ani muslihah. Powered by Blogger.

Archives

kolom komentar


ShoutMix chat widget

Search This Blog

rss

Pages

Monday, December 27, 2010

Saya Cuma Bisa Bangga Kalau Timnas Menang!


Sebetulnya saya bukan pecinta bola. Berkali-kali piala dunia, saat semua orang menjagokan ini-itu, saya justru menyibukkan diri dengan kegiatan lainnya, mungkin hal yang sama pun dilakukan kaum hafa pada umumnya. Tapi kali ini ada yang berbeda, sejak Team Nasional berlaga juga beberapa kali memenangkan pertandingan, saya jadi sedikit menyukai pertandingan bola. Suka bukan karena ada Irfan pemain naturalisasi yang kabarnya banyak digemari oleh wanita. Saya suka, karena Indonesia telah bangkit, terus berlatih hingga menaklukkan negara lain. Meskipun saat pertandingan dilakukan di luar Indonesia, justru pemain Timnas tidak terlihat gregetnya.

Opini yang berkembang, timnas kelelahan karena perjalanan jauh, timnas grogi bertanding di luar negeri, ada pula yang mengatakan pemain timnas banyak di ekploitasi dan dipolitisasi segelintir orang hingga akhirnya timnas tidak mencetak satu gol pun saat bertanding di Malaysia.

Masya Allah,, komentar berkembang begitu luas,khususnya TVOne, terus mengekspose komentar para komentator dari orang yang relevan untuk unjuk bicara masalah itu sampai orang yang sama sekali tidak pantas berkomentar yang ditayangkan lewat tanyangan Apakabar Indonesia pagi dan malam.

Dalam sebuah permainan sudah pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Dan mungkin perlu dipikirkan, bahwa sebetulnya tayangan-tayangan itu, secara psikologi justru memungkinkan mempengaruhi pemikiran individu-individu yang ada dalam tim itu. Please deh, jangan banyak bicara. Toh permainan ini belum berakhir, masih ada satu babak pertandingan lagi yang lebih menentukan apakah Garuda akan menang atau kalah dikandangnya sendiri.

Yang mereka butuhkan sekarang-sekarang ini, support dari pemerintah dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Hingga mereka tetap concern dengan pertandingan tanggal 29 mendatang dan melupakan kekalahan yang sudah terjadi. Ke depan, Indonesia terus bebenah perkuat team yang sudah ada ini, agar kelak Indonesia bisa berlaga di Piala Dunia 2014 serta mempersiapkan bibit pemain muda melalui penjaringan di akar rumput secara fair dan objektif.

Saya yakin kok, meskipun tidak faham benar tentang permainan sepakbola, melihat beberapa kali pertandingan timnas, nampaknya Indonesia punya kekuatan untuk masuk dalam ajang kompetisi piala dunia, tinggal perbaiki strategi permainan dan jangan pernah meratapi kekalahan..Inget Bung, dunia gak kan kiamat kok kalau kita kalah..Masih banyak kesempatan untuk membenahi itu semua.

Well,,akhirnya, saya cuma bilang, bahwa penonton jauh lebih pandai berkomentar daripada pemain. Makanya saya tidak mau ikut-ikutan komentar juga soal kekalahan timnas..Saya cuma bisa mendukung tim kita, saya cuma bisa bangga kalau timnas mengalahkan kembali Malaysia dan akhirnya meraih kejuaraan AFF..

Tuesday, December 7, 2010

Musim Haji, Musim Kawin


Bulan Dzulhijjah bertepatan dengan bulan November, pada bulan tersebut, sebagian umat muslim sedunia menunaikan ibadah haji, ibadah memenuhi panggilan Tuhan di tanah suci. Orang Indonesia menganggap bulan haji adalah bulan yang baik dari sekian bulan lainnya, mereka memanfaatkan bulan ini untuk melangsungkan sebuah akad yang sacral (Nikah) atau orang lebih senang menyebutnya bulan haji musim “kawin” tidak jarang ibu rumah tangga mengeluh dalam 1 bulan haji, bias mendapatkan undangan setiap minggu lebih dari 3 tempat.

Subhanallah, ku baru mengetahui, bahwa sebenarnya tidak semua orang senang mendapat undangan kebahagiaan orang lain. Ini lantaran mereka tidak senang dengan bersatunya dua insane dalam waktu yang bersamaan, namun sepertinya sudah menjadi undang-undang yang tak tertulis, bahwa setiap individu yang menerima undangan, harus hadir dan yang hadir sepertinya tidak afdhol kalau tidak membawa buah tangan. Buah tangan itu bias amplop beserta isinya atau juga kado. Buah tangan ini sebagai penanda bahwa khalayak turut berbahagia dan mendukung sang mempelai dengan materi untuk membangun sebuah keluarga yang baru.

Baginda Rosulullah SAW mengajarkan setiap kita yang telah melangsungkan sebuah akad nikah, sebaiknya mengundang khalayak dan mengumumkan pada khalayak ramaiatau lebih dikenal dengan walimatul “ursy bahwa si fulan bin si fulan telah menikahi si fulanah binti fulanah. Di zaman rosul, setidaknya sohibul hajat minimal memotong 1 ekor kambing saja guna menjamu para tetamu.

Tujuan Walimatul ‘ursy supaya kelak saat sang mempelai jalan berduaan dan bergandengan tangan tidak menimbulkan kecurigaan dari masyarakat luas. Subhanallah, begitu mulianya ajaran agama ini. Semua telah diatur sedemikian rupa dari hal yang kecil sampai urusan yang besar. Hmmm,,, namun ajaran ini berkembang dari zaman ke zaman, masing-masing menyesuaikan dengan suku, bangsa dan adatnya.

Di Indonesia misalnya, ntah ini di anut semua suku di Indonesia atau bagaimana penulis juga belum pernah meneliti lebih dalam. Tapi yang terjadi pada umumnya orang Indonesia, momen pernikahan justru identik dengan menghamburkan uang. Bahkan untuk mengabadikan sebuah momen pernikahan berakhir dengan meninggalkan hutang, menjual rumah, sawah dan lading. Pernikahan dan walimatul ‘ursy dijadikan sebagai ajang menunjukkan sebuah status social dan ajang bisnis yang sekali lagi tidak pernah tertuliskan.

Kita kebanyakan melupakan esensi sejatinya sebuah pernikahan. Pernikahan adalah sebuah janji agung kita pada manusia dan kepada Tuhan, bahwa kita akan menunaikan sebagian perintahnya, meleburkan dua pribadi yang berbeda dalam sebuah bingkai jalinan yang suci. Dalam sebuah pernikahan itu, kelak kita akan terus disuguhkan dengan teka-teki yang tidak pernah ditemui saat masa penjajakan, disuguhkan dengan praktek-praktek yang terkadang tidak berkesesuaian dengan teori yang didapat dari buku. Kita dituntut menjadi pembelajar yang baik jika kita menghendaki rumah tangga yang langgeng lagi utuh.

Mungkin inilah, mengapa Allah mengatakan bahwa menikah sama saja memenuhi setengah dari agama Allah. Karena dalam didalamnya, kita akan terus melewati fase-fase kehidupan secara nyata. Tentu kita tidak pernah membayangkan sebuah perceraian saat akad itu berlangsung, tapi pada kenyataannya? Banyak rumah tangga yang seumur jangung akhirnya terputus di meja hijau, bahkan ada juga rumah tangga yang telah digeluti puluhan tahun berujung dengan perceraian dengan alas an ‘Kita berseberangan’.


Dibutuhkan kesabaran kelas tinggi, komunikasi yang berkesinambungan dan kecerdasan emosional bagi pelakunya agar kelak berakhir dengan happy anding.
**
Ya Allah ya Tuhanku.. Di bulan yang banyak orang melangsungkan pernikahan, ku meyakini, bahwa ketika prosesi akad itu berlangsung, ribuan malaikatmu turun ke bumi dan mendoakan keberkahan bagi tiap-tiap mempelai. Ku bermunajat pada-Mu, berikan aku jodoh yang solih, jodoh kelak dia bias menjadi teman dan sahabat dalam hidupku, jodoh yang merupakan patahan sayapku (jika kami dekat maka kami saling mengasihi, menghormati, menghargai hingga kebahagian yang terus kami rasakan saat bersama, jika jauh, kami saling mendoakan, menjaga kesucian masing-masing diri dan saling merindui satu dengan lainnya), jodoh inilah yang nantinya akan menyelamatkan kehidupan dunia dan akhiratku, jodoh inilah yang nantinya menghantarkanku pada sebuah kebahagian kala susah dan senang hingga dunia-akhirat.

Dibutuhkan kesabaran kelas tinggi, komunikasi yang berkesinambungan dan kecerdasan emosional bagi pelakunya agar kelak berakhir dengan happy anding.

Sunday, November 28, 2010

Peristiwa Berdarah Mesuji: Sedikit Saja Gunakan Akal Manusia


Peristiwa yang sangat tidak bisa diterima akal sehat saya. Perang antar desa hanya gara-gara seekor ayam.

Kamis (25-12) saya mendapatkan informasi dari Jon, teman pers dari Kompas. Melalui pesan singkatnya dia mengatakan "Bentrok warga di Desa Simpang Pematang, sudah 3 orang yang tewas"... Saya masih kurang mendapatkan informasinya, tapi seketika itu juga saya menilai informasi ini sungguh menarik untuk ditindaklanjuti. Diskusi lewat sms-pun terjadi antara saya dan Jon. Intinya, dengan atau tanpa teman dan fasilitas kendaraan yang memadai, Jon akan tetap melakukan tinjauan keesokan harinya.

Di akhir pesannya dia mengatakan "Gua punyanya cuma motor ne, jadi inilah yang bisa menghantarkan gua ke sana, besok. Coba lo tanya anak-anak TV siapa tahu mereka bisa bawa mobil ke sana,"..Berkoresponden dengan Oki (sumber pertama) pun aku lakukan, dia mengabarkan perkembangan demi perkembangan setelah kejadikan memilukan itu.

Perang alasan pun terjadi dalam benakku. Sungguh ku ingin berada di sana. Ku ingat Jumat sore jadwalku mengisi BBQ juga Ujian Tengah Semester (UTS). Ingin rasanya ku tinggalkan semua urusan pribadi itu, tapi bagaimana caranya biarku bisa sampai ke sana, tanpa sebegitu lelah karena perjalanan jauh. Aku cukup bisa mengukur diri, bahwa sebenarnya fisikku tidak punya ketahanan yang baik. Aku tidak mau sesampaiku di sana, justru tidak ada berita yang bisa ku laporkan ke pendengar, hanya karena aku sendiri kewalahan mengurusi fisik ini.
***
Waktu telah menujukkan pukul 11.00, terus pantau perkembangan baik dari televisi maupun dari institusi yang berwenang meleraikan pertikaian itu.. Bapak Kapolda dan Bapak Direskrim Lampung saat ku hubungi tengah dalam perjalanan menuju lokasi. Sementara, Jon, telah terlebih dahulu sampai dan mengabarkan pasca konflik suasana Kampung Simpang Pematang mencekam.
***
Peristiwa bentrok antar warga di Kampung Wirabangun, Simpang Pematang, Kabupaten Mesuji disebabkan karena salah satu warga Simpang Pematang Panggang bernama Hasan bersama rekan lainnya hendak mencuri ayam, tidak langsung mencuri, terlebih dahulu Hasan mengikuti ajang sambung ayam. Ketahuan gelagat ingin mencuri, Hasan pun akhirnya dihakimi masa yang ada di lokasi saat itu. Tak lama kemudian, warga Simpangpematang Panggang berbondong-bondong berdatangan dengan jumlah masa yang tak kalah banyaknya. Masa membawa senjata tajam serta membabi buta setiap warga yang mereka lihat di lokasi.

Dampak dari peristiwa itu, 4 orang tewas, 2 rumah terbakar dan puluhan korban lainnya luka-luka parah. Dan, sampai tulisan ini saya terbitkan, suasana masih mencekam 70 persen warga masih enggan kembali ketempat tinggalnya. Mereka masih khawatir, jika peristiwa itu kembali terulang. Kampung Rawabangun sunyi senyap, seperti mati dari kehidupan, aktifitas ekonomi terhenti. Sejumlah kepolisian masih terus melakukan pengamanan desa dan upaya perdamaian pun terus dibangun demi kebaikan bersama.
***
Peristiwa seperti ini bukan hal baru, beberapa kali perang antar warga di seantora nusantara terus terjadi. Pemicunya kerap dengan hal-hal yang sederhana. Ntah itu gara-gara ayam, ponsel atau penyebab lainnya. Emosi orang Indonesia paling mudah tersulut pada hal-hal yang kecil dan remeh-temeh, tapi mengecilkan hal yang besar. Mungkin inilah salah satu faktor yang membuat Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara berkembang lainnya.

Kita yang berkonflik ataupun kita yang berada diluar ranah itu, coba tengok ayam yang menyebabkan perseteruan itu, masihkah ayam itu ada dikandang? Perhatikan lagi, apakah ayam itu dengan asyiknya terus mematuk-matuk pakan pemberian tuannya bersama betinanya atau rekan ayam lainnya tanpa beban? Sekali lagi ayam tetaplah binatang yang menjalankan kehidupannya berdasarkan insting. Kala dia lapar, maka dia akan mencari makan, kala musim kawin maka dia akan memburu betina dan seterusnya. Begitulah kehidupan binatang pada umumnya, wajar berprilaku seperti itu karena binatang, beda dengan manusia yang dilengkapi dengan akal dalam penciptaannya.

Andaikan ayam yang dipeributkan itu dibekali akanl, pasti dia akan tertawa terbahak-bahak seraya berkata "Lihat anak manusia itu, mereka bertikai karena saya..Padahal saya ini andaikan mereka potong lalu di masak, pastilah akan mengenyangkan rasa lapar mereka, tapi kali ini mereka bertikai karena saya. Betapa hebatnya saya ini. Ha..ha..ha..ha..ha.."

Dalam sebuah pertikaian yang kalah jadi abu dan yang menang jadi arang..Semua tersulut oleh amarah yang berkobar-kobar..Sungguh tidak akan jadi apa-apa. Justru hanya bisa melumpuhkan akal sehat saja.

