ani muslihah. Powered by Blogger.

Archives

kolom komentar


ShoutMix chat widget

Search This Blog

rss

Thursday, April 22, 2010

Nasib Tersangka Teroris

Menilik sejenak kasus terorisme yang berkembang di dunia. Torerisme selalu diindentikan dengan muslim, seolah-olah, Islam itu adalah agama yang sangar, syarat dengan pertumpahan darah. Masih ingat di benak kita tragedy pengeboman gedung kembar di Amerika Serikat. Pemerintah Amerika Serikat menuduhkan pelaku pengeboman gedung tersebut adalah umat Islam. Muncullah Nama Osamah Bin Ladin selaku otak pengeboman tersebut. Tapi hingga detik ini, apakah Amerika mampu mengungkap siapa actor utama dibalik peristiwa yang menewaskan sekian orang tak berdosa?

Nama umat Islam telah tercemar. Bahkan efek dari berita bohong itu, umat Islam sendiri sebagian merasa tidak bangga dengan kepercayaan yang dianutnya, bahkan tidak sedikit pula yang mencibir saudaranya sendiri apabila ada diantara keluarga mereka atau tetangga mereka yang menerapkan kehidupan secara islami.

Namun begitulah cara Allah memuliakan agamaNya. Dampak dari berita bohong yang dihenbus-hembuskan oleh musuh Allah, justru berbalik. Tidak sedikit kala itu, warga Amerika menggali ajaran Islam melalui kitab-kitab Allah. Mencari tahu kebenaran, apakah benar Islam adalah agama yang menebarkan permusuhan. Walhasil, tidak sedikit warga Amerika yang meyakini kebenaran ajaran Islam serta mengikrarkan keyakinan itu melalui kalimat tauhid. Allahu Akbar.
**
Kita kembali bagaimana penanganan pidana teroris di Indonesia dan bagaimana pula lembaga Hak Asasi Manusia (HAM) menyikapi persoalan ini.

Sedikit bercerita bagaimana kepolisian mengantisipasi aksi teroris di Lampung. Diberitakan Provinsi Lampung khususnya Lampung Barat termasuk wilayah yang di nilai kepolisan rawan sebagai tempat berkumpul dan berlatihnya teroris. Di sana, aparat kepolisan menjaga ketat setiap titik-titik perlintasan. Kakak ipar saya (Eko Suparno), pernah satu malam melintasi hutan lindung TNBBS. Beliau membawa penumpang yang sebagian besar adalah jilbaber yang hendak pulang ke Bandar Lampung dari menghadiri sebuah pesta pernikahan rekan mereka.

Polisi yang berjaga memeriksa dan menggeledah barang bawaan mereka. Pertanyaan demi pertanyaan pun terlontarkan. Mata penuh curiga menatap satu persatu para penumpang mobil kijang berwarna silver.
“Dari mana pak, mana surat-suratnya?” Tanya polisi.
“Dari mengantar adik-adik menghadiri pesta pernikahan,” jawab Eko Suparno, sambil menyerahkan surat-surat penting pengemudi.
“Bukan kepengen menghadiri sebuah pertemuan perencanaan pengemboman ya?” kembali polisi bertanya, sambil melihat surat-surat yang ditunjukan Eko.
“Bukan pak. Saya bukan teroris,” jawab Eko dengan tegas.
“Ya sudah..hati-hati dijalan, maaf mengganggu perjalanan Anda,” ujar polisi mengakhiri dialognya.

Kalau coba diamati, apa yang dilakukan pihak kepolisian memang tidak ada salahnya. Semua itu dilakukan dalam rangka mempersempit gerak aksi teroris di Indonesia khususnya di Lampung. Dan pengawasan ekstra offer estimate itu, karena sebelumnya Markas Besar Polri (Mabes Polri) telah mengumumkan daftar tersangka teroris yang tertangkap di Aceh beberapa waktu lalu. Dua tersangka yang diumumkan Polri berasal dari Lampung. Khairuddin Kaman dan Qomaruddin. Khairudin justru disebut-sebut sebagai otak penggerak teroris bahkan juga tim sukses pengeboman JW Marriot tahun 2003 lalu. Artinya, Lampung pernah dijadikan tempat persinggahan pelaku teoris.
**
Sabtu (17-04), kami para wartawan berkesempatan bertemu dan berbicara banyak dengan sanak keluarga Khairuddin dan Qomaruddin. Pertemuan itu difasilitasi oleh tim Advokat untuk keadilah hak-hak tersangka dan keluarga teroris.

