ani muslihah. Powered by Blogger.

Archives

kolom komentar


ShoutMix chat widget

Search This Blog

rss

Pages

Tuesday, December 7, 2010

Musim Haji, Musim Kawin


Bulan Dzulhijjah bertepatan dengan bulan November, pada bulan tersebut, sebagian umat muslim sedunia menunaikan ibadah haji, ibadah memenuhi panggilan Tuhan di tanah suci. Orang Indonesia menganggap bulan haji adalah bulan yang baik dari sekian bulan lainnya, mereka memanfaatkan bulan ini untuk melangsungkan sebuah akad yang sacral (Nikah) atau orang lebih senang menyebutnya bulan haji musim “kawin” tidak jarang ibu rumah tangga mengeluh dalam 1 bulan haji, bias mendapatkan undangan setiap minggu lebih dari 3 tempat.

Subhanallah, ku baru mengetahui, bahwa sebenarnya tidak semua orang senang mendapat undangan kebahagiaan orang lain. Ini lantaran mereka tidak senang dengan bersatunya dua insane dalam waktu yang bersamaan, namun sepertinya sudah menjadi undang-undang yang tak tertulis, bahwa setiap individu yang menerima undangan, harus hadir dan yang hadir sepertinya tidak afdhol kalau tidak membawa buah tangan. Buah tangan itu bias amplop beserta isinya atau juga kado. Buah tangan ini sebagai penanda bahwa khalayak turut berbahagia dan mendukung sang mempelai dengan materi untuk membangun sebuah keluarga yang baru.

Baginda Rosulullah SAW mengajarkan setiap kita yang telah melangsungkan sebuah akad nikah, sebaiknya mengundang khalayak dan mengumumkan pada khalayak ramaiatau lebih dikenal dengan walimatul “ursy bahwa si fulan bin si fulan telah menikahi si fulanah binti fulanah. Di zaman rosul, setidaknya sohibul hajat minimal memotong 1 ekor kambing saja guna menjamu para tetamu.

Tujuan Walimatul ‘ursy supaya kelak saat sang mempelai jalan berduaan dan bergandengan tangan tidak menimbulkan kecurigaan dari masyarakat luas. Subhanallah, begitu mulianya ajaran agama ini. Semua telah diatur sedemikian rupa dari hal yang kecil sampai urusan yang besar. Hmmm,,, namun ajaran ini berkembang dari zaman ke zaman, masing-masing menyesuaikan dengan suku, bangsa dan adatnya.

Di Indonesia misalnya, ntah ini di anut semua suku di Indonesia atau bagaimana penulis juga belum pernah meneliti lebih dalam. Tapi yang terjadi pada umumnya orang Indonesia, momen pernikahan justru identik dengan menghamburkan uang. Bahkan untuk mengabadikan sebuah momen pernikahan berakhir dengan meninggalkan hutang, menjual rumah, sawah dan lading. Pernikahan dan walimatul ‘ursy dijadikan sebagai ajang menunjukkan sebuah status social dan ajang bisnis yang sekali lagi tidak pernah tertuliskan.

Kita kebanyakan melupakan esensi sejatinya sebuah pernikahan. Pernikahan adalah sebuah janji agung kita pada manusia dan kepada Tuhan, bahwa kita akan menunaikan sebagian perintahnya, meleburkan dua pribadi yang berbeda dalam sebuah bingkai jalinan yang suci. Dalam sebuah pernikahan itu, kelak kita akan terus disuguhkan dengan teka-teki yang tidak pernah ditemui saat masa penjajakan, disuguhkan dengan praktek-praktek yang terkadang tidak berkesesuaian dengan teori yang didapat dari buku. Kita dituntut menjadi pembelajar yang baik jika kita menghendaki rumah tangga yang langgeng lagi utuh.

Mungkin inilah, mengapa Allah mengatakan bahwa menikah sama saja memenuhi setengah dari agama Allah. Karena dalam didalamnya, kita akan terus melewati fase-fase kehidupan secara nyata. Tentu kita tidak pernah membayangkan sebuah perceraian saat akad itu berlangsung, tapi pada kenyataannya? Banyak rumah tangga yang seumur jangung akhirnya terputus di meja hijau, bahkan ada juga rumah tangga yang telah digeluti puluhan tahun berujung dengan perceraian dengan alas an ‘Kita berseberangan’.


Dibutuhkan kesabaran kelas tinggi, komunikasi yang berkesinambungan dan kecerdasan emosional bagi pelakunya agar kelak berakhir dengan happy anding.
**
Ya Allah ya Tuhanku.. Di bulan yang banyak orang melangsungkan pernikahan, ku meyakini, bahwa ketika prosesi akad itu berlangsung, ribuan malaikatmu turun ke bumi dan mendoakan keberkahan bagi tiap-tiap mempelai. Ku bermunajat pada-Mu, berikan aku jodoh yang solih, jodoh kelak dia bias menjadi teman dan sahabat dalam hidupku, jodoh yang merupakan patahan sayapku (jika kami dekat maka kami saling mengasihi, menghormati, menghargai hingga kebahagian yang terus kami rasakan saat bersama, jika jauh, kami saling mendoakan, menjaga kesucian masing-masing diri dan saling merindui satu dengan lainnya), jodoh inilah yang nantinya akan menyelamatkan kehidupan dunia dan akhiratku, jodoh inilah yang nantinya menghantarkanku pada sebuah kebahagian kala susah dan senang hingga dunia-akhirat.

Dibutuhkan kesabaran kelas tinggi, komunikasi yang berkesinambungan dan kecerdasan emosional bagi pelakunya agar kelak berakhir dengan happy anding.