Wahai saudaraku yang bertikai, dimanapun kalian berada! Lakukan apa yang semestinya anak manusia lakukan. Renungkan apa yang telah kalian lakukan! Lihat apa dampak dari yang kalian lakukan! Nyawa melayang, rumah terbakar dan kini aktifitas yang mendukung merut kalian terpaksa terhentikan karena ulah kalian. Apa yang patut dibanggakan dari semua ini? Sudah waktunyanya gunakan sedikit saja akal sehat kalian, duduk bersama untuk menyelesaikan konflik yang tak penting ini, apapun alasannya. Dan terakhir, jangan pernah mengulangi perbuatan bodoh yang tak bertanggungjawab ini.

Tuesday, November 23, 2010

Kotornya Pikiran ini


Betul kata orang, air tergenang biasanya menimbulkan penyakit disertai aroma tak sedap dan semua itu menimbulkan keresahan ekosistem disekitarnya. Ikan-ikan dan tanaman akan mati serta tidak ada satu makhluk bersihpun yang mau menghinggap, yang ada makhluk-makhluk yang tidak disukai manusia yang akan hidup dan berkembang biak didalamnya atau disekitarnya.

Demikian pula dengan manusia. Jika segala potensi yang dimilikinya tidak bergerak sebagaimana mestinya, maka potensi itu akan tumpul dan bukan hal yang mustahil dia akan jadi penonton serta banyak mengkritisi setiap sepak terjang orang lain. Dia akan menjadi pengamat yang ulung. Sudah sunnatullahnya, orang-orang yang berada dalam barisan ini tidak disukai dengan orang sekitarnya, karena dia menimbulkan keresahan bagi banyak orang.

Efek yang timbul bagi adalah sakit jasmani dan rohani. Menurut ilmu kesehatan, fungsi organ jika tidak digunakan sebagaimana mestinya dapat menimbulkan penyakit. Dan patut digarisbawahi bahwa, penyakit itu tidak datang tanpa ada sebab, dan penyakit yang menghinggap pada makhluk merupakan akumulasi kebiasaan buruk yang kerap dikerjakan oleh pelakunya.

Demikian pula penyakit rohani, penyakit rohani ini juga terbentuk dan mengarat dalam hati manusia karena ada sebuah kebiasaan buruk terus dilakukan, dipupuk dan dipelihara yang lama-kelamaan menjadi karakter pribadi individu yang bersangkutan. Setiap manusia ada sisi baik dan buruknya, namun jika sisi buruk lebih dominan dan menghiasi kepribadian kita, maka jangan harap orang lain akan mendekat dan merasa nyaman berada disamping kita (Na'udzubillahi mindzalik).
**
Sejujurnya ku katakan, bahwa sebenarnya ada sebuah pemikiran buruk sangka yang menggelayuti pikiran dan hati ini. Teori di atas benar, belakangan ku kurang memanfaatkan bakat yang semestinya terus diasah agar ia tetap tajam, Sehingganya, pribadi pengamat, merasa benar sendiri, buruk sangka disadari mulai menghinggap pada diri ini.

Terkadang ku mulai perhatikan kehidupan para teman-teman yang menurutku kehidupannya lurus-lurus saja. Secara tampilan mereka tanpan dan cantik, karier terus menanjak diikuti dengan financial yang mapan, baik dalam berorganisasi, kemudian mereka menikah dengan orang-orang yang menurutku sungguh mereka disandingkan dengan orang-orang yang tepat pada waktu yang tepat pula, lalu kehidupan mereka bahagia bersama buah hati yang dititipkan Allah pada mereka.

Ya Allah, begini ya rupanya kalau cara pandang kita tidak seimbang dalam memandang kehidupan ini. Semuanya dipenuhi perasaan ketakutan dan was-was, hingganya sulit bagi kita untuk berfikir positif dan terbuka. Kita merasa diri ini serba kekurangan sementara orang lain sepertinya tidak sulit untuk menggapai sebuah angan menjadi nyata.

Ya Allah, betapa kotornya hati ini,,jika ternyata memang demikian yang tersembuyi dalam hati. Betapa sesungguhnya hati ini berpenyakit, ku terus dilenakan dengan prasangka-prasangka, ku terus merasa pemikiran inilah yang paling benar, ku merasa diri ini sudah sebegitu terbuka sementara orang lain masih berfikiran sempit dalam memandang hidup. Jadi teringat akan pesan sahabat "Jika kamu ingin tahu bagaimana dirimu sebenarnya maka tanyakan pada orang sekitarmu, karena mereka cerminan nyata dirimu,"... Satu lagi, menurutnya aku picik, labil, tidak fair dan mengabaikan kebaikan-kebaikan orang lain.

Hmmm... Kata-katamu selalu tersimpan dengan baik sobat, sampai kapanpun akan selalu teringat. Sama sekali ku tak membantahkan predikat-predikat yang kau berikan padaku, semua itu ku jadikan cambuk dalam hidupku. Semua yang dikatakan benar, namun tak semuanya benar.

Terlepas dari cerita yang sempat terlintas dalam pemikiran ini, pemikiran kotor, justru akan menimbulkan keluh-kesah pada Sang Pencipta. Dan keluh kesah, akan mengabaikan nikmat Allah lainnya yang telah kita dapatkan. Kita selalu disibukkan dengan hal-hal yang tidak kita miliki dan mengabaikan yang telah kita miliki. Kita lupa bahwa sebenarnya masih banyak orang yang tidak bernasib sebaik kita, dan kita lupa pula bahwa dunia ini terus bergerak, jika kita tak ikut pergerakaannya maka kita akan tergerus olehnya.

Kembali ku ingatkan pada diriku sendiri, bahwa setiap manusia sejak ditiupkan ruh dalam janin anak manusia, mulai saat itu juga sudah ditetapkan jodoh, rizki dan maut pada jiwa tersebut (itu janji Allah pasti). Lantas, mengapa harus memikirkan nikmat orang lain? Kemudian, Perlu juga ku mengingatnya, bahwa Allah itu maha penyayang, pada semua ciptaaNya baik yang beriman ataupun tidak beriman padaNya. Dia akan memberi bagi orang yang bersungguh-sungguh. Lantas, mengapa tak kau kejar semua itu? Allah berlepas tangan pada pilihan hidup manusia. Lantas, mengapa tidak kau pilih yang terbaik dalam hidupmu.

Rasanya terbantah semua pemikiran kotor ini..Astagfirullah hal 'azim.. Nimat Tuhanmu yang mana telah kau dustakan? Duhai Allah,, Maafkan kejahilan ini. Ampunkan segala dosaku dan terimalah sedikit amal kebajikan yang pernah ku buat dalam hidupku, jadikan ia penyelamat pada masa perhitunganMu.

Sunday, November 21, 2010

Lindungi Hak TKI

Kasus Sumiati pembantu rumah tangga di siksa oleh majikannya bukanlah kasus baru yang menimpa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri. Setiap ada kasus penganiyayan, pemerintah Indonesia selalu berang, muka memerah, hidung menghendus-hendus dan telinga memanas (seperti siluman kerbau yang sedang marah). Buru-buru pemerintah dengan segala kekuasaannya mensomasi pemerintahan negara lain yang warga negaranya melakukan tindakan tidak manusiawi terhadap TKI.

Sering kita mendengar dan melihat pemberitaan tidak wajar ini di media nasional, selalu begitu terus kebijakan pemberintah. Menarik TKI yang dipekerjakan di negara tersebut, membuka-buka Memorandum Understanding (MoU) dan seterusnya. Intinya, pemerintah Indonesia tidak terima dengan perlakuan salah satu warga yang mendapat bantuan tenaga pembantu rumah tangga dari Indonesia.

Kasus terakhir penganiyayan TKI bernama Sumiati asal Nusa Tenggara Barat yang di potong bibirnya oleh majikannya di Arab Saudi. Sungguh, prilaku yang sangat keji. Dan Kami warga Indonesia menyatakan mengutuk tindakan itu dan meminta pemerintah Arab Saudi bertindak tegas atas prilaku warganya yang tidak berprikemanusiaan.

Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa tenaga kerja kita selalu diperlakukan demikian? Memang tidak semua TKI mendapat perlakuan sama seperti Sumiati. Tapi coba kita tilik ke belakang, selama kurun waktu 10 tahun, Pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono atau pemerintahan sebelumnya, sudah berapa tenaga kita di aniyaya warga asing? Terus, adakah langkah konkrit Pemerintah Indonsia yang dapat berdampak pada efek jera pada pelakunya?

Selama ini yang kita ketahui, pemerintah bertindak secepat kilat menyambar begitu mendapat berita buruk itu. Namun disayangkan, tindakan-tindakan pemerintah Indonesia hanya berdampak taubat sambal. Hari ini sang majikan kapok tidak ingin bertindak seperti binatang, tapi pada waktu yang akan datang, majikan-majikan bengis itu berulah lagi. Dan korbannya selalu tenaga kerja asal Indonesia. Apa salah tenaga kita selalu disiksa dan dianiyaya..

Saya jadi teringat pertemuan dengan seorang TKI di ruang tunggu Bandara Soekarno-Hatta lebaran Idul Fitri lalu, dia TKI yang bekerja di Saudi Arabia. Saya sendiri tidak ingat namanya, yang saya ingat, dia berasal dari Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat juga. Selama dalam masa tunggu penerbangan, perempuan berputra 3 ini banyak bercerita tentang pengalamannya selama 3 tahun menjadi TKI. Dia termasuk TKI yang beruntung, karena majikannya memperlakukannya dengan baik. Ada juga beberapa rekannya yang diperlakukan tidak menyenangkan dan harus kembali ke Indonesia dengan kekecewaan dan cucuran air mata.

Ada satu alasan yang menurut saya cukup menjadi catatan serius bagi pemerintahan kita. Mereka bekerja ke luar negeri motivasinya satu. Ingin keluar dari kemiskinan, dengan pertimbangan di luar negeri bekerja sebagai pembantu rumah tangga, bisa dihargai mencapai 2juta-2,5 juta, sementara di Indonesia, gaji tertinggi untuk seorang pembantu rumah tangga pada umumnya sekitar Rp250 ribu sampai Rp300 ribu. Sungguh pemikiran yang sangat logis. Apalagi motivasinya ingin segera keluar dari kemiskinan. Dalam hitungan 3-5 tahun TKI bisa mengumpulkan modal ratusan juta.

Dan berdasarkan catatan Metro TV, TKI asal NTB sebanyak 4000 orang dan 400 diantaranya bekerja di Saudi Arabia. Itu baru satu provinsi bagaimana dengan catatan secara nasional? Bayangkan, andaikan warga negara Indonesia yang secara ekonomi kehidupannya dibawah standar, menjadi TKI, mereka pikir adalah sebuah solusi untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Artinya pemerintah telah gagal memberi penghidupan yang laik bagi rakyatnya.

Masih melanjutkan cerita seorang TKI asal Bima, saat dia dan sejumlah temannya sampai di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, dengan sangat jujur ia mengeluhkan prilaku para calo yang berjaga-jaga di pintu masuk terminal. Tarik menarik barang bawaan dan adu otot dengan para calo adalah pemandangan yang menarik untuk di pantau. Dilihat tampangnya lugu saja, maka TKI itu jadi sasaran empuk pagi para calo. Inilah potret nyata, bahwa orang Indonesia juga tidak menghargai orangnya sendiri.

Adakah pemerintah melakukan penertiban di terminal Internasional itu? Ternyata tidak juga.

TKI yang berjuang di luar negeri demi sebuah kehidupan yang laik adalah upaya yang semestinya patut dihargai oleh pemerintah. Dengan keputusan mereka menjadi TKI artinya, masyarakat telah mengurangi beban pemerintah. Pemerintah adalah sebuah lembaga yang sakral. Orang-orang didalamnya punya hak penuh terhadap regulasi yang mengatur hajat hidup orang banyak secara tegas dan bijaksana. Apa susahnya bagi pemerintah menjaga dan melindungi hak-hak TKI?


Tentu kita berharap, kasus Sumiati adalah kasus terakhir yang mewarnai per-TKI-an, kita tidak ingin ada TKI lain yang bernasib sama seperti Sumiati. Semua itu, bukan hal yang sulit buat pemerintah, hanya dengan satu catatan, bersikap tegas dan disiplin. Selama sikap itu masih tersimpan dalam pemikiran saja, tanpa ada sebuah aplikasi nyata, maka yakinlah, mimpi buruk itu selalu hadir dalam kehidupan para TKI.

Thursday, November 11, 2010

Hikmah Bertemu si Tukang Bambu

Selasa (10 November 2010), sebetulnya saya ingin menceritakan kisah ini pada hari itu juga, namun setumpuk kepentingan kampus menuntutku untuk all out di sana. Akhirnya baru hari ini ku mampu menuangkan cerita itu salam lembaran-lembaran yang saya sendiri tidak mengetahui apakah akan dibaca banyak orang atau tidak.

Yah, di Selasa pagi, sekitar pukul 10.00 Wib saat ku keluar rumah, sepintas di Jalan Flamboyan ku melihat seorang penjual bambu yang tengah beristirahat dari aktifitas menjajakan setumpuk bambu. Nampak dalam penglihatanku laki-laki ini meneguk minuman yang terbungkus dalam kresek hitam, sesekali ia mengipasi wajahnya yang penuh keringat dengan topi hitam miliknya.

Motor Kirana yang selalu menghantarkanku beraktifitas balik arah menuju peristirahatan penjual bambu itu. Ku perhatikan ikatan bambu itu masih erat sekali, seperti belum pernah terbuka dari ikatan awalnya. diperkirakan ada sekitar 20 bambu yang bapak paruh baya ini pikul.

"Berapa harga bambunya pak?" tanyaku,
"10 ribu neng.." jawabnya sambil buru-buru ia memakai topi hitamnya.
"Bapak jalan dari mana?" kembali tanyaku
"Saya jalan dari Batu Putuh, Teluk Betung"
"Sudah laku berapa bambunya?"
"Belum ada yang laku neng"...

Sambil terus mendengarkan penjelasan dari tukang bambu itu, ku mengeluarkan dompet coklat..Dompet yang sudah bertahun-tahun belum pernah tergantikan.Yah seingatku, dompet ini pemberian dari Ci' Ami sewaktu ia berangkat ke Jogja. Seingatku, seumur hidup baru 3 kali ganti dompet dan dompet-dompet yang ku miliki pemberian orang lain. he3x..

