ani muslihah. Powered by Blogger.

Archives

kolom komentar


ShoutMix chat widget

Search This Blog

rss

Pages

Monday, February 11, 2008

Kenalan:

Hai Teman-teman, sudah lama saya menginginkan semua tulisan yang pernah diterbitkan di media lokal tempat saya tinggal, terpublikasi dengan baik. mohon maaf semua tulisan ini masih culun. maklumlah, saya bukan penulis hebat. masih tahapan belajar.

Tolong dikomentari semua tuliasan yang sudah teman-teman baca. apapun bentuknya saya terima dengan lapang dada.

terimakasih.

Soeharto di Mata Pers

Hari Minggu, 27 Januari, tepat pukul 13.10 Wib, dokter kepresidenan Republik Indonesia (RI) mengumumkan secara resmi wafatnya mantan Presiden RI, H. Muhammad Soeharto. Setelah kurang lebih tiga minggu soeharto tergeletak tak berdaya di rumah sakit Pertamina Jakarta, akhirnya hari itu juga Soeharto tutup usia yang ke-87 tahun. Innalillahi Wainna Ilaihi Roji’un. Tak lama kemudian Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) didampingi wakil presiden Yusuf Kalla, mengumumkan hari berkabung nasional selama 7 hari, atas wafatnya putra terbaik bangsa Soeharto.

Pada hari itu, hampir semua media elektronik tak henti-hentinya memberitakan perkembangan terbaru pasca wafatnya Soeharto. Rumah persemayaman di jalan Cendana dipadati handa taulan, kerabat dan warga yang ingin melihat secara langsung jasad terakhir Soeharto. Bahkan pagi harinya, ketika proses keberangkatan ke Solo, warga juga tampak antusiasme melihat secara langsung iring-iringan mobil jenazah soeharto. Almarhum akan dimakamkan di Astana Giri Bangun, Solo, pemakaman yang sudah dipersiapkan bagi keluarga Seoharto. Bisa dipastikan Jakarta macet total pada saat itu karena dipadati ribuan manusia yang hendak memberikan penghormatan terakhir pada mantan presidennya. Padahal, pada hari itu bukan hari libur nasional, bisa dibayangkan bagaimana jadinya, jika prosesi pemakaman soeharto bertepatan dengan hari libur.

Dari peristiwa yang baru saja diuraikan di atas, ini menujukkan bahwa masyarakat Indonesia masih bersimpati dengan mantan presiden RI ke dua, Soeharto. Sebenarnya, kepergian Soeharto menghadap sang khalik sudah bisa diprediksikan public sejak hari pertama beliau dirawat di RS pertamina. Kondisi kesehatan beliau ketika itu naik turun. Bahkan terakhir mengalami penurunan yang cukup drastic. Hanya tinggal menunggu waktu yang telah digariskan Sang Pencipta.

Semua media menampilkan kilas balik semasa hidup beliau. Ada yang menyanjung selama kepemimpinannya, ada yang membantai tiada ampun, namun ada pula yang arif dan bijak memberikan maaf atas kesalahan yang telah diperbuatnya selama ia memimpin negeri ini. itulah memori rakyat ketika Soeharto memimpin selama 32 tahun RI. Namun dari sekian banyak kilas balik tentang Soeharto di semua media elektronik, ada yang membuat saya tertarik mendengar kesaksian yang ditayangkan liputan 6 sore SCTV, yang bertajuk In Momeriam Pak Harto, ia seorang jurnalis kepresidenan di era Soeharto. Ia bernama Linda Djalil. Ia mengisahkan selama bertugas di Istana kepresidenan, insan pers ditempatkan sebagai manusia berkelas tiga.

Menurutnya, ketika itu tak satupun wartawan berani menjulurkan tape recordernya dengan lantang dihadapan presiden. Pernah satu ketika Soeharto di demo di negara Jerman, namun tak satupun wartawan berani menanyakan bagaimana perasaan beliau yang di hina di negara orang. Padahal soeharto memberi kesempatan pada wartawan untuk bertanya. Rasa takut dan segan terhadap sosok soeharto pun tampak dari menteri-menteri eranya ketika itu.

Tidak ada istilah wartawan sejajar dengan narasumbernya ketika itu, tidak seperti sekarang, presiden sekalipun bebas kita kuliti selagi masih berdasarkan data dan fakta. Ketika itu, wartawan dianggap manusia yang tak berarti. Bahkan perlakuan yang sama pun didapatnya dari kurawa-kurawa soeharto, dari sopir sampai tukang cuci piringnya pun memperlakukan wartawan tidak baik ketika itu. ia juga mengisahkan pernah suatu ketika para wartawan di undang pada acara buka puasa di kediaman keluarga cendana, apa yang didapat? Para wartawan yang meliput mendapatkan kue kotak yang didalamnya sudah dikermuni semut. “Inilah akibat contoh yang tidak baik, sampai kurawa-kurawanya saja ikut memperlakukan kami seperti binatang,” kata Linda, suaranya terdengar begitu geram. Padahal pers merupakan ujung tombang bagi sebuah bangsa.

Ingatan itu sepertinya begitu melekat dan sulit dilupakan dari ingatan Linda dan rekan-rekan jurnalis lainnya. Bagaimana bisa lupa? selain dibungkam, pers juga diperlakukan tidak manusiawi. Itulah sekelumit cerita dari kekejaman seorang Soeharto, masih banyak cerita sedih lainnya, sepertinya jika didokumentasikan akan banyak cerita yang akan terus menghakimi Soeharto dan kelurganya yang semakin hari, semakin tidak memiliki kekuatan apapun untuk membungkam rakyat-rakyatnya.

***

Hari-hari terakhir hidupnya, Soeharto meninggalkan persoalan hukum yang belum sempat ia selesaikan. Persoalan yang merugikan asset negara hingga mencapai triliunan rupiah tersebut menimbulkan kontroversi. Ada yang menghendaki Soeharto terus diadili, ada pula yang menghendaki kasus Soeharto diputihkan saja. Secara pribadi, saya menghendaki kasus hukum Soeharto terus di usut hingga betul-betul menemui titik terang. Persoalan yang merugikan banyak orang ini, nantinya tidak akan berhenti sampai di dunia saja. Ada pengadilan yang lebih agung dan maha adil kelak. Kesaksian di sana tidak akan terbantahkan.

Maka dari itu, pengusutan perkara Soeharto di dunia sesungguhnya membawa kebaikan bagi Soeharto dan keluarganya. Artinya, hukum dunia membantu meringankan hukum akhirat. Dan terpenting adalah, negara kita sudah memberlakukan hukum yang adil pada siapapun tanpa pandang bulu. Dengan begitu, penguasa yang akan datang berpikir dua kali lipat untuk melakukan kesalahan yang sama. Kalaupun kasus Soeharto memang harus diputihkan, sekurang-kurangnya ada pengakuan dari pihak keluarga Soeharto dan membenarkan atas kesalahan yang telah diperbuat oleh ayah mereka dan kroni-kroninya. Sukur-sukur, kekayaan negara yang pernah diakuinya dikembalikan ke kas negara. Tapi rasanya mustahil.

Sekarang Soeharto sudah menghadap Ilahi, persoalan yang belum terselesaikan semoga bisa terselesaikan dengan arif dan bijaksana baik dari keluarga maupun penyelenggara hukum negeri ini. Bantu pahlawan kita dengan cara memberikan kesaksian yang jujur. Dan tepatkan diri kita pada titik nol. Dengan begitu, kita sebagai warga negara sudah meringankan ia dalam melaporkan pertanggungjawabannya sebagai pemimpin negeri ini kepada sang Khaliq. Selamat jalan pahlawan ku, semoga pengabdianmu dalam membangun bangsa ini diterima oleh Allah SWT. Terima kasih atas segalanya.[]

Eni Muslihah

Dimuat di Harian Lampung Post

Badai Tak Kunjung Berlalu

CERPEN ENI MUSLIHAH


14 Januari 2008

Penulis lepas

Tinggal di Bandar Lampung

Namaku Fatimah, aku punya satu anak laki-laki dari hasil perkawinan dengan suamiku Yatman. Nama anakku Aziz, kini ia berusia 3 tahun. Aku bersyukur pada Allah SWT atas karunia suami dan anak yang telah diberikan kepadaku. Kami sekeluarga sangat bahagia, satu sama lain saling menghargai dan mengasihi. Usiaku lebih tua tiga tahun dari suami ku, tapi itu bukanlah persoalan bagi suami tercintaku.

