ani muslihah. Powered by Blogger.

Archives

kolom komentar


ShoutMix chat widget

Search This Blog

rss

Pages

Monday, May 18, 2009

Golput Dulu Deh...

Pemilihan Presiden tanggal 8 Juli. Dari sekian calon yang ditawarkan, ntah kenapa ini hati ga begitu tertarik untuk menjadi pemilih yang baik. Sebetulnya, pasti ada aja pasangan calon yang punya visi dan misi yang jelas dan berpihak pada rakyat. Tapi sayang, hatiku, belum tersentuh oleh pasangan manapun.

Apa yang menjadi keluhan hati ini, bukan berarti saya mengajak pembaca setia untuk ikut-ikutan tidak memilih. Memilih pemimpin negeri ini, adalah bagian dari hak tanggung jawab sebagai warga negara, yang tertuang dalam UUD 1945. Meskipun demikian, hak untuk tidak menjatuhkan pada pasangan manapun juga bagian dari hak warga negara Indonesia.

Tapi celakanya, bagi warga yang tidak menetapkan pilihannya pada siapapun, ia tidak berhak untuk mengajukan protes atau gugatan, manakala pemimpin ke depan menyeleweng dari flatform yang sudah dijanjikan sebelumnya pada masyarakat.

Sedikit gambaran, mengapa sementara ini saya memutuskan tidak ikut campur dulu dengan hajat demokrasi Indonesia. Sekarang coba kita kuliti satu persatu pasangan calon.

Pertama SBY-Berbudi, menurut saya wakil yang ditunjuk oleh SBY berdasarkan informasi yang beredar, sangat berpihak pada ekonomi liberalisme. Boediono ketika menjadi Gubernur Bank Indonesia (BI), kebijakan ekonominya sangat tidak berpihak pada rakyat. Alasan ke dua, mengapa SBY tidak mengambil salah satu anggota koalisi yang mengusungnya. Ini adalah bagian daripada menginjak-injak harga diri partai politik yang memutuskan berkoalisi dengan partainya.

Okelah, kalau alasan saya ini sangat emosional memandang pasangan SBY. Alasan yang lainnya, SBY sangat tidak mengindahkan etika berkoalisi. Saat ia memutuskan Boediono sebagai pasangannya, adakah ia mengkomunikasikan terlebih dahulu dengan partai-partai yang berkoalisi dengannya? Baru setelah ada penekanan dari partai tertentu, ia menjelaskan secara gamblang. Dan penjelasan itu, menurut akal sehat saya, adalah penjelasan yang melecehkan partai koalisi. Sederhana saja jawabannya pada Presiden PKS Tifatul Sembiring "Saya tidak sempat untuk menjelaskan ini semua, mohon bisa dimaafkan".

Olala baby... Dunia politik memang terkadang membuat saya menjadi terbingung-bingung. Terlalu banyak intrik dan permainan. Mana yang pandai dan kuat, maka ia akan mudah menggiring pihak lain untuk mengikutinya. Sulit bagi orang-orang yang punya idealisme ortodoks untuk bertahan di sana. Ia akan tersingkir, kalaupun tetap memutuskan ada di sana, ia memang mendapat citra baik dari masyarakat, tapi ia tidak akan mendapatkan apa-apa. (Tong kosong nyaring bunyinya)..

Tersingkir dari komunitas orang-orang kuat nan jahat dan pada akhirnya, tidak ada kebijakan pro rakyat yang bisa diperjuangkan oleh lembaga yang sedari awal memang berpihak pada rakyat.

Saya pikir, kebijakan PKS untuk tetap bergabung dalam koalisi pendukung SBY-Boedi, setelah sebelumnya mencak-mencak, adalah keputusan yang sudah dipertimbangkan untung-ruginya. Ruginya PKS akan mendapat hujatan dari berbagai kalangan dengan argumen tidak konsisten dengan gertakannya alias getakan sambal atau macan ompong, tapi di sisi keuntungannya, mungkin ada hal-hal yang membuat PKS harus pasang badan guna menyelamatkan sesuatu yang memang harus diselamatkan.

Saya yakin juga, keputusan yang sudah dikeluarkan petinggi PKS adalah hasil dari musyawarah dari orang-orang yang sudah paham strategi politik di gedung wakil rakyat itu. Meskipun hasilnya memalukan, tapi itulah bagian dari musyawarah yang harus dijunjung tinggi oleh kader dan simpatisan PKS.

Demi Allah, saya secara pribadi tidak menyalahi apa yang sudah menjadi putusan partai dawah ini. Tapi saya juga tidak bisa memaksakan diri mengikuti keputusan yang ada, untuk sementara waktu ini. Saya lebih memutuskan untuk break dan concern dengan dunia yang lebih independent.

Kembali pada pemaran pasangan lainnya. JK-Win, pasangan sipil dan TNI, adalah pasangan dari produk partai lama. JK memang punya kinerja yang baik selama ia menjabat sebagai wakil presiden, tapi saya pikir, beliau sangat ambisius. Sementara Mega-Pro, selama kepemimpinannya dahulu, mega juga tidak pernah mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada wong cilik.

Bagiku, ke tiga pasangan ini sangat tidak menarik perhatian saya. Kepada Tim Sukses, saya ucapkan selamat berjuang, yakinkan rakyat bahwa calon yang Anda tawarkan memang layak untuk menang dan memimpin negeri ini. Berusahalah sekuat tenaga Anda, kejar takdir Anda dan serahkan semua urusan pada Sang Khaliq. Karena sesungguhnya catatan kemenangan itu, sudah ada di Lauhul Mahfudz...