Ku keluarkan uang Rp50 ribu dari dompet panjang coklat itu.."Pak tolong diterima ya, mudah-mudahan ada manfaatnya," Begitu kataku, sambil menyodorkan uang itu kepadanya. Sungguh di luar dugaanku, bapak ini sama sekali tidak mau menerima pemberianku. "Gak neng terima kasih," begitu katanya..Terus ku memaksa agar bapak ini mau menerima pemberianku, tapi semakin kenceng pula bapak ini menolaknya. Hingga akhirnya ku coba membeli 1 buah bambu tapi ku minta di antar ke rumahku. "Kalau begitu saya beli satu bambunya ya pak, tolong ini diterima uangnya" kataku.. Bapak ini tetap bersikeras tidak mau. "Tidak ada kembaliannya," jawabnya.. "Ya sudah bapak ambil semua kembaliannya," tegasku...Tetap bapak berambut keriting ini tidak mau menerimanya.

Akhirnya, ia membelakangiku dan membiarkan ku terus berbicara sambil menyodorkan uang..Aku pun terdiam sejenak dan mematikan mesin motor yang terus hidup. Rupanya ku menyerah dengan sikap diamnya. "Ya sudah pak,,saya hanya bisa berdoa semoga hari ini bambu yang bapak bawa laku terjual semua,"... tetap tidak mengubah posisnya, namun sayup-sayup terdengar dia mengamini perkataanku. Dan akhirnya, aku pun balik arah dan pergi darinya.
**
Sepanjang jalan ku bertasbih.. Subhanallah walhamdulillah walaa ila hailallah Allahu Akbar...Hikmah apa yang ingin kau sampaikan padaku ya Allah..Mengapa ku dipertemukan orang seperti dia? Orang dengan segala keterbatasan, namun tidak mau menerima pemberian dari orang lain secara cuma-cuma.

Ya Allah ternyata aku tak sehebat orang ini...Aku yang masih muda, sehat, dibekali akal tapi senang menerima pemberian orang dengan cuma-cuma. Terima kasih ya Allah, kau telah ingatkan aku dengan penuh kelembutan melalui si penjual bambu ini...Ku yakin, ini bukan peristiwa kebetulan saja, melainkan sudah ada skenarioMu untukku menjadi manusia yang mensyukuri nikmat-Mu.

Obama dan Perdamaian Islam-AS

Kedatangan Presiden Amerika Serikan Barack Husein Obama ke Indonesia tidak lebih dari 24 jam, namun kesan baik begitu melekat dari sosok Obama selama di Indonesia. Sikapnya tenang, pandai menempatkan diri, menghargai orang lain dan terpenting sosok Obama memang punya inter personal yang baik. Saya cukup memperhatikan bagaimana begitu memposisikan menjadi pendengar yang baik manakala Presiden Indonesia Soesilo Bambang Yudhoyono tengah memberikan keterangan persnya di Istana Negara. Obama memperhatikan lekat wajah SBY, mengarahkan badannya ke sumber bicara dan seolah ia mendengarkan dengan baik kata demi kata yang disampaikan SBY.

Perhatikan pula saat Obama di minta untuk bicara (setelah jamuan makan malam)! Dia memulainya dengan memuji masakan Indonesia "Terima kasih, atas hidangannya. Ada baso, nasi goreng, emping, kerupuk.. Enak sekali, I like it," Awal yang baik untuk menarik simpati orang audiens...Dan perhatikan, betapa pejabat negara bangga atas pujian Obama dan mengapresiasi Obama dengan derai tawa dan tepuk tangan.

Perhatikan pula saat Obama hendak menuju podium bertemu dengan 5ribuan mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Depok. Obama melambaikan tangan ke arah audiens dengan wajah yang total. Demikian pula pembuka pidato yang lagi-lagi dimulai dengan "Assalamu'alaikum, salam sejahtera, pulang kampung neh" sembari tersenyum lebar.. Dan satu lagi kata yang terpenting yang dia ucapkan "Indonesia adalaha bagian dari diri saya"

Inilah kelebihan dari lelaki yang pernah berinteraksi dengan anak Indonesia di Jakarta beberapa tahun lalu. Obama jauh lebih santun daripada orang Indonesia sendiri. Dia tidak jaim serta total mengekpresikan diri. Obama memang pandai memikat hati jutaan warga Indonesia baik yang melihat secara langsung maupun tidak langsung. Bayangkan, tetangga sekitar rumah saya pada hari kedatangan Obama, mereka semua tak habis-habisnya memperbincangkan Suami Michelle, sampai kaum ibu di sekitar rumah saya menunda aktifitas rumahannya. Mereka terpesona dengan Obama.
**
Kedatangan Obama ke Indonesia tentu bukan hanya bernostalgia masa-masa kecilnya di Indonesia. Namun ada tujuan yang lebih penting daripada itu semua. Ada kepentingan kerjasama Bilateral Indonesia-Amerika Serikat (yang mencakup insfrastruktur, ekonomi dan pendidikan) dan yang lebih penting dari itu semua adalah, Obama ingin mempelajari karakter negara-negara Islam khususnya di Indonesia yang sebagian besar penduduknya muslim.

Berikut ini catatan Republika Obama bicara Islam:
Tanggal 20 Januari 2009 Washington DC, AS saat dilantik menjadi Presiden ke-44 AS "Kami akan mencari cara baru ke depan berdasarkan kepentingan bersama dan saling menghormati"

Tanggal 6 April 2009, Ankara, Turki "AS tidak sedang dan tidak akan berperang dengan Islam. AS ingin menjalin kerjasama yang baik dengan dunia Islam. AS akan menggulirkan program untuk merangkul dunia Islam"

Tanggal 4 Juni 2009, Kairo, Mesir "Perselisihan dan saling curiga pasca tragedi 9/11 perlu diakhiri. Islam bukan bagian dari masalah tapi bagian penting untuk mendukung perdamaian"

Tanggal 13 Februari 2010, Doha, Qatar "AS berupaya keras mendengarkan suara umat Islam dan melanjutkan dialog untuk memperbaiki ketegangan hubungan yang selama ini terjadi. Tidak mudah membangun hubungan baru AS-Islam, ini membutuhkan komitmen jangka panjang dari kedua belah pihak"

Tanggal 10 November 2010, Jakarta, Indonesia "Sudah saatnya mengakhiri saling curiga antara AS-Islam"

Begitulah pesan sisipan yang disampaikan Obama dalam kunjungan kerjanya di
sejumlah negara-negara Islam di dunia.

Wahai Obama! Perlu diketahui, bahwa Islam adalah agama yang cinta perdamaian. Ajaran Islam adalah ajaran yang tidak bisa dipisahkan antara urusan dunia dan akhirat, satu dan lainnya saling mendukung dan berkaitan.

Kaum Muslim minoritas di negaramu dan kaum muslim di sejumlah negara lain menaruh harapan besar dipundakmu. Pasti Islam sangat bersekapat bahwa kita akan berkominten untuk hidup berdampingan secara rukun dan damai. Tidak saling mencurigai asal dengan catatan jangan mengelabui Islam demi melancarkan sebuah misi yang merugikan pihak lain.

Selama Israel terus bertindak brutal dan menebar peperangan di negara-negara Islam khususnya Palestina, maka sikap dingin "saling mencurigai" akan terus berlanjut..Selama film-film yang memojokkan Islam sebagai teroris dan Amerika berperan sebagai jagoan! maka mustahil hidup berdampingan secara damai bisa berjalan sebagai mana mestinya. Semoga Obama bisa melerai perseteruan antara Islam-As.

Teruntuk saudaraku yang telah mencibir aksi-aksi ormas Islam..Mungkin inilah jawaban kenapa mereka kurang berkenan atas kunjungan Presiden AS Barack Obama ke Indonesia. Mereka hanya tidak ingin pemerintah menyambut baik kedatangan orang yg mereka nilai bermuka dua. Satu sisi mereka (AS) meminta perdamaian tapi sisi lain mereka terus membuarkan Israel bertindak seenak perutnya di negara Islam..Bukankah kita sama-sama membenci wajah bermuka dua?

Dan satu hal lagi! Ormas Islam tidak pernah melupakan duka di negeri ini..Asal diketahui saja, mereka bergerak melakukan penggalangan dana. Tapi tidak dengan gembar-gembor di media, karena itu sudah sering mereka lakukan. Dan mereka jauh lebih jujur dalam menyalurkan bantuan dan sepenuh hati membantu saudaranya.(*)

Monday, November 8, 2010

Bekerjalah Walau Kita Berbeda

Hari ini (Senin, 8 November 2010) Ku amati status demi status yang bertebaran di jejaring Facebook..Ku yakini status yang tertuliskan mencerminkan pribadi orang yang bersangkutan. Ada yang menulis mengalun-alun terbuai dengan perasaan hati mencari simpati, ada menuliskan perkembangan terkini adan pula yang menulis sangat remeh-temeh. Saya pribadi termasuk penulis status ketiganya..Terkadang masalah pribadi, perkembangan dunia tapi rasanya belum pernah menulis hal yang menurutku kurang penting untuk disebarkan. Prinsipku, jejaring facebook adalah wasilah untuk berbagi informasi dan berbagi ilmu.. Rasanya ku tidak pernah membiarkan diri ini menuliskan sesuatu yang sifatnya tidak penting.

Hmm,, Kita ketahui, bencana demi bencana selama kurun waktu kepemimpinan Soesilo Bambang Yudhoyono terus terjadi dimana-mana. Ingat bagaimana Tsunami di Aceh yang menelan korban ribuan nyawa, ingat gempa Jogja dan wilayah lainnya? Ingat ledakan pesawat? Ingat banjir? Bahkan masih hangat diingatan kita Banjir di Wasior, Tsunami di Mentawai, letusan gunung Merapi di Jawa Tengah hingga sekian dari penduduk di Jawa Tengah harus di evakuasi.

Di tengah duka yang menimpa Bumi Indonesia, kita kedatangan tamu agung dari Amerika Serikat. Yah, dia adalah Presiden AS Barack Husein Obama. Belum diketahui secara pasti apa sesungguhnya motivasi kunjungan ke negeri tempat ia pernah tumbuh kembang. Kedatangan beliau cukup mengundang kotroversi dari sejumlah ormas. Sebut saja Harokah Hizbuttahrir Indonesia (HTI), mereka adalah kelompok yang paling lantang menentang kedatangan Barack Obama ke Indonesia. Argumennya, kelompok ini tidak ingin negeri yang sebagian besar penduduknya adalah muslim, kedatangan tamu yang konon merupakan dalang penghancur kaum muslim se-dunia. Mereka menggelar aksi se-Nusantara atas bentuk penentangan mereka sebagai Warga Indonesia.

Aksi HTI cukup mengundang komentar yang sengit dari kelompok lainnya. Terkesan mereka antipati dengan aksi HTI bahkan menjeneralkan semua haroki untuk membenarkan pikiran negatif mereka terhadap ormas yang berpandangan syariah.

Saudaraku.. berpandangan syariah atau tidak berpandangan syariah, perlu kita ingat bahwa kita berada dalam satu wadah Negara Kesatuan Indonesia (NKRI). Kita satu nasib satu perjaungan. Berbahasa, bernegara satu yaitu Indonesia. Rasanya tidak pantas buat kita mengklaim kelompok kitalah yang paling benar. Adanya perbedaan cara pandang adalah bagian daripada sunnatullah (Rahmatan Lil Alamin), berbeda bukan untuk kita membeda-bedakan satu dengan lainnya, dari perbedaan justru menyatukan kita menjadi satu-kesatuan.

Bukankah hidup itu akan lebih berwarna dan lebih hidup jika ada perbedaan? PR bangsa ini membutuhkan pemikiran dan tenaga kita dalam penyelesainnya. Andaikan konflik yang tidak subtansial terus kita kedepankan, maka yakinlah, nasib bangsa ini tidak akan ubah dari sebelum-sebelumnya. Sungguh kita telah mengetahui, persoalan besar bangsa kita.

Saudaraku,,lihatlah ke depan, lihat saudara kita yang hari ini meraung-raung kesakitan, ketakutan dan kepedihan.. Mereka membutuhkan uluran tangan kita, mereka butuh dukungan kita secara moral dan materi..Mereka membutuhkan kerja nyata kita, mereka tidak butuh perdebatan kita. Rasanya tidak pantas ditengah kelonggaran kita seperi sekarang ini, justru kita manfaatkan dengan memperdebatkan hal yang tidak prinsip.

Biakan Obama datang dengan segala kepentingannya, biarkan HTI beraksi..Biarkan Jupe dan Depe berkonflik dengan urusan pribadinya dan biarkan kiai kondang menyelesaikan masalahnya. Segenap permasalahan yang mereka hadapi sungguh tidak ada seujung kukunya dari permasalahan bencana yang terus mengguncang Indonesia. Tahukah kita? Sungguh Allah telah menguji kesolidan kita, menguji tingkat empati kita (Apakah kita masih punya jiwa sosial yang tinggi atau sebaliknya?).

Indonesia.. negeri kita tercinta akan berhenti berguncang manakala kita penduduk yang menduduki negeri ini mau berdamai dengan diri sendiri dan orang lain serta alam sekitar..so..berhentilah menjadi komentator,karena itu tidak akan ada gunanya..Bukankah terus bekerja lebih baik daripada terus berdebat?

Mengutip sedikit perumpamaan Anis Matta: Jadi kalau diibaratkan minuman bersoda dituangkan ke dalam gelas maka kita akan melihat pemisahan antara buih dan minuman itu sendiri. Perhatikan, buih itu akan lenyap seiring waktu berjalan. Buih itulah manusia yang banyak retorikanya dan orang-orang bekerjalah yang akan tetap berada dalam becana. Sungguh kita pasti bisa putuskan posisi yang ingin kita harapkan!

Sunday, November 7, 2010

Nuril Terlahirkan, Misran Pergi

Tahun 1984 silam, di malam yang gelap gulita, penerangan listrik belum masuk ke desa Sekampung Udik, sepasang suami-istri membawa obor mendatangi bidan kampong. Seorang lelaki menggedor pintu rumah dinas Jamilah yang merupakan bidan kampong. Tok.tok.tok.. “Bu bidan, buka pintunya, istri saya mau melahirkan,” Misran suami Maimunah terus menggedor pintu rumah bidan itu.. Bidan Jamilah satu-satunya bidan yang ditugaskan di Desa Sekampung Udik kala itu. Bidan Jamilah mulai bertugas sejak tahun 1980-an, dapat dipastikan kala itu para wanita sudah terbuka dengan dunia kebidanan berkat kegencaran Jamilah dalam menyosialisasikan dunia kesehatan secara medik, hampir setiap hari bidan Jamilah yang diperbantukan sejumlah perangkat desa menyosialisasikan program yang dicanangkan oleh pemerintah. Yah, program Keluarga Berencana (KB).

