ani muslihah. Powered by Blogger.

Archives

kolom komentar


ShoutMix chat widget

Search This Blog

rss

Pages

Tuesday, August 11, 2009

You Are Still The One

Selasa (11-08), baru saja aku dan teman mendiskusikan sebuah hubungan. Dipersempit lagi, berbicara hubungan orang-orang yang telah punya status menikah secara sah dengan pasangannya.

Pembicaraan itu diawali dari seorang teman. Teman ini, menurut kami sebelum menikah, dia adalah sosok orang yang dinilai kaum wanita punya perhatian yang baik dengan teman wanitanya, tahu bagaimana memperlakukan wanita dan nampak-nampaknya, sosok teman kami yang satu ini orangnya sangat romantis. Dulu, waktu doi melangsungkan pernikahan, hati ini sempat berucap--beruntung sekali pasangan wanitanya yang telah berjodoh dengan temanku yang satu ini, pasti dia nanti akan menjadi manusia yang sangat bahagia di dunia ini, karena telah mendapatkan pasangan yang ideal menurut sebagian besar kaum wanita-- Mungkin dibelahan sana, banyak wanita yang menitikkan air matanya, karena harapannya pupus hari itu juga. Tidak menjadi wanita seberuntung istrinya bla..bla..bla..

Sekarang dirinya sudah menikah dengan wanita pilihannya dan sudah memiliki satu orang putra. Semenjak dirinya menikah, terkesan ada jarak antara kami. Ntah jarak itu siapa yang memulainya. Sebelumnya, aku dan dirinya sangat akrab, selalu ada saja bahan yang bisa dijadikan bahan untuk didiskusikan. Selalu ada waktu untuk bertemu dan berbagi cerita dan pengalaman. Ntah itu cuma cerita perkembangan media atau apalah.

Seiring berjalannya waktu, aku mulai melihat karakter yang berbeda dari dirinya. Dahulu orang ini aku pandang punya kepekaan yang baik dengan wanitanya, tapi setelah menikah, kepekaan, perhatian serta pemahaman dirinya pada pasangan hidupnya justru bisa aku nilai dibawah nilai rata-rata. Seperti ada hal yang ia tutupi atau tidak ia sadari, bahwa sesungguhnya, romantisme dalam keluarga yang baru saja ia bina kurang lebih dua tahun, nampak-nampaknya pudar.

Dan mungkin, fenomena rumah tangga yang seperti ini, bukan hanya terjadi pada temanku yang satu ini saja. Banyak orang yang sudah menemukan jodohnya tapi dalam perjalanan pernikahannya ia sama sekali tidak menikmati indahnya hidup bersama pasangan. Hal itu disadari atau tidak.

Pasangan-pasangan ini banyak terjebak dalam sebuah rutinitas sehingganya mengabaikan, hakikat cinta yang semestinya tumbuh bersemi dalam sebuah hubungan yang penuh dengan keberkahan dari Allah itu. Disatukannya, dua insan yang berbeda dari jenisnya sendiri, dalam sebuah ikatan suci (pernikahan), supaya kita merasa bahagia dan nyaman dengan pasangan kita dalam menghadapi dinamika kehidupan ini.

Sang istri disibukan mengurus anak dan rumah tangganya (dapur, sumur dan kasur), sementara sang suami sibuk dengan mencari nafkah untuk memenuhi rumah tangganya karena sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan. Terlepas dari itu, dalam hubungan berumah tangga, kehidupan mereka kering, gersang serta tidak punya arti satu dengan lainnya. Ada dan tiadanya pasangan disisi kita, tidak mempengaruhi kehidupan pribadi ini. Semuanya berjalan sendiri-sendiri.

Hubungan yang seperti ini kalau toh, memang harus dipertahankan, tidak lain karena faktor anak yang mengikat. Bukan kesenyawaan dan bukan pula karena cinta yang tumbuh dalam pernikahan. Inilah kajian yang selama ini cukup menjadi perhatian serius bagi diriku. Karena menurutku, pasangan seperti ini sebetulnya begitu menjamur. Bahkan, anehnya, pasangan seperti ini tidak jarang terjadi dikalangan keluarga yang memahami agama.

Berapa keluarga sih, yang berhasil memupuk dan menumbuhkan rasa cinta dan chemistery dalam sebuah hubungan, bisa menganggap pasangannya adalah soulmate, berkomitmen untuk sehidup semati, tetap menjaga romantisme sampai tua? Cobalah tengok kelaurga-keluarga sekitar kita, atau mungkin kondisi rumah tangga kita sendiri yang perlu diperhatikan. Apa sebenarnya yang terjadi dengan hubungan antara kita dengan pasangan hidup kita?

Aku teringat ada seorang teman, ketika aku mengatakan punya mimpi dan harap bisa romatis sampai tua dengan pasangan ku kelak, justru dia malah menertawakan diriku. Katanya, Eni...Eni... itu mah, khayalan semua orang yang belum pada nikah. Setelah nikah, kata-kata dan perlakuan romantis itu cuma mampu bertahan satu bulan, selebihnya, ya..jalan sendiri-sendiri. Perkataan itu membuat aku terhenyak! Mindset, itu rupanya sudah mendarah daging di masyarakat kita kebanyakan. Yang menjadi pertanyaan besar dikepalaku, Tidakkah nantinya aku bisa menikmati indahnya cinta seperti yang diajarkan rosul pada Bunda Aisyah.

Yang aku tau, dengan adanya cinta dalam sebuah hubungan, maka cinta itulah menjadi energi besar untuk merubah segalanya. Karena cinta kita pasti rela berkorban, karena cinta kita pasti ingin jadi yang terbaik, karena cinta kesuksesan gemilang akan teraih dan karena cinta hidup ini akan terasa lebih hidup dan berarti.

Apalah artinya status pernikahan kalau cinta bukan landasannya? apalah artinya ikatan pernikahan kalau kita tidak bisa menggagap pasangan hidup kita adalah satu-satunya (Your still the one). satu-satunya orang yang bisa diajak berbagi dalam segala hal. Satu-satunya orang yang bisa mengerti akan diri ini.

Allah Robbii...apa susahnya sih, menyatukan suhu dengan pasangan kita? sementara dalam pernikahan itu mengandung keberkahan, yang tidak lain adalah cinta yang mesti tumbuh bersemi dalam sebuah hubungan, supaya kita merasa nyaman menjalani hidup ini.