisa menyelesaikan persoalan ibu ini. Allah Ya Robbi..Apa yang ingin Kau tunjukkan padaku dari sederet persoalan orang-orang di atas ini. Aku tidak punya uang untuk membantu mereka dan aku juga sudah kehabisan jaringan untuk mencarikan orang2 dermawan yang siap menampung persoalan mereka.

Aku menceritakan Elen dalam sebuah tabloid itu karena memang aku sangat tertarik dengan semangat Elen dalam menjalankan hidupnya yang serta terbatas. Kaki cacat dan tidak ada orang yang bersedia mengurusnya. Tapi Elen tidak putus harapan, Ia berusaha mencari nafkah sendiri demi menghidupi diri dan anak semata wayangnya.

Meskipun dalam kondisi yang serba kekurangan, Elen tidak pernah meminta untuk dikasihani oleh orang lain. Dan rupanya, Allah jualah yang menggerakkan hati seorang Ahmad Jajuli untuk membantu proses operasi amputasi kakinya yang cacat itu dan dirasa sangat menganggu dirinya.

Dari cerita Elen itu, Aku bermaksud memberi pelajaran pada diriku sendiri dan pembaca bagaimana kita semestinya menyikapi nikmat hidup ini. Bersyukurkah kita dengan kondisi fisik yang normal atau malah berkeluh kesah dan merasa diri inilah yang paling berat masalahnya di dunia ini.

Demi Allah sama sekali tidak bermaksud membuat pembaca menjadi manusia yang suka meminta-minta dan mengandalkan lembagaku sebagai donaturnya. Lembagaku itu cuma sekumpulan orang biasa dan kocek yang serba terbatas, yang coba membantu sebagian saudaranya yang sedang tertimpa musibah. Mohonlah bisa dimaklumi jika, ketika Anda yang datang ke sana, kami tidak bisa membantunya, karena kami juga pada hakikatnya bukan orang yang berlebih secara finansial.

Manakala persoalan ini mendera diriku, terkadang jiwa empatiku jadi berkurang. Aku bisa menjadi manusia yang ekstra cuek, tidak peduli dengan persoalan orang lain. Ini betul2 menguji imanku.

Asal teman2 sekalian ketahui, ketika dua orang ini datang mengeluhkan nasibnya, Aku sama sekali tidak berani menemui mereka. Karena yang ada dikepalaku, Aku tidak akan bisa membantu mereka sekarang ini. Ntahlah, mungkin mereka akan berprasangka, ternyata aku dan beberapa temanku ini manasia super tega.

Ya Allah cuma Engkau saja yang tahu. Aku manusia biasa, adakalahnya aku juga bosan menghadapi manusia-manusia yang selalu menampilkan wajah melas itu. Aku juga butuh diperhatikan dan dimenegerti oleh orang lain! Ya Allah bantu mereka dengan kekuatanMu, tidak ada sesuatu yang mustahil jika Engkau berkehendak.

Allah.. jika Engkau menghendaki aku yang harus membantu kesulitan mereka, berilah aku kemudahan untuk mendapatkannya. Jadikan setiap rezeki yang aku terima itu berada dalam genggaman tanganku, bukan genggaman hatiku, supaya aku bisa menjadi bagian orang yang meringankan penderitaan saudaranya.

Wallahualam Bisowab...