Program mengatur jarak kelahiran dan membatasi jumlah anak dalam keluarga kala itu memang bergerak cukup gencar. Berbagai cara dilakukan para bidan dan dokter untuk mencerahkan pemikiran para wanita kampong Sekampung Udik. Selain diberi pengetahuan kesehatan melakukan persalinan di bidan, warga juga diberi berbagai hadiah jika mereka melakukan persalinan di bidan.

Mainah sendiri tergolong orang yang mempercayakan keselamatan bayi dan dirinya kepada bidan. Berapapun biaya persalinan, Maimunah tidak merasa keberatan membayarnya.

“Tepat tanggal 4 Maret 1984, aku melahirkan putra bungsuku, dia ku beri nama Nuril Huda yang berarti (….)”

Maimunah mempunyai enam anak. Anak pertamanya bernama Sri Handayani, kemudian Sugeng Purnama, Nurmala, Elly Humairah, Kholiq dan Nuril Huda.

Empat hari kemudian,,

Azan kumandang subuh sayup-sayup terdengar dari Musolla Albalaq, Be’ Munah terbangun dari tidurnya, dilihatnya bayi yang baru dilahirkannya empat hari lalu tertidur pulas. Be’ Munah tersenyum melihat bayi mungil yang berada disampingnya, rasa sakit melahirkan seakan lenyap ketika melihat buah hatinya.

Be’ Munah menoleh kea rah jam wekernya, waktu menunjukkan pukul 05.00 wib. Perlahan Munah menurunkan kaki dari amben biru yang terbiat dari besi. Rasa sakit setelah melahirkan bukan baru pertama itu dirasakan, Munah telah merasakan enam kali, namun rasa sakit itu tidak membuatnya jera untuk melahirkan. Perempuan manapun akan merasa bahagia dapat merasakan sakitnya melahirkan, karena rasa sakit itu adalah anugerah Tuhan dan menujukkan sejatinya seorang perempuan. Tidak ada hal yang paling membanggakan dari seorang perempuan kecuali ia telah merasakan sakitnya melahirkan.

Kedua kaki Maimunah telah turun dan tubuhnya menepi dari amben besi itu. Munah melongokkan wajahnya ke bawah, didapatinya tubuh Misran tertidur dengan posisi tangan kanan merangkul kedua matanya. Misran tertidur pulas, hingga kumandang azan yang bersautan tak didengarnya lagi.

Sayup-sayup suara lembut Maimunah membangunkan suaminya “Pak, bapak,, bangun sudah subuh,”
Misran tak mendengarkan suara seruan istrinya. Lelaki keturunan jawa itu terus tertidur. Munahpun mengulangi seruannya. “Pak,pak, tangi wes subuh,”.. Misran baru tersadar dan langsung menyaut “eh” menandakan bahwa Misran mendegar seruan istrinya, meskipun posisi merangkul mata dengan tangannya belum berubah.

Singkat cerita, pagi itu burung-burung berkicau, matahari sedikit-sedikit mulai Nampak menyinari bumi, udara dingin diperkampungan begitu begitu segar saat dihirup. Seperti biasa setelah membersihakan diri dan bayinya Munah membawa Nuril mungilnya keluar untuk mendapatkan sengatan sinar matahari pagi. Sementara Misran, mengurus ke lima anaknya yang lain dan membantu pekerjaan rumah Munah yang tidak sempat lagi tertangani pasca melahirkan.

Belakangan Misran memang jarang keluar rumah, usaha kerupuk yang dikembangkan di Pugung Raharjo 5 tahun lalu tidak lagi berkembang secara baik. Misran lebih banyak di rumah, sementara untuk memenuhi kebutuhan keluarga Misran tidak mau ambil pusing, sedikit-sedikit peralatan pruduksi krupuk ia jualnya hingga benar-benar habis tak tersisa.

Misran bingung dengan kondisi yang kian sulit. Kebutuhan keluarga terus berjalan, termasuk kebutuhan biaya sekolah. Munah sering mendapati suaminya menyendiri di sudut dapur, menyilangkan kaki dan mengepulkan asap rokok. “ehem..” Munah memecah lamunan suaminya, “Mikiri opo to pak?” Tanya Munah, yang terus mendekat kea rah suaminya. Misran terkaget dan buru-buru mematikan rokok yang belum habis dia hisab. Misran tidak langsung menjawab pertanyaan Munah, dilihatnya Munah membawa bayi, Misran pun mengalihkan pertanyaan Munah “Ay..ay.. jagoan bapak,”… Munah menyerahkan bayi itu kegendongan Misran, Misran terus bermain-main dengan bayi kecilnya. “Bapak belum jawab pertanyaan saya tadi, bapak mikirin apa?” Munah mengulangi pertanyaannya. Miran langsung terhenti dari memainkan bayi mungilnya dan wajahnya mulai menujukkan keseriusan.

“Kakak-kakak Nuril sudah besar-besar ya Nah,”
“Semakin hari, usaha yang kita rintis bersama semakin tidak menujukkan hasil yang baik,”
“Kebutuhan hidup kita terus berjalan bahkan bertambah seiring bertambahnya anak kita,”
“Tapi coba kamu lihat, kakak semakin tidak jelas saja bagaimana memenuhi kebutuhan keluarga kita,”

Munah memperhatikan lekat mata suaminya, seperti ada sesuatu yang ingin dibicarakan lebih serius selain permulaan kata-kata yang baru saja ia dengarkan. “Maksud bapak?” Tanya Munah dengan penasaran. “Yah, aku tidak bias hidup begini terus, mungkin sudah waktunya juga kakak mulai merencanakan hal lain untuk memenuhi semua kebutuhan kita, andaikan kamu mengizinkan, kakak mau pulang lagi ke jawa, coba mengadu nasib lagi di sana. Mungkin ada rizki untuk membiayai kamu dan anak-anak kita”…

Munah terdiam tidak berkata sedikitpun atas rencana yang telah disampaikan Misran, mata Munah mulai berkaca-kaca dan tak terasa air matapun menetes dipipinya. Yang Munah tau, suaminya sangat jarang mencabut perkataannya, meskipun tidak mendapat persetujuan, suaminya akan tetap melakukan apa yang telah menjadi rencananya. Tanpa berbicara apa-apa Munah pun beranjak dari sisi Misran, Munah berlari membantingkan tubuhnya yang masih sakit itu ke tempat tidurnya dan menumpahkan kesedihan hatinya.

Sejak pembicaraan itu, rasanya hari-hari yang dilalui Munah terasa panjang. Munah dan Misran tak saling berbicara, hanya sesekali saja dan seperlunya saja untuk menutupi didepan anak-anak mereka. Misran semakin larut dipojokan dapur dan Munah pun pikirannya terus menerawang, tak terasa air susunya tertumpah dan membasahi wajah mungil Nuril. Menyadari airu susunya tumpah, Munah terburu-buru mengelap wajah Nurul dengan waslap hangat.

Apa yang menjadi keresahan Munah terbukti, Misran mulai mengemas beberapa baju yang akan dia bawa pergi. Sungguh Munah tak menyangka akan secepat itu. Misran menghampiri Munah dalam kondisi rapi, berkaca mata samar dan mengenakan topi coklat, di sebelah kiri tangannya Munah melihat suami dihadapannya menjinjing tas pakaian. “Munah, maafkan kakak ya, kakak harus pergi, ini demi kebaikan kita semua dan yakinlah, kakak akan segera kembali lagi,”… tangisan Munah tumpah kepelukan suaminya, bayi yang berada digendongan yang baru berusia 6 hari itu pun seolah merasakan kesedihan Munah, bayi itu menangis kencang. “Maafin Munah, kak.. Munah hanya belum siap ditinggal kakak, Nuril masih sangat kecil,”…Misran menjatuhkan tas jinjingnya dan memeluk erat istrinya, sesekali dia mencium kening Munah yang jatuh dipelukannya. “Huusss,” telunjuk Misran diletakkan dipermukaan bibir Munah…”Yakin sama kakak ya, kepergian kakak tidak akan lama, kakak segera beri kabar sesampainya kakak di sana. Kakak titip anak-anak ya, jangan ceritakan pada mereka kalau kakak pergi ke jawa. Andaikan mereka bertanya tentang aku, katakan pada mereka bapak pergi ke Karang sebentar”… Tangisan Munahpun semakin pecah, sesekali Munah menangguk-anggukan kepala menandakan bahwa akhirnya Munah pun setuju dengan keputusan Misran. Perlahan Misran melepas pelukan istrinya. Misran pergi.(Bersambung)

Tuesday, November 2, 2010

Jangan Ganggu Anak Krakatau Bermain

Sejak tanggal 29 Oktober lalu, diperhatikan semua pemberitaan tersedot peristiwa Tsunami di Mentawai dan meletusnya Gunung Merapi Jawa Tengah. Bahkan hingga kini, gunung tersebut terus mengeluarkan debu dan awan panas, sesekali mengeluarkan getaran yang membuat panik warga sekitar. Ahli vulkanik sendiri belum bisa memprediksikan sampai kapan aktivias vulkanik itu akan normal kembali.

Tsunami di Mentawai dan letusan merapi pun berefek pada pemberitaan media terfokus mengamati aktivitas semua gunung merapi di Indonesia. Satu diantara yang terus-terusan di sorot TV One adalah aktivitas Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda Lampung. Bahkan TV milik Pengusaha Abu Rizal Bakrie itu memutar berkali-kali bagaimana reporternya tengah meliput aktivitas gunung tersebut. Narsisnya lagi, mereka sudah sampai di kaki Gunung Anak Krakatau. Eksklusif memang kesannya, tapi saya pikir berita atau laporan tersebut tidak akan jadi eksklusif andaikan peristiwa buruk benar-benar terjadi saat sang jurnalis tengah melakukan laporan. Na'uzubillah mindzalik.

Sementara dunia juga mengetahui, bahwa gunung anak Krakatau merupakan gunung merapi teraktif di dunia. Sekitar tahun lalu, saat melakukan kunjungan dan pantauan langsung bersama sejumlah duta besar dunia yang di fasiliasi Dinas Parawisata, Lampung, memang kalau diperhatikan anak Karakatau mengeluarkan suara gemuruh disertai keluarnya asap dan bebatuan dari mulut gunung setiap 15 menit sekali.

Lantas, apa yang aneh dari aktifitas anak gunung Krakatau itu? Justru saya pribadi melihatnya dan menilai ini adalah keindahan fenomena alam. Wajar hingga akhirnya Pemerintahan Provinsi Lampung mencanangkan anak gunung Krakatau sebagai objek wisata nasional dan mancanegara di tahun 2009, belum lagi dengan kekayaan dan keindahan lautnya di sekitar gunung tersebut.

Kalau toh pengamat mengatakan anaka Krakatau saat ini berstatus waspada, tentu makna waspada itu tidak bisa disamakan dengan waspada di sekitar merapi di Jawa Tengah. Anaka Krakatau terletak di Selat Sunda Lampung, di sana tidak ada kehidupan anak manusia. Berbeda halnya dengan merapi Jawa Tengah yang sekitarnya masih dipadati penduduk.

Media dalam hal ini sebagai perpanjangan mulut, diharapkan tidak mengembangkan isu sentitif ditengah kondisi yang keruh seperti ini. Kesannya menakut-nakuti publik. Media harus punya sikap menenangkan bukan memperkeruh keadaan dengan pemberitaan yang berlebihan.

Jadi biarkan Anak Krakatau melakukan aktifitas vulkaniknya. Dia sedang asyik bermain ditengah kesendiriannya. Kasihan dia di tinggal ibunya sejak 1883 lalu, dia membutuhkan hiburan dan begitulah cara Anak Krakatau menghibur dirinya. Sedikit saya mengambil dari berbagai sumber terkait sejarah Gunung Krakatau.

Pada tanggal 27 Agustus 1883 silam, Gunung Krakatau meletus. Menurut catatan sejarah yang hingga kini dijadikan ajang promosi pariwisata Lampung, Gunung Krakatau meletus sangat dahsyat, menggemparkan dunia. semburan lahar dan abunya mencapai ketinggian 80 km. Sementara abunya mengelilingi bumi selama beberapa tahun. dilihat daru Amerika Utara dan Eropa, saat itu cahaya matahari tampak berwarna biru dan bulan tampak jingga (oranye).

Letusan gunung ini menghasilkan debu hebat yang mampu menembus jarak hingga 90 km. Letusan itu pun berdampak terjadinya gelombang laut sampai 40 m vertikal dan telah memakan korban sekitar 36.000 jiwa pada 165 desa baik di Lampung Selatan ataupun pada barat Jawa Barat. Dan karena letusannya itu telah melenyapkan Gunung Danan dan Perbuatan dari muka bumi dan menyisakan tiga pulau yaitu Pulau Panjang, Pulau Sertung, dan Pulau Rakata besar serta sebuahkaldera yang terletak di tengah ketiga pulau tersebut yang berdiameter 7 km.

Empat puluh tahun kemudian lahir keajaiban baru. Sekitar tahun 1927 para nelayan yang tengah melaut di Selat Sunda tiba-tiba terkejut. Kepulan asap hitam di permukaan laut menyembul seketika di antara tiga pulau yang ada, yaitu di kaldera bekas letusan sebelumnya yang dahsyat itu. Kemudian pada tanggal 29 desember 1929 sebuah dinding kawah muncul ke permukaan laut yang juga sebagai sumber erupsi. Hanya dua tahun setelah misteri kepulan asap di laut itu, kemudian muncullah benda aneh. "Wajah" asli benda aneh itu makin hari makin jelas dan ternyata itulah yang belakangan disebut Gunung Anak Krakatau.

Tapi misteri Gunung Anak Krakatau tidak sampai di situ. Gunung ini memiliki keunikan tersendiri, sebab gunung ini selalu menambahkan ketinggiannya sekitar satu senti tiap harinya. Gunung Anak Krakatau yang semula hanya beberapa meter saja, sekarang sudah dapat mencapai 230 mdpl dan sejak munculnya pada tahun1927. Gunung ini tercatat telah meletus sekitar 16 kali sejak Desember 1927 sampai Agustus 1930 dan 43 kali sejak 1931-1960 dan 13 kali sejak 1961-tahun 2000.