Ni Hayati (Istri Qomaruddin) menceritakan selama penangkapan dan penahanan suaminya, dirinya tidak pernah mendapatkan pemberitahuan secara resmi keberadaan dan kondisi suaminya dari Mabes Polri. “Saya mencari tahu bagaimana keadaan suami saya dari teman-teman media,” kata Ni hayati. Hal yang samapun dilakukan Kharlizar Sofa (Istri Khairuddin), ia pun mendapatkan kelanjutan informasi keberadaan suaminya dari media.

Istri Khairuddin, sebelumnya sempat mendapatkan surat penangkapan dan penahanan dari Polda Aceh. Dalam surat itu dikatakan bahwa Khairuddin di tahan di Polda Aceh. Namun informasi yang dia dapatkan tidak sama dengan pemberitaan di media. “Katanya suami saya di tahan di Mako II Brimob Palapa Jakarta,” Kata Kharliza.

Sanak keluarga beserta tim kuasa hukum mendatangi Mabes Polri hendak menengok secara langsung suami-suami mereka. Namun, sesampainya mereka di sana hingga mereka pulang kembali ke Lampung, pihak keluarga juga belum mengetahui kondisi terakhir suami mereka, karena simpang siur informasi yang mereka dapatkan di Mabes Polri.

Bagaimana mungkin, Mabes Polri yang telah jelas-jelas menangkap bahkan menahan yang mereka sebut-sebut sebagai teroris, tapi dalam penanganannya belum tertata dengan rapih. Atau memang ada sebuah diskriminasi dalam penanganan kasus tersebut.

Coba kita amati bagaimana polisi menangani kasus terorisme di Indonesia. Di mulai dari penangkapan DR. Azhari yang mereka sebut-sebut sebagai tokoh utama pelaku terorisme di Indonesia, kemudian penggerebekan teroris di Tumanggung, Nurdin M Top dan lainnya. Kenapa ya? Polisi kita selalu gapah menangkap tersangka teroris. Bahkan saking gapahnya, densus 88 mengeksekusi mati tanpa ampun tersangka teroris.

Secara pribadi, penulis adalah orang awam hukum. Tapi apakah tidak sebaiknya jikalah ternyata orang-orang yang dipersangkakan sebagai teroris diadili terlebih dahulu dan kemudian melakukan pengembangan kasus sehingga, siapa saja yang betul-betul otak teroris bisa mendapatkan hukuman yang setimpal. Kalau setiap orang baru dicurigai sebagai teroris lantas di tembak mati, saya piker, hal itu tidak akan pernah mengungkap jaringan sesungguhnya teroris di Indonesia.

Setahu saya juga, setiap tindak pidana apapun, secara prodistisa (nah betul gat uh tulisannya), mereka harus melalui jalur hukum terlebih dahulu. Sekalipun itu koruptor kelas kakap. Lantas, mengapa ada pembedaan perlakuan terhadap terpidana teroris? Dan yang membuat dada ini terasa sesak, orang-orang yang disebut-sebut sebagai teroris adalah mereka yang menjalankan agamanya dengan baik. Bermuammalah secara baik juga dilingkungan sekitarnya. Stigma yang berkembang, orang yang mengenakan baju ala zaman nabi atau busana wanitanya mengenakan cadar, justru orang-orang seperti inilah yang patut dicurigai. Jangan-jangan mereka adalah bagian dari teoris. Lantas, orang yang sudah jelas-jelas preman tunggang langgang melanjutkan kejahatannya. Karena preman tidak perlu dicurigai.

Hmm.. apa motif dibalik penyebaran berita teroris ini? Berdasarkan pengakuan istri korban, informasi pihak kepolisian melalui media tidak benar adanya. Khairudin misalnya, disebut-sebut dalam pemberitaan pada tahun 2003 Heru masuk dalam daftar perencana pengeboman JW Marroit, namun dalam waktu yang bersamaan juga, Heru tengah sibuk-sibuknya mempersiapkan pernikahan. Apa salahnya Heru memilih hidup menjadi penghafal Quran, hidup di tengah kalangan pesantren mendalami ilmu agama? Kenapa setiap penghafal quran, santri atau ustadz harus di kait-kaitkan dengan teroris?

Wahai aparat penegak hukum..atau siapapun Anda yang tidak suka Islam menjadi sebuah ajaran yang bisa diterapkan disegala lini, sebesar apapun upaya Anda mengkerdilkan Islam, tanpa Anda sadari bahwa Anda pelahan-lahan telah membangunkan singa dari tidurnya. Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin…dan Islam akan terus tegak seiring tegaknya nafsu manusia. Itulah janji Allah.

0 komentar: