ani muslihah. Powered by Blogger.

Archives

kolom komentar


ShoutMix chat widget

Search This Blog

rss

Pages

Thursday, October 28, 2010

Mbah Marijan dan Fir'aun Mati dalam Kondisi Sujud

Heboh media memberitakan meninggalnya Juru Kunci Merapi Jawa Tengah Mbah Marijan dalam kondisi sujud. Meninggalnya sang juru kunci hingga mengesampingkan peristiwa bencana yang terjadi di Mentawai juga banjir bandang yang terjadi di Kepulauan Wasior Papua yang nyata-nyata butuh perhatian serius dari kita.

Pujian dan sanjungan pun terlontar dari sejumlah kelompok masyarakat, tokoh juga media. Pasca ditetapkan sosok juru kunci ini meninggal, hampir semua status facebook memuja dan memuji Mbah Marijan juga stasiun TV memutar ulang rekaman secara khusus dan berturut-turut Mbah Marijan.

Penulis sepakat kalau sebenarnya Mbah Marijan itu sosok yang memegang teguh prinsip dan amanah secara turun-temurun. Bukan bermaksud ingin menyalahkan atau menghakimi orang yang telah meninggal, tapi penulis ingin mengajak pembaca khususnya teman-teman jurnalis, untuk membuka mata dari fenomena yang ada sesungguhnya.

Tidakkah kita mengetahui, bahwa warga sekitar Merapi hanya mau mengindahkan peringatan dari sang juru kunci ketimbang pemerintah yang telah bersusah payah menyelamatkan warta sekitar sana.

Warga Sekitar Merapi hanya mau mendengarkan peringatan Mbah Marijan hingga sampai gunung itu betul-betul meletus, mereka tak kunjung mengungsi karena belum ada perintah mengungsi dari Mbah Marijan. Sementara, sebelum Merapi itu betul-betul mengeluarkan letusan, pemerintah setempat telah membuat status awas sebagai tanda bahwa sekitar Merapi dinyatakan bahaya, seluruh penduduk diperintahkan untuk mengungsi.

Peringatan itu tak juga diindahkan. Tak juga didengarkan. Mbah Marijan belum memberi aba-aba mengungsi kepada pengikut setianya meskipun gejala alam saat itu menunjukkan bahwa wilayah gunung merapi dan sekitarnya berbahaya dan telah menurunkan hujan debu yang tampak tidak wajar dari biasanya. Dari letusan kecil yang dikeluarkan merapi Mbah Marijan meninggal beserta 30 warga termasuk satu diantaranya adalah seorang jurnalis.

Ini menunjukkan bahwa Marijan beserta keturunan sebelum dan sesudahnya bukan apa-apa buat merapi. Warisan juru kunci itu dinilai tidak perlu diturunkan lagi pada ahli warisnya, karena hanya menyesatkan banyak orang.

Jika masanya telah tiba, bukan hal yang sulit bagi merapi untuk memuntah semua isi perutnya. Dia tidak butuh puja dan puji dari penduduk sekitar dan dia juga tidak perlu takluk dengan perintah manusia siapapun. Sekalipun manusia itu adalah juru kunci secara turun-temurun. Hanya saja, kita sebagai manusia yang dibekali akal berfikir bagaimana caranya mengungsi, menyelamatkan diri dari amukan alam andai semua itu bisa dihindarkan.

Andaikan Mbah Marijan mengesampingkan egonya. Sadar bahwa dirinya bukan apa-apa buat merapi, bukan hal yang mustahil dirinya beserta pengikut setianya akan terselamatkan dari bencana yang sudah terprediksi oleh kecanggihan teknologi. Rabu (27-10) Mbah Marijan bersama korban merapi lainnya dimakamkan.

Selama masih ada kehidupan di muka bumi ini, maka akan ada terus reaksi alam. Ntah itu letusan gunung, banjir, longsong, gempa bumi dan tsunami. Reaksi alam itu bisa ditafsirkan oleh masing-masing individu. Apakah rekasi alam itu diterjemahkan teguran ataukah ujian, hanya Tuhan dan diri kita sendiri yang mengetahuinya.

Meletusnya merapi, sujudnya Mbah Marijan pasti ada sebuah hikmah yang Allah tunjukkan pada kita..Apakah di akhir hayatnya kemudian Mbah Marijan mengakui kekuasaan Allah sama halnya seperti Fir'aun yang mati dalam kondisi sujud juga. Wallahualam..Andaikan analisa ini di nilai salah dan mengandung fitnah maka penulis minta maaf, tapi ketika fitnah itu muncul, sebenarnya ada sebuah investasi dari pihak yang bersangkutan. Semoga Allah mengampunkan dosa-dosa kita.