Sunday, October 31, 2010

Maimunah dan Kampung Halamannya

Mukena tipis lagi kusam berbintik hitam dibagian kepala membaluti wajah dan tubuh perempuan tua itu. Kedua telapak tangan dan wajahnya mengenadah ke atas, matanya terpejam mulutnya berkomat-kamit. Khusuk sekali. Ntah apa yang menjadi permintaan pribadinya kepada Tuhannya. Setelah lama ia bermunajat, perempuan tua ini membanting-banting pelan tasbih sambil mengeleng-gelengkan kepala. Terdengar sayup-sayup kalimat yang mengagungkan kebesaran Tuhan. “la ila haillallah”

Selang beberapa menit, dia mengakhiri ritual penghambaannya,membuka mukena kusam itu sambil menengok ke arahku lalu melontarkan senyuman, gigi besar-besar yang tersusun rapi menghiasi senyumannya sambil bertanya padaku

“Kamu sudah makan? Bibi’e laper,” tanya perempuan tua ini kepadaku sambil melipat mukena dan sajadah.
“Sudah be’ dari tadi aku tunggui be’ Munah biar bias makan malam bareng tapi be’ Munah masih asyik berdoa,”
“Memang be’ Munah minta apa sih? tanyaku.

Be' Munah kembali melontarkan senyumannya, sambil beranjak dari tempat solat. Rambut pendek yang dipenuhi dengan uban terurai. Be' Munah Nampak lebih tua saat penutup kepalanya terlepas. Tubuhnya kurus, berdirinya tidak setegap tiang bendera di luar sana. Tubuh kurus, bungkuk lagi keriput itu menghampiri ku yang tengah menikmati makan malam yang tak jauh dari tempat solat. Sungguh Be' Munah tak mampu berjalan lebih cepat dari ibuku yang usianya 5 tahun lebih tua dari Be' Munah, kondisi itu sungguh tak sebanding dengan usianya yang baru mencapai 57 tahun.

“Minta macam-macam sama Allah, termasuk minta kelak kamu nanti dapat jodoh yang baik lagi saying sama keluarga kamu,” jawab Be' Munah.
“Be’e nda mau kamu jatuh ditangan lelaki yang tidak bertanggung jawab sama keluarga,”
…”Be’e nda mau pengalaman pahit keluarga Be’e dulu terulang kembali di keluarga anak dan keponakan Be’e,”
…”Cukuplah aku saja yang mengalami kondisi pahit hingga usiaku tua begini,” jawabnya panjang lebar, sesekali Munah tersendat suaranya, memalingkan wajahnya dariku dari rasa sedih yang tak kuasa ia bendung.

**
Oh ya, perempuan tua ini adalah bibi kandungku. Dia adalah adik perempuan satu-satunya dari almarhum ayahku. Namanya Siti Maimunah kami para keponakan kerap memanggilnya Maimunah dengan sebutan Be’ Munah. Kalau dirunut dari silsilah Be’ Munah berdarah Aceh dan Makasar, namun lahir dan besar di Bali serta menjalankan kehidupan rumah tangga di Lampung tepatnya di Desa Sekampung Udik. Pugung Raharjo.

Pugung Raharjo dikenal sebagai tempat bersejarah Zaman Purbakala. Dahulu, di masa kecilkui, sering ditemukan pernak-pernik bersejarah seperti sendok, piring, mangkuk logam atau perabot rumah tangga zaman kerajaan. Di Pugung Raharjo juga ditemukan punden berundak-undak, konon punden tersebut dahulu dipergunakan untuk melakukan ritual sembahyang raja dan pengikutnya.

Bukti lain kalau di tempat Maimunah adalah bekas peninggalan sejarah, menurut cerita warga setempat, di Taman Burbakala juga terdapat tempat pemandian putri atau permaisuri raja dan di sana juga terdapat menhi-menhil tertuliskan sansekerta, yang tersusun sejak zaman dahulu kala.

Sayang, pemerintahan Lampung kurang memperhatikan situs-situs bersejarah yang tertinggal di Bumi Sekampung Udik, Pugung Raharjo, taman tersebut tidak terawat, warga sekitar memanfaatkan lahan sekitar taman untuk berkebun. Berdasarkan cerita masyarakat setempat, tempat pemandian sang putri raja itu, tidak pernah mengalami kekeringan dan kejerneihan airnya tetap terjaga, meskipun kemarau panjang dan hujan silih berganti.

Masyarakat di sana meyakini, bahwa peninggalan bersejarah itu telah dijaga oleh makhluk halus, sehingga tak satupun orang dapat mencuri atau secara sengaja merusak taman kerajaan Purbakala itu.
**
Pugung Raharjo merupakan wilayah pemekaran di era runtuhnya Soeharto, Pugung Raharjo masuk dalam wilayah Lampung Timur. Sebagian besar penduduknya ber suku Jawa, Lampung dan Bali, sisanya adalah ber suku Sunda dan Padang. Sebagian besar penduduk di sana merupakan pendatang yang terus berkembang turun-temurun. Maimunah sendiri transmigran dari Pulau Dewata pasca Gunung Agung meletus pada tahun 1963 lalu.

“Waktu aku, bapakmu, embahmu pertama menginjak Lampung kondisinya masih hutan belantara. Kondisi itu yang membuat sebagian besar transmigran pulang kembali ke daerah asalnya. Hanya orang-orang kuat saja yang pada akhirnya terus beranak-pinak di Lampung kala itu”

“Aku, keluarga bapakmu dan pamanmu termasuk golongan yang terseleksi oleh alam,” kisah anak perempuan satu-satunya keturunan pasangan Halimah-Ma’dan.

Banyak orang mengatakan bahwa Lampung merupakan miniature Indonesia. Berbagai suku di negeri ini ada di sana, meskipun mereka mementap secara turun-temurun, lahir dan besar di sana, namun pendantang itu tidak fasih berbahasa Lampung. Masing-masing mereka membawa dan menggunakan bahasa sendiri. Maimunah sendiri sama sekali tidak faham dengan bahasa Lampung meskipun ia bergaul dengan mereka. Tapi Maimunah fasih berbahasa jawa selain bahasa ibu (Bali).

Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian tani. Namun bukan petani yang bebas menggarap ladangnya sendiri, melainkan petani upahan. Berdasarkan catatan statisktik tahun 2009, Lampung Timur merupakan kabupatern termiskin di Lampung.

Menurut catatan Kepolisian Daerah Lampung, Lampung Timur merupakan daerah rawan begal dan perampokan. Sebagian besar pelaku kejahatan yang ada di Lampung berasal dari Lampung Timur. Sementara catatan Badan Nasional Penganduan dan Penanganan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Lampung Timur termasuk daerah terbesar pengirim tenaga kerja sebagai buruh atau pembantu rumah tangga ke luar negeri. Hingga, catatan BNP2TKI juga mengatakan, bahwa Lampung Timur memiliki pasar yang sebagian besar penghuninya adalah eks TKI, pasar ini terletak di antara Simpang Sribawono.
**
Untuk menuju Pugung Raharjo dibutuhkan waktu tempuh selama 1,5 jam idealnya, kondisi jalan yang penuh dengan gelombang dan kubangan ikan akhirnya jarak tempuh itu bias melebihi dari semestinya. Sementara kalau diperhatikan kiri-kanan jalan terdapat perusahaan besar yang terus berproduksi hingga saat ini.

Demikian dengan siswa yang menempuh pendidikan di Pugung Raharjo atau secara luas Lampung Timur, banyak guru yang tidak berani member nilai merah di raport siswa mereka, apalagi sampai memberi stempel tidak naik, maka artinya guru dihadapkan dengan sebuah golok di atas meja.

Begitulah kondisi secara menyeluruh kampong halaman Maimunah. Terbelakang dan k eras meskipun tidak jauh dari Ibukota Provinsi Lampung. Meskipun demikian, Maimunah tetap memilih Pugung Raharjo sebagai tempat tinggalnya, sebagai tempat pendidikan bagi ke enam anaknya. Sekalipun Maimunah melangla buana, Maimunah tetap terus kembali ke sana, karena di sana menyimpan sejuta pengalaman susah dan senang selama ia menjalankan roda kehidupan.(BERSAMBUNG)

Thursday, October 28, 2010

Mbah Marijan dan Fir'aun Mati dalam Kondisi Sujud

Heboh media memberitakan meninggalnya Juru Kunci Merapi Jawa Tengah Mbah Marijan dalam kondisi sujud. Meninggalnya sang juru kunci hingga mengesampingkan peristiwa bencana yang terjadi di Mentawai juga banjir bandang yang terjadi di Kepulauan Wasior Papua yang nyata-nyata butuh perhatian serius dari kita.

Pujian dan sanjungan pun terlontar dari sejumlah kelompok masyarakat, tokoh juga media. Pasca ditetapkan sosok juru kunci ini meninggal, hampir semua status facebook memuja dan memuji Mbah Marijan juga stasiun TV memutar ulang rekaman secara khusus dan berturut-turut Mbah Marijan.

Penulis sepakat kalau sebenarnya Mbah Marijan itu sosok yang memegang teguh prinsip dan amanah secara turun-temurun. Bukan bermaksud ingin menyalahkan atau menghakimi orang yang telah meninggal, tapi penulis ingin mengajak pembaca khususnya teman-teman jurnalis, untuk membuka mata dari fenomena yang ada sesungguhnya.

Tidakkah kita mengetahui, bahwa warga sekitar Merapi hanya mau mengindahkan peringatan dari sang juru kunci ketimbang pemerintah yang telah bersusah payah menyelamatkan warta sekitar sana.

Warga Sekitar Merapi hanya mau mendengarkan peringatan Mbah Marijan hingga sampai gunung itu betul-betul meletus, mereka tak kunjung mengungsi karena belum ada perintah mengungsi dari Mbah Marijan. Sementara, sebelum Merapi itu betul-betul mengeluarkan letusan, pemerintah setempat telah membuat status awas sebagai tanda bahwa sekitar Merapi dinyatakan bahaya, seluruh penduduk diperintahkan untuk mengungsi.

Peringatan itu tak juga diindahkan. Tak juga didengarkan. Mbah Marijan belum memberi aba-aba mengungsi kepada pengikut setianya meskipun gejala alam saat itu menunjukkan bahwa wilayah gunung merapi dan sekitarnya berbahaya dan telah menurunkan hujan debu yang tampak tidak wajar dari biasanya. Dari letusan kecil yang dikeluarkan merapi Mbah Marijan meninggal beserta 30 warga termasuk satu diantaranya adalah seorang jurnalis.

Ini menunjukkan bahwa Marijan beserta keturunan sebelum dan sesudahnya bukan apa-apa buat merapi. Warisan juru kunci itu dinilai tidak perlu diturunkan lagi pada ahli warisnya, karena hanya menyesatkan banyak orang.

Jika masanya telah tiba, bukan hal yang sulit bagi merapi untuk memuntah semua isi perutnya. Dia tidak butuh puja dan puji dari penduduk sekitar dan dia juga tidak perlu takluk dengan perintah manusia siapapun. Sekalipun manusia itu adalah juru kunci secara turun-temurun. Hanya saja, kita sebagai manusia yang dibekali akal berfikir bagaimana caranya mengungsi, menyelamatkan diri dari amukan alam andai semua itu bisa dihindarkan.

Andaikan Mbah Marijan mengesampingkan egonya. Sadar bahwa dirinya bukan apa-apa buat merapi, bukan hal yang mustahil dirinya beserta pengikut setianya akan terselamatkan dari bencana yang sudah terprediksi oleh kecanggihan teknologi. Rabu (27-10) Mbah Marijan bersama korban merapi lainnya dimakamkan.

Selama masih ada kehidupan di muka bumi ini, maka akan ada terus reaksi alam. Ntah itu letusan gunung, banjir, longsong, gempa bumi dan tsunami. Reaksi alam itu bisa ditafsirkan oleh masing-masing individu. Apakah rekasi alam itu diterjemahkan teguran ataukah ujian, hanya Tuhan dan diri kita sendiri yang mengetahuinya.

Meletusnya merapi, sujudnya Mbah Marijan pasti ada sebuah hikmah yang Allah tunjukkan pada kita..Apakah di akhir hayatnya kemudian Mbah Marijan mengakui kekuasaan Allah sama halnya seperti Fir'aun yang mati dalam kondisi sujud juga. Wallahualam..Andaikan analisa ini di nilai salah dan mengandung fitnah maka penulis minta maaf, tapi ketika fitnah itu muncul, sebenarnya ada sebuah investasi dari pihak yang bersangkutan. Semoga Allah mengampunkan dosa-dosa kita.

Thursday, August 26, 2010

SBY: Jangan Sampai Kau Menyesal

Jumat (27-08), adalah hari ke 17 kita melaksanakan ibadah puasa. Banyak persoalan yang bermunculan pada pertengahan Ramadan kali ini, selama kita mengikuti perkembangan pemberitaan. Dari persoalan kenaikan harga Elpiji gas 3 kilogram pada minggu awal September, permasalahan cuaca yang menyebabkan sejumlah ruas jalan tak kunjung siap menghadapi arus mudik lebaran 2010, masalah perampokan disejumlah pertokoan dan bank, serta permasalahan harga diri Bangsa Indonesia yang kian hari kian berani saja Negara Malaysia menantang Indonesia (kalau dalam judul besarnya Metro TV pada bab ini diberi judul Malaysia menantang. He..he..he judul yang benar-benar membuat mata dan telinga ini memerah serta menghenduskan asap dari hidung dan telinga).

Pada Tulisan kali ini saya akan menyoroti permasalahan Malaysia yang ternyata kalau diperhatikan beberapa dekade terakhir ini, semakin berani saja menunjukkan perlawanannya pada bangsa kita. Berdasarkan catatan, Indonesia telah mengajukan 9 kali surat teguran pada Malaysia, namun tak satu pun teguran-teguran itu di gubris atau direspons dengan baik oleh pemerintahan Malaysia. Sungguh terlalu.

Beberapa waktu lalu, Malaysia berulah mengklaim beberapa budaya kita sebagai budaya bangsanya, Kali ini, Pemerintah Malaysia menjatuhkan vonis hukuman mati pada 177 Warga Negara Indonesia yang ada di sana. Berdasarkan informasi yang berkembang, WNI ini kedapatan telah mengedarkan narkoba di negeri Jiran tersebut. Menurut informasi dari Kepala Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), permasalahan narkoba di Malaysia memang penanganannya cukup serius. Mereka tidak tebang pilih. Jangankan orang Indonesia wong sebangsa mereka sendiri juga, kalau memang kedapatan mengedarkan atau memakai narkoba maka vonis matilah hukumannya.

Okelah, kita tidak perlu mempersoalkan bagaimana keseriusan Malaysia dalam memberantas kasus narkoba (walaupun sejujurnya kagum, tapi rasa itu untuk sementara waktu disimpan saja dulu). Yang terpenting bagi kita saat ini, bagaimana ke 177 WNI bisa tertangani dengan cepat dan tuntas. Soal benar-salah itu urusan belakangan, toh beberapa kali mereka juga berlaku kurang ajar sama negara kita, baru juga persoalan narkoba.

Ntah apa alasan pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyo (SBY) belum juga punya sikap yang tegas terhadap pemerintahan Malaysia. Padahal, melalui perdana menterinya mereka sudah nyata-nyata menentang Indonesia. Mengatakan bahwa Indonesia sudah kelewat batas, karena telah berunjuk rasa dalam negeri Indonesia dengan menginjak-injak bendera kebangsaan mereka. Sesungguhnya, sikap itu, adalah akumulasi kekesalan rakyat Indonesia terhadap pemerintah Malaysia yang berlaku kurang ajar pada kita.

Bapak Presiden yang terhormat, kenderang perang sudah tertabuh. Seluruh prajuritmu telah siap siaga membela negeri pertiwi ini. Tidak ada alasan untukmu banyak pertimbangan untuk menentukan sebuah keputusan. Kita harus punya sikap yang tegas dalam memperjuangkan nasib rakyat Anda. Ketahuilah, bahwa Malaysia juga sudah mengeluarkan warning traveling ke Indonesia. Ini menunjukkan sebuah penghinaan bangsa lain terhadap bangsa kita. Bapak harus punya sikap konkrit, bahwa kita punya harga diri. Tarik semua TKI dari Malaysia dan putuskan hubungan diplomatis dengan mereka. Jangan khawatir soal pemasukan dari pahlawan devisa kita, toh masih banyak negara lain yang mau menampung TKI kita dengan cara yang jauh lebih terhormat.


Sebagai catatan saja bapak, penduduk bangsa kita jauh lebih besar dari Malaysia, Tentara dan peralatan perang kita pun jauh lebih tangguh dari pada milik Malaysia. Secara gografis wilayah Indonesia juga jauh lebih luas. Kalau dilihat secara kwantitas dan hitung-hitungan matematis, Indonesia pasti akan menang. Dan secara moral, pantas kok buat kita membela diri bila ada negara lain yang mengganggu kenyamanan bangsa lainya. Dasar kita sudah cukup kuat untuk mempertahankan harga diri bangsa ini.

Dan sebagai masukan untuk dijadikan dasar pertimbangan saja, manakala kita akan mengirimkan kembali tenaga kerja di negara lain. Bahwa India, Vietnam, Philipina adalah negara lebih miskin dari Indonesia. Sama halnya dengan negara kita disana, banyak sekali pengemis bertaburan, para pengemisnya tidak segan-segan menghilangkan satu anggota tubuhnya untuk mendapat belas kasihan orang lain. Meski demikian, tidak ada dari negara itu yang mengirimkan tenaga kerjanya untuk dijadikan pembantu rumah tangga di negara lain.

Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki citra diri. Kita akan dihargai bangsa lain manakala kita sendiri menghargai diri sendiri. Tak selamanya sopan santun dan tepo seliro dipandang baik oleh negara lain. Adakalanya kita harus garang dan adakalanya pula kita harus berlemah lembut. Jangan sampai Selama dalam kepemimpinan bapak (SBY), Anda selalu terlambat mengeluarkan sebuah keputusan yang sifatnya mendesak. Penyesalan Anda dibelakang tidak akan merubah keadaan.

Terima Kasih..

Wednesday, August 4, 2010

Anak Bangsa Yang Merindukan Sejatinya Kemerdekaan

17 Agustus tahun 45
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka, Nusa dan Bangsa
Hari lahirnya Bangsa Indonesia

Merdeka...Republik Indonesia ke-65 tahun..berjayalah..

Penyambutan hari kemerdekaan tinggal hitungan hari. Penyambutan kemerdekaan kali ini berbarengan dengan penyambutan bulan suci umat Islam. Pernak-pernik penyambutan hari kemerdekaan nampaknya dari tahun ke tahun semakin melemas saja. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah hari kemerdekaan memang terkalahkan dengan kedatangan bulan Ramadan yang jatuh pada tanggal 11 Agustus jika perhitungan Hilal tidak meleset, sehingga perhatian masyarakat terpusat kesana. Atau apakah rasa kebangsaan generasi sekarang mulai agak pudar.

Dua asumsi ini ternyata menyebabkan pedagang musiman bendera tidak merasakan kejayaan mereka manakalah hari kemerdekaan itu kelak kan tiba. Angkat saja kisah dari seorang pedagang musiman bendera yang berasal dari Bandung. Dalam satu rombongan ada tujuh orang, mereka mengotrak di depan rumah saya, mereka resmi mengotrak sekitar minggu ke dua bulan Juli. Minggu pertama kehadiran mereka, ibuku kebanjiran order membuat kopi dan gorengan (jadi pedagang dadakan juga). Dalam sehari mereka bisa memesan kopi 3 sampai 4 kali plus gorengan.

Semakin hari, pesan antar itu kian meredup. Suara pemesan kopi pun semakin sumbang. Sebelumnya mereka cukup teriak "Bu, Kopi dan gorengan tujuh ya"..Mendengar teriakan dari pemesan, ibuku pun bergegas ke dapur menyiapkan segala kebutuhan sang pemesan. Ibuku tidak merasa keberatan memenuhi permintaan sang pembeli, karena rombongan ini cukup pandai menyenangkan penjual. Mereka selalu bayar kontan setelah kebutuhan mereka terpenuhi. Begitu seterusnya rutinitas pagi, sore dan malam kegiatan baru ibundaku.

Semakin hari,teriakan itu semakin berkurang saja bunyinya. terkadang hanya sekali atau bahkan tidak sama sekali. Yang semula memesan kopi plus gorengan sekarang gorengan tak terdengar. Bahkan, mereka cenderung berhutang.

Usut punya usut melalui pendekatan sebagai seorang tetangga akhirnya mereka pun berterus terang. Dagangan berkarung-karung yang mereka bawa dari negeri kembang ternyata belum menunjukkan hasil yang baik. Tono (pemimpin rombongan) mengaku, dalam sehari terkadang belum tentu benderanya laku terjual. Hal senada pun dikatakan oleh rekan lainnya yang satu rombongan. Tujuh orang ini tersebar di sekitar Jalan Ahmad Yani, Diponegoro dan Antasari. Kesemuanya bernasib sama.

Mereka merupakan pedagang musiman bendera. Menjajakan bendera saat peringatan 17 Agustus bukanlah kali pertamanya. Tahun ini merupakan tahun ke empat, mereka menunjuk Lampung sebagai daerah sasaran, karena di Lampung mereka rasa prospeknya bagus. Setiap tahun sebelumnya, bendera yang mereka jual selalu ludes tak tersisa. Mereka pulang dengan tangan kosong dari barang. Rupiahlah yang menebal di dompet dan saku-saku mereka. Penuh dengan keceriaan saat mereka datang kembali ke kampung halaman.

Tapi kali ini nasib mereka tidak sama dengan tahun kemarin. Mungkin hal sama pun dirasakan oleh pedagang musiman bendera lainnya. Pulang dengan kemurungan atau bahkan mendapat semburan pedas dari pasangan mereka yang menanti dengan penuh harapan.

***

Saat penulis menuangkan apa yang dirasakan oleh pedagang musiman, kalender masehi bergeser ke tanggal 5 Agustus. Kemeriahan atau antusiasme masyarakat Lampung dalam menyambut hari kemerdekaan RI belum terasa. Sudut-sudut rumah belum juga mengibarkan sang merah putih yang diperjuangkan oleh pahlawan kita dengan keringat, air mata dan darah. Perjuangan yang tidak main-main. Tapi kini, 17 Agustus semakin tahun semakin kurang sakral saja. Terkesan hanya seremonial saja. Rasanya semakin kurang saja, orang tua-orang tua kita menceritakan bagaimana nenek moyang dulu merebutkan bangsa ini..

Penulis jadi teringat semasa kecil dulu. Guru Sekolah Dssar (SD) selalu menceritakan bagaimana ia dahulu hidup sulit di zaman penjajah. Pakaian ala kadarnya dengan karung goni dimana karung itu sangat gatal kalau digunakan, maka tidak jarang orang dahulu terserang penyakit gatal. Baju itu terpaksa digunakan karena yang terpenting menutup sebagian tubuh mereka. Belum lagi mereka harus bekerja paksa, tenaga mereka digunakan secara terus-terusan tanpa harus dapat asupan yang memadai.

Penderitaan orang terdahulu ber abad=abad, akhirnya menuai hasil. Indonesia merdeka dari tangan penjajah. Belanda dan Jepang pun akhirnya menarik pasukan dari Bumi Pertiwi ini. Kita merdeka karena ada sebuah kesungguhan, ketulusan dan kekompakan untuk memerdekakan Bumi Indonesia dari penjajah. Itulah nilai yang pantas diraih oleh orang terdahulu kita.

***

Penderitaan yang dirasakan oleh orang terdahulu ternyata hingga saat ini belum berakhir. Secara fisik Indonesia memang merdeka, 65 tahun Indonesia sekarang merdeka, tapi apakah kemerdekaan itu benar-benar merdeka? atau sesungguhnya aura-aura penjajahan di negeri ini masih berlangsung?

Sampai sekarang Indonesia masih di jajah oleh tahta dan kekuasaan. Dengan kekuasaanlah semua bisa di beli, termasuk hukum pun bisa di beli oleh orang-orang berkepentingan. Perkara hukum besar yang mana sih yang bisa terselesaikan sampai menimbulkan efek jera pada pelakunya? Sekalipun dia pejabat penting. Siapa yang kuat dia lah yang berkuasa. Yang miskin makin melarat yang kaya makin menjulang tinggi kekayaanya. Ketimpangan ekonomi yang selalu disorot dalam negeri ini.

Dari tahun ke tahun umur kemerdekaan kita terus bertambah. Upacara demi upacara, seremonial kemerdekaan pun terus terlaksana, tapi adakah kita mengambil pelajaran dari kemerdekaan itu sendiri? Semuanya terlewatkan begitu saja. Indonesia masih belum merdeka. Sama halnya nasib bangsa ini seperti pedagang musiman bendera yang penulis ceritakan di atas, melewati kemerdekaan ini dengan kemanyunan tidak dengan keceriaan yang diharapkan.

Dirgahayu Indonesiaku..

Thursday, June 24, 2010

Setetes Darah Untuk LDL

Sedikit aku menceritakan sebuah wadah kemanusiaan non profit. Kehadirannya di Lampung hampir 3 tahun setelah di launching. Wadah ini saat itu memiliki anggota relawan sekitar 1500 orang. Saya sangat teringat kala itu pencetusnya adalah Muchlas E Bastari dan wadah ini terakomodir dengan baik oleh sebuah Partai yang bernama Partai Keadilan Sejahtera.

Taukah kalian, wadah apa yang telah didirikan? wadah ini keberadaannya cukup bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan. Setiap hari ada saja pasien yang ingin minta dilayani kebutuhannya. Kalau sedang tinggi tingkat kebutuhan, setiap hari Koriyanto costumer service Lumbung Darah Lampung, bisa menampung permintaan antara 10 sampai 15 orang bahkan lebih dan hampir setiap hari LDL membuka pelayanan 24 jam. Dan Alhamdulillah, relawan yang terdaftar didalamnya selalu siap sedia kapan pun mereka dibutuhkan. Asalkan kondisi mereka baik dan layak untuk di donor darahnya. Hebatnya lagi, operasional LDL ini kesemuanya, hanya ditangani oleh Koriyanto seorang.

Subhanallah, terlepas siapaun induk dari wadah ini, saya mengapresiasi keberadaannya. Di tengah kehidupan yang serba bernilai ekonomi, ternyata masih ada wadah yang menolong orang tanpa pamrih hidup ditengah-tengah kita. Wadah ini sebagai informasi saja, secara tidak resmi menjadi rujukan beberapa rumah sakit di Bandar Lampung.

Tapi saudaraku, miris memang hati ini mendengarnya, wadah ini rencananya akan segera ditutup. Satu diantara penyebabnya, saat ini, menginjak tahun ke tiga wadah ini hanya memiliki 200 anggota yang tercatat dan hanya sekitar 20 orang yang dinyatakan aktif menyumbangkan darah mereka pada orang yang membutuhkan. 20 orang ini hampir tidak ada jeda, darah mereka selalu di sedot setiap bulan, belum sempat terjadi peremajaan atau pemulihan secara menyeluruh tapi darah mereka sudah dibutuhkan lagi, sementara asupan mereka terkadang belum tentu terpenuhi dengan baik.

Dari tahun ke tahun, relawan terdaftar lepas. Masing-masing punya alasan tersendiri, karena pindah domisili, nomor yang diberikan sulit dihubungi, ada juga karena sakit yang sifatnya menular pada orang lain dan ada juga yang lepas tanpa memberi informasi. Alakurihal semua itu, tidak ada yang pasti di dunia ini.

Meskipun sudah sangat memprihatinkan, LDL hingga saat ini tetap ada. Dia ada karena masih sejauh ini masih ada yang membutuhkan. Wadah ini penulis pikir sangat mulia, banyak nyawa yang tertunda ajalnya karena sumbangan darah para relawan sekalian, ada juga yang dipersaudarakan karena wadah itu.. Subhanallah..Semoga Allah mencatat amal-amal kebaikan kalian semua dan menolong kalian dari perihnya api neraka, karena ketulusan kalian dalam menolong orang melalui wadah ini.

Dengan segala keterbatasan, perlu disadari bahwa wadah ini adalah perkumpulan manusia. Adakalanya mereka berada pada titik jenuh, tentunya kita tidak mengharapkan wadah ini betul-betul tutup warung ditengah kebutuhan yang selalu ada. Kita tidak menginginkan 20 relawan ini pada akhirnya menyatakan menyerah dan berlepas diri dari wadah ini.

Reralan LDL membutuhkan dukungan dari kita semua..

Thursday, April 22, 2010

Nasib Tersangka Teroris

Menilik sejenak kasus terorisme yang berkembang di dunia. Torerisme selalu diindentikan dengan muslim, seolah-olah, Islam itu adalah agama yang sangar, syarat dengan pertumpahan darah. Masih ingat di benak kita tragedy pengeboman gedung kembar di Amerika Serikat. Pemerintah Amerika Serikat menuduhkan pelaku pengeboman gedung tersebut adalah umat Islam. Muncullah Nama Osamah Bin Ladin selaku otak pengeboman tersebut. Tapi hingga detik ini, apakah Amerika mampu mengungkap siapa actor utama dibalik peristiwa yang menewaskan sekian orang tak berdosa?

Nama umat Islam telah tercemar. Bahkan efek dari berita bohong itu, umat Islam sendiri sebagian merasa tidak bangga dengan kepercayaan yang dianutnya, bahkan tidak sedikit pula yang mencibir saudaranya sendiri apabila ada diantara keluarga mereka atau tetangga mereka yang menerapkan kehidupan secara islami.

Namun begitulah cara Allah memuliakan agamaNya. Dampak dari berita bohong yang dihenbus-hembuskan oleh musuh Allah, justru berbalik. Tidak sedikit kala itu, warga Amerika menggali ajaran Islam melalui kitab-kitab Allah. Mencari tahu kebenaran, apakah benar Islam adalah agama yang menebarkan permusuhan. Walhasil, tidak sedikit warga Amerika yang meyakini kebenaran ajaran Islam serta mengikrarkan keyakinan itu melalui kalimat tauhid. Allahu Akbar.
**
Kita kembali bagaimana penanganan pidana teroris di Indonesia dan bagaimana pula lembaga Hak Asasi Manusia (HAM) menyikapi persoalan ini.

Sedikit bercerita bagaimana kepolisian mengantisipasi aksi teroris di Lampung. Diberitakan Provinsi Lampung khususnya Lampung Barat termasuk wilayah yang di nilai kepolisan rawan sebagai tempat berkumpul dan berlatihnya teroris. Di sana, aparat kepolisan menjaga ketat setiap titik-titik perlintasan. Kakak ipar saya (Eko Suparno), pernah satu malam melintasi hutan lindung TNBBS. Beliau membawa penumpang yang sebagian besar adalah jilbaber yang hendak pulang ke Bandar Lampung dari menghadiri sebuah pesta pernikahan rekan mereka.

Polisi yang berjaga memeriksa dan menggeledah barang bawaan mereka. Pertanyaan demi pertanyaan pun terlontarkan. Mata penuh curiga menatap satu persatu para penumpang mobil kijang berwarna silver.
“Dari mana pak, mana surat-suratnya?” Tanya polisi.
“Dari mengantar adik-adik menghadiri pesta pernikahan,” jawab Eko Suparno, sambil menyerahkan surat-surat penting pengemudi.
“Bukan kepengen menghadiri sebuah pertemuan perencanaan pengemboman ya?” kembali polisi bertanya, sambil melihat surat-surat yang ditunjukan Eko.
“Bukan pak. Saya bukan teroris,” jawab Eko dengan tegas.
“Ya sudah..hati-hati dijalan, maaf mengganggu perjalanan Anda,” ujar polisi mengakhiri dialognya.

Kalau coba diamati, apa yang dilakukan pihak kepolisian memang tidak ada salahnya. Semua itu dilakukan dalam rangka mempersempit gerak aksi teroris di Indonesia khususnya di Lampung. Dan pengawasan ekstra offer estimate itu, karena sebelumnya Markas Besar Polri (Mabes Polri) telah mengumumkan daftar tersangka teroris yang tertangkap di Aceh beberapa waktu lalu. Dua tersangka yang diumumkan Polri berasal dari Lampung. Khairuddin Kaman dan Qomaruddin. Khairudin justru disebut-sebut sebagai otak penggerak teroris bahkan juga tim sukses pengeboman JW Marriot tahun 2003 lalu. Artinya, Lampung pernah dijadikan tempat persinggahan pelaku teoris.
**
Sabtu (17-04), kami para wartawan berkesempatan bertemu dan berbicara banyak dengan sanak keluarga Khairuddin dan Qomaruddin. Pertemuan itu difasilitasi oleh tim Advokat untuk keadilah hak-hak tersangka dan keluarga teroris.

Ni Hayati (Istri Qomaruddin) menceritakan selama penangkapan dan penahanan suaminya, dirinya tidak pernah mendapatkan pemberitahuan secara resmi keberadaan dan kondisi suaminya dari Mabes Polri. “Saya mencari tahu bagaimana keadaan suami saya dari teman-teman media,” kata Ni hayati. Hal yang samapun dilakukan Kharlizar Sofa (Istri Khairuddin), ia pun mendapatkan kelanjutan informasi keberadaan suaminya dari media.

Istri Khairuddin, sebelumnya sempat mendapatkan surat penangkapan dan penahanan dari Polda Aceh. Dalam surat itu dikatakan bahwa Khairuddin di tahan di Polda Aceh. Namun informasi yang dia dapatkan tidak sama dengan pemberitaan di media. “Katanya suami saya di tahan di Mako II Brimob Palapa Jakarta,” Kata Kharliza.

Sanak keluarga beserta tim kuasa hukum mendatangi Mabes Polri hendak menengok secara langsung suami-suami mereka. Namun, sesampainya mereka di sana hingga mereka pulang kembali ke Lampung, pihak keluarga juga belum mengetahui kondisi terakhir suami mereka, karena simpang siur informasi yang mereka dapatkan di Mabes Polri.

Bagaimana mungkin, Mabes Polri yang telah jelas-jelas menangkap bahkan menahan yang mereka sebut-sebut sebagai teroris, tapi dalam penanganannya belum tertata dengan rapih. Atau memang ada sebuah diskriminasi dalam penanganan kasus tersebut.

Coba kita amati bagaimana polisi menangani kasus terorisme di Indonesia. Di mulai dari penangkapan DR. Azhari yang mereka sebut-sebut sebagai tokoh utama pelaku terorisme di Indonesia, kemudian penggerebekan teroris di Tumanggung, Nurdin M Top dan lainnya. Kenapa ya? Polisi kita selalu gapah menangkap tersangka teroris. Bahkan saking gapahnya, densus 88 mengeksekusi mati tanpa ampun tersangka teroris.

Secara pribadi, penulis adalah orang awam hukum. Tapi apakah tidak sebaiknya jikalah ternyata orang-orang yang dipersangkakan sebagai teroris diadili terlebih dahulu dan kemudian melakukan pengembangan kasus sehingga, siapa saja yang betul-betul otak teroris bisa mendapatkan hukuman yang setimpal. Kalau setiap orang baru dicurigai sebagai teroris lantas di tembak mati, saya piker, hal itu tidak akan pernah mengungkap jaringan sesungguhnya teroris di Indonesia.

Setahu saya juga, setiap tindak pidana apapun, secara prodistisa (nah betul gat uh tulisannya), mereka harus melalui jalur hukum terlebih dahulu. Sekalipun itu koruptor kelas kakap. Lantas, mengapa ada pembedaan perlakuan terhadap terpidana teroris? Dan yang membuat dada ini terasa sesak, orang-orang yang disebut-sebut sebagai teroris adalah mereka yang menjalankan agamanya dengan baik. Bermuammalah secara baik juga dilingkungan sekitarnya. Stigma yang berkembang, orang yang mengenakan baju ala zaman nabi atau busana wanitanya mengenakan cadar, justru orang-orang seperti inilah yang patut dicurigai. Jangan-jangan mereka adalah bagian dari teoris. Lantas, orang yang sudah jelas-jelas preman tunggang langgang melanjutkan kejahatannya. Karena preman tidak perlu dicurigai.

Hmm.. apa motif dibalik penyebaran berita teroris ini? Berdasarkan pengakuan istri korban, informasi pihak kepolisian melalui media tidak benar adanya. Khairudin misalnya, disebut-sebut dalam pemberitaan pada tahun 2003 Heru masuk dalam daftar perencana pengeboman JW Marroit, namun dalam waktu yang bersamaan juga, Heru tengah sibuk-sibuknya mempersiapkan pernikahan. Apa salahnya Heru memilih hidup menjadi penghafal Quran, hidup di tengah kalangan pesantren mendalami ilmu agama? Kenapa setiap penghafal quran, santri atau ustadz harus di kait-kaitkan dengan teroris?

Wahai aparat penegak hukum..atau siapapun Anda yang tidak suka Islam menjadi sebuah ajaran yang bisa diterapkan disegala lini, sebesar apapun upaya Anda mengkerdilkan Islam, tanpa Anda sadari bahwa Anda pelahan-lahan telah membangunkan singa dari tidurnya. Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin…dan Islam akan terus tegak seiring tegaknya nafsu manusia. Itulah janji Allah.

Thursday, January 7, 2010

Sekolah VS Kandang Babi

Papan plang berukuran sekitar 30 x 15 cm bertanda panah serta bertuliskan SDN 3 Tanjung Karang Timur, Jagabaya I. Tanah panah itu menujukkan sekitar 200 meter dari kiri jalan Narada, Kampung Sawah, terdapat sebuah sekolahan.

Sekolah ini secara tata letak menyempil perumahan warga yang sebagian besarnya adalah warga Tionghoa. Tembok besar warga menutupi masuknya sinar matahari pagi ke sekolah tersebut. Ruang kelas lima dan enam, gelap tertutup oleh tembok warga. Bersyukur sekolah ini masih diberi ruang atau jalan setapak oleh warga setempat. Kalau tidak demikian, mungkin guru dan murid tidak akan bisa masuk ke sekolah tersebu, kerena padatnya pemukiman. Sementara kalau kita menilik ke arah utara sekolah itu, terdapat drainase besar. Disanalah warga membuang limbah industri dan rumah tangganya.

Kala kemarau datang angin menghantarkan bau tak sedap saat anak tengah belajar. Sementara, jika hujan deras, anak-anak ketakutan dengan datangnya banjir yang sewaktu-waktu bisa menenggelamkan sekolah mereka. Menurut keterangan warga setempat, setiap tahun banjir selalu menghampiri. Air dan lumpur yang bersumber dari drainase menenggelamkan sekolah hingga mencapai ketinggian dada manusia dewasa.

Bersyukur pada pertengahan tahun 2009, warga setempat mendapat bantuan dari pemerintah Kota Bandar Lampung untuk membangun pondasi kiri dan kanan drainase sepanjang sekitar 300 meter. Pembangunan pondasi itu dimaksudkan untuk mengurangi luapan air manakala hujan lebat mengguyur.

Berdasarkan pantauan penulis, penduduk sekitar memiliki insustri rumah tangga mengelola tahu dan tempe. Pipa dari rumah-rumah warga mengaliri limbah-limbah mereka ke kali tersebut. Sementara, untuk warga Tionghoanya sendiri rata-rata memiliki usaha ternak dan pemotongan babi.

Kepala Sekolah SDN 3 Jagabaya I, Tanjung Karang Timur, Hermilinora mengatakan sudah sering memperingatkan warga sekitarnya untuk menjaga kebersihan lingkungan demi menjaga kenyamanan proses belajar- mengajar di SDN 3 tersebut. Namun sangat disayangkan, peringatan itu tidak pernah diindahkan, justru pihak sekolah suka mendapat ejekan dari para buruh setempat. ”Terkadang buruh-buruh orang China itu malah mengikuti gaya kami mengajar saat mereka bekerja,” kata Hermilinora.

Permasalahan lingkungan yang paling tidak bisa dihindari, manakala anak tengah belajar adalah, kotoran babi selalu menyengat pada pukul 11.00 wib. ”Kalau sudah begitu terpaksa kami yang mengalah, mendatangi kandang yang terletak dibelakang kelas enam, lalu anak-anak saya perintahkan untuk menyiram kotoran tersebut,” keluhnya.

Lagi-lagi yang paling sering kebauan oleh limbah warga sekitar adalah ruang kelas enam. Kebetulan warga Thionghoa juga memiliki pabrik roti kecil-kecilan, roti yang tidak laku terjual, dibiarkan saja menumpuk dipojokan belakang sekolah. Ketika musim hujan, saat proses belajar mengajar berlangsung, siswa dan guru disuguhi lagi bau-bau yang tak sedap. Bau itu rupanya bersumber dari tumpukan roti yang tak laku terjual yang menumpuk dibelakang sekolah. Sepontan murid diminta oleh guru-gurunya kembali kerja bakti demi kenyamanan belajar.

Permasalahan ini bukanlah permasalahan setahun-dua tahun saja. Menurut keterangan warga di sana, Ibu Suhaimin, sejak ia berada dan menetap di sana, sekitar tahun 1990-an, memang daerah tersebut terkenal dengan daerah pemotongan babi. ”Saya sendiri tidak tahu persis mana yang lebih dulu ada. Apakah SDN 3 atau warga Thionghoa dengan ternak babinya,” ujar Ny. Suhaimin yang pernah menyekolahkan anaknya di sana di tahun 1994.

Kembali pada keterangan Hermilinora, pihaknya sudah kelelahan mengingatkan warga sekitar sekolah. Untuk mengurangi konflik, pihaknya mengajak kerjabakti rutin setiap Hari Jumat, untuk menyapu membersihkan lingkungan di sepanjang jalan menuju sekolah tersebut.

Menurut keterangan Hermi, keberadaannya di sana sebagai kepala sekolah baru menginjak tahun pertama. Sebelumnya, ia pernah mengajar sebagai guru kelas di SD Kampung Sawah Lama. Sungguh, satu pengalamanan yang menantang saat ia ditempatkan di SD tersebut. Untuk permasalahan lingkungan, dirinya maupun kepala sekolah terdahulu sering melaporkan masalah lingkungan sekitar sekolahnya pada lurah dan camat setempat. Laporan itu selalu ditanggapi dengan survei secara langsung dari pemerintah. Namun, dari awal berdiri sekolah ini sekitar tahun 1978 sampai sekarang, belum ada solusi konkrit dari survei-survei yang telah dilakukan.

Itulah permasalahan lingkungan yang tak kunjung pada penyelesaikan yang baik. Selain persoalan lingkungan, dirinya juga harus dihadapkan dengan anak didik yang betul-betul secara garis perekonomian orang tuanya dibawah standar. Ada pengalaman yang membuatkan menangis. Suatu ketika, saat ia berada di lorong pusat Perbelanjaan Ramayana, ia melihat beberapa anak didiknya tengah memegang kicikan, mengejar mobil angkot dan melantunkan tembang lagu orang dewasa.

”Saya langsung mengejar untuk memastikan benarkah itu anak saya,” tutur Hermi. Begitu dekat, hermi langsung memegang tangan anak didiknya, lantas membawanya ke suatu tempat, ribuan nasehat keluar dari mulut Hermi. Akhirnya Hermi mengembalikan anak didiknya pada orang tua yang bersangkutan. Ternyata, berdasarkan pengakuan orang tua anak tersebut, keinginan anak untuk turun ke jalan bukan karena untuk biaya sekolah (toh biaya sekolah gratis). Tapi lebih pada karena ikut-ikutan teman lainnya supaya mendapatkan uang saku yang lebih dari biasanya.

Memang menurut pengakuan Hermi, anak didiknya sebagian besar berasal dari orang tua yang tidak mampu. Pekerjaan orang tuanya sebagai pemulung, buruh bangunan dan tukang cuci. ”Saya selalu menekankan pada guru untuk memberi motivasi pada anak didik sebelum memulai belajar,” tuturnya. Yang menjadi titik tekan pada anak-anak bahwa orang tua boleh menjadi pemulung, namun anak didik sebagai generasi penerus harus bisa menjadi orang yang berguna kelak dewasa.

Jadi biarpun sekolahnya dekat dengan kandang babi dan orang tua tidak mampu secara ekonomi, menurut hermi anak didiknya tidak kalah dalam prestasi. Hasil Ujian Nasional tahun 2008 mencapai rata-rata kelas 7,39 dan UN tahun 2008/2009 mencapai nilai 8,38. Sementara lulusan dari SDN 3 Jagabaya I ini, ada yang menjadi dokter dan juga wakil rakyat. Keberhasilan ini tentunya satu kebanggan tersendiri bagi SDN 3 Jagabaya I.

Monday, January 4, 2010

Cerita Suka-Duka Guru Honorer

Kerudung kaus yang membalut kepala serta terjulur hingga ke dada, membuat penampilan wanita usia 30 tahun ini terlihat indah. Aura keibuan terpancar dari sosok wanita yang bernama Nur Emah. Kesehariannya bekerja sebagai guru honorer di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Al-Sakinah, Enggal, Bandar Lampung.

Kecintaan Emah terhadap anak-anak tidak membuatnya surut menjadi sang pendidik. Mengenalkan nama benda, mengenalkan huruf serta angka bahkan mengenalkan bagaimana berprilaku yang baik pada anak didik, itulah yang menjadi amanahnya sebagai seorang guru anak pra sekolah.

Dituntut kesabaran serta ketekunan untuk bisa mencetak cikal bakal pemimpin negeri ini. Pemimpin yang kelak menjadi tauladan dimasanya mendatang. Ini bukanlah pekerjaan yang mudah, butuh totalitas yang pengajar, baik dari segi waktu dan tenaga yang dimilikinya.

Sementara disatu pihak, Emah adalah seorang istri dari Muhammad Budi yang bekerja sebagai seorang pelukis. Dalam satu minggu, belum tentu ada yang memesan lukisan karyanya. Untuk itu, demi keberlangsungan hidup yang standar, Emah mencari pekerjaan sampingan sebagai guru ngaji keliling, dari rumah satu ke rumah lainnya.

Gajinya sebagai guru honor PAUD sebesar Rp 100 ribu per bulan, tidak bisa menutupi kebutuhan pangannya sehari-hari. ”Syukurlah, ilmu mengaji yang saya punya bisa bermanfaat buat orang lain, bahkan bisa membuat dapur saya ngebul,” kata Emah sambil tertawa.

Sebelum mengajar di PAUD Sakinah, Emah pernah punya pengalaman mengajar di TK Trisula II, Rawa Laut, Bandar Lampung, sebagai tenaga honorer. Sekitar tujuh tahun dia mengabdi di sana dan memutuskan untuk tarik diri pada tahun 2006, karena melihat kondisi yang tidak kondusif lagi untuk diteruskan mengajar di sana.

Gaji satu bulan pertama yang didapatnya Rp 50 ribu. Itu sudah termasuk transport pergi-pulang dan biaya sarapan pagi. Kemudian bulan ke dua sampai 3 tahun ia mengajar, honornya mulai naik menjadi Rp 60 ribu. Tahun ke empat sampai tahun ke tujuh, Emah kembali menerima kenaikan honor dari yayasan sebesar Rp 150 ribu per bulan. Bahkan karena pengambdiannya, Emah juga ikut merasakan insentif dari pemerintah per semester Rp 600 ribu.

”Untung rumah saya tidak begitu jauh dari sekolah, sekitar 1,5 kilometer dari rumah. Jadinya kalau pulang saya sering berjalan kaki, supaya tidak boros pengeluaran,” tutur Emah.

Selama ia bekerja di sana, tidak cukup hanya sebagai tenaga pengajar saja. pemenuhan kebutuhanperlengkapan proses belajar mengajar, pembayaran rekening listrik serta telephone dan kebutuhan lainnya, juga menjadi tanggung jawab Emah seorang. Bahkan tidak jarang, Emah diperlakukan seperti pembantu rumah tangga oleh rekan seniornya yang sudah berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Terkadang, ia juga harus membawa pulang pekerjaan yang belum terselesaikan di sekolah.

Lebih dari 8 jam waktunya tersita untuk sekolah yang hanya membayarnya Rp 150 ribu. Sama sekali dirinya tidak pernah komplein apalagi sampai minta kenaikan gaji yang sesuai dengan standar upah minimum regional (UMR). Sementara di sisi lain, Emah juga ketika dirinya masih lajang, ia juga bagian dari tulang punggung keluarganya. Ayah dan ibunya sudah tua bahkan sakit-sakitan, sementara ia juga masih punya dua orang adik yang harus dibantu biaya pendidikannya.

Namun demikian, Emah tetap bisa mengajar, melayani dan tersenyum serta bermain dengan sepenuh hati pada anak didiknya. ”Anak-anak yang membuat saya merasa melupakan dengan tumpukan pekerjan yang melelahkan,” ujar dia.

Itulah sekelumit cerita sang guru honorer yang tidak diperlakukan selaiknya manusia. Hidupnya begitu keras. Namun karena kecintaannya pada dunia pendidikan, ia tetap bertahan di sana. Mungkin permasalah Emah hanya segelintir yang muncul dipermukaan, di belahan sana, masih ada Emah-Emah yang sama.
**
Setelah mengenal Nur Emah, sekarang kita beralih pada sosok guru honorer lainnya. Wanita ini dikatakan cukup tangguh dan gigih memperjuangkan nasib dirinya dan 6 ribu guru honorer lainnya di Kota Bandar Lampung, untuk disetarakan dengan pegawai negeri sipil.

Tidak tanggung-tanggung, perjuangan yang dilakukannya kini sudah sampai tingkat pemerintah pusat. Kesungguhan itu terpancar dari mata guru yang telah mengabdi selama 21 tahun di SDN 1 Way laga, Panjang.Yah, wanita ini bernama Sri Sumarni.

Kini usianya telah memasuki usia 46 tahun. Pengabdiannya hingga 21 tahun, belum juga membuahkan hasil yang membanggakan buat kehidupan masa tuanya alias belum juga diangkat sebagai guru tetap.

Sri bernasib sama dengan tenaga honorer lainnya di Kota Bandar Lampung. Menerima insentif Rp 600 ribu per semester, yang kabarnya insentif itu akan ditiadakan dengan alasan alokasi dana pemerintah tahun 2010 tidak mencukupi untuk membayar tenaga honorer yang ada.

Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 48 tahun 2005, tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi pegawai negeri sipil, pasal 6 mengatakan, pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS berdasarkan peraturan pemerintah dilakukan mulai tahun anggaran 2005 dan paling lambat tahun anggaran 2009, dengan prioritas tenaga honorer yang penghasilannya dibiayai APBN dan APBD.

Kemudian dipertergas dalam pasal 2, tenaga honorer yang bekerja pada instansi pemerintah dan penghasilannya tidak dibiayai APBN dan APBD.

Atas dasar pasal tersebut Sri, yang merasa telah mengabdi lebih dari 20 tahun segera mengurus persyarakat administrasi yang dibutuhkan untuk pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS. Namun sayang, setelah persyaratan tersebut selesai lalu diajukan, justru Sri mendapat penolakan dari instansi terkait dengan alasan kendala usia yang telah melebihi batas maksimum dan harus mendapatkan SK dari pemerintah setempat.

Sri mengatakan, PP tersebut turun sejak tahun 2005, kala itu menurutnya, seluruh tenaga honorer belum satu pun mendapatkan SK dari walikota. Faktor lain yang menunda Sri menjadi PNS adalah revisi PP 48 tahun 2007 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS, pasal 4 ayat 1 yang berbunyi tenaga honorer yang mempunyai masa kerja lebih banyak menjadi prioritas pertama untuk diangkat menjadi PNS. Dalam hal ini yang mempunyai masa kerja sama. Tetapi jumlah tenaga honorer melebihi lowongan formasi yang trsedia. Maka prioritas pengangkatan honorer berusia lebih tinggi. Usianya menjelang 46 tahun, maka yang bersangkutan menjadi prioritas pertama. Atau dalam pengertiannya menjelang usia 46 tahun, yaitu apabila dalam tahun anggaran (2005-2009) berjalan tidak diangkat menjadi PNS, maka untuk tahun anggaran berikutnya menjadi tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi PNS karena telah berusia lebih dari 46 tahun.

”Sampai di sana, saya merasa tahu diri. Saya berhenti mengurus segala perlengkapan menjadi PNS,” kata Sri. Saat Sri beserta rekan sekangkatanya berhenti perjuangkan nasib menjadi PNS, justru honorer usia senior di kejutkan dengan surat edaran pengangkatan kembali pekerja Pekerja Harian Lepas (PHL) di lingkungan pemerintah, tertanggal 10 Desember 2009.

Untuk itu Sri beserta tenaga honorer lainnya yang tergabung dalam Persatuan Guru Honorer Murni (PGHM), mengadukan nasibnya pada Komisi D DPRD Kota Bandar Lampung. ”Sesungguhnya baik anggota dewan dan dinas terkait, sudah berupaya membantu perjuangkan nasib kami, namun mereka juga terkendala dengan PP,” tutur Sri.

Bukan permasalahan jumlah insentifnya, tapi Sri dan rekan lainnya hanya ingin diperlakukan selaiknya manusia. Pendidik yang bisa mencerdasan anak bangsa. ”Ntahlah, pada siapa lagi kami mengadu,” keluh Sri.

Biarpun persoalan pengangkatan terus berkemelut, Sri tetap memberikan pendidikan seomptimalnya. Hal yang paling menyenangkan dalam hatinya, manakala ia melihat anak didiknya menjadi orang yang berhasil. ”Artinya saya masih punya nilai manfaat bagi generasi bangsa ini, biarpun saya tidak jadi PNS,” pungkasnya.

Prakata Awal Tahun 2010: Pendidikan

Awal tahun yang baik menurutku. pasalnya di tahun ini, aku mendapatkan job yang lumayan untuk meningkatkan pendapatan. Satu diantaranya, aku masuk dalam tim pengelola majalah Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung.

Sebetulnya saya sudah lama tidak menulis lebih dari 6 ribu karakter. orang bilang sesuatu atau keahlian yang tidak dijaga alias diasah ketajamannya, Maka keahlian itu akan tumpul bahkan lebih parah lagi keahlian itu akan terlepas dari empunya. Masya Allah ngeri juga ya. Tapi bener deh, untuk memulai tulisan nan panjang namun tetap padat isi, ternyata sekarang bukan hal yang mudah lagi.

Terkadang, untuk memulai kata per katanya lumayan luar biasa sulit. Dari siang pasca hunting ke lapangan, duduk depan laptop terus buka-buka Facebook lalu membuka berita online, tidak juga membuat inspirasi ini muncul disertai mendengar musik klasik. Akhirnya, yang semestinya tulisan bisa langsung digarap, ternyata malam harinya saya harus begadang, memulai menulis.

Memadukan ide dan perasaan dalam penulisan cukup menyita waktu. Padahal, saya secara pribadi paling tidak suka kalau menulis tidak pakai hati. Kesannya kering dan tidak menarik untuk diikuti. Baiklah, saya akan memulai kembali, mengasah kembali life skill yang Allah anugerahkan pada saya. Sesungguhnya dari menulislah, saya bisa menghidupi diri sendiri.

Dan perlu temans ketahui, tulisan yang saya tampilkan ini adalah hasil reportase saya, hasil galian saya bagaimana sesungguhnya guru honorer diperlakukan, baik oleh mitra kerjanya sendiri maupun pemerintah. Dan menariknya, tulisan ini tidak jadi diterbitkan. Redaktur bilang kelewat tajam dan sulit baginya untuk mengedit atau memperhalus bahasa yang telah saya tulis.

Kalau teman saya bilang, Wong digaji pihak bersangkutan kok tulisannya menelanjangi pemerintah. Akhirnya teman bersaran, niat awal berada di suatu sistem tersebut adalah memperbaiki dinas terkait, namun tetap dengan cara yang elegant. Yakni memberi sentilan halus, tapi dalam perjalannya mereka tanpa sadar telah mengikuti apa yang seseungguhnya kita inginkan.

Baiklah... saran yang jitu. Pastinya akan saya coba untuk bisa kritis namun tau diri. he3x... Sejatinya penulis ini adalah rakyat biasa, maka segala sesuatu yang dilakukannya harus berpihak pada rakyat juga.. Tapi sepertinya, tidak mungkin kalau tulisan tersebut akan saya sampaikan dalam entrian yang sama. Saya tidak mau pembaca sudah mual duluan dengan banyaknya tulisan..

Yups..bersambung di Entrian berikutnya ya. Silakan simak baik-baik