Seiring berjalannya waktu, kebahagiaan itu tidak lagi ku rasakan, ketika suami ku mulai sakit-sakitan. Tepatnya dua tahun belakangan, ia di vonis dokter terserang penyakit kanker kelenjar leher. Ada benjolan dibagian leher, semakin lama semakin membesar. Dokter menyarankan kanker itu harus segera di angkat, jika tidak akan fatal bagi kesehatan suamiku. Saran dokter pun kami ikuti demi kesehatan suamiku. Usai operasi, suamiku masih harus menjalani kemoterapi lagi, untuk menggagalkan menyebarnya sisa-sisa kanker itu. karena menurut dokter, suami ku sudah mengalami stadium tiga.

Semakin lama kondisi suamiku semakin lemah. Pada titik tertentu ia harus berbaring di atas tempat tidur. Sementara, kebutuhan hidup terus bertambah. Untuk bisa menutupi kebutuhan sehari-hari aku menggantikan peran suamiku sebagai kepala rumah tangga. Aku bekerja sebagai guru bimbingan belajar (bimbel). Dari pagi sampai malam aku sibuk dengan pekerjaanku, karena aku sangat menguasai dunia pendidikan, maka aku kerahkan semua ilmuku di sebuah lembaga pendidikan. Cukup terbilang lumayan, aku mendapat jatah mengajar 8 jam, dari rumah ke rumah. Setiap aku mengajar, Aziz ku titipkan pada ibuku, setelah aku selesai mengajar barulah pulang kerumah kontrakan dan mengurus kebutuhan suamiku.

Awalnya suamiku faham sekali dengan kesibukanku dalam menggantikan perannya, sesekali ia memandangku lekat. Seolah ada kata yang ingin disampaikan pada ku, tapi tak tersampaikan, air matanya mengalir. “Aku minta maaf bu, tidak bisa membahagiakan mu. Ayah bukan suami yang baik, tidak bisa menafkahkan istri dan anak lagi,” kata suamiku. Tak tertahan rasanya menahan emosi ingin menangis, butiran air mata pun menetes dan membasahi pipiku. “Ayah, suami ku yang baik, semua ini adalah kehendak Allah, Allah menguji kita lewat sakit ayah. Percayalah, suatu saat badai pasti berlalu,” kataku, sambil memijat kaki suamiku.

Begitulah rutinitas keseharianku. Cukup melelahkan. Selain bekerja, aku harus mengurus suami dan anakku. Sedikitpun aku tidak pernah mengeluhkan masalah ini pada suami atau keluarga. Hingga pada waktu tertentu, suamiku meminta ibu mertuaku tinggal bersama kami, untuk mengurusi kebutuhan suamiku yang semakin hari tidak berdaya.

Disanalah awal perpecahan keluarga kami. Sepekan pertama, gejala kehancuran rumah tangga kami kami mulai terlihat. Awalnya, suamiku menuntut supaya aku berhenti bekerja. Ia merasa kurang mendapat perhatian dari ku. “Tugas kamu mengurus suami, bukan keluyuran begitu,” kata suamiku, sambil bertolak pinggang menyambut kedatanganku dengan nada keras. Tidak biasanya ia bersikap aneh, mendengar perkataannya itu, jantungku langsung berdetak kencang. Tak menjawab sepatah katapun, aku langsung membawa anakku keluar, pulang ke rumah ibuku. Sepanjang jalan, aku memikirkan perkataan suamiku. Tapi aku berusaha mengevaluasi diri, kenapa suamiku tega bersikap demikian. “Ah.. aku ini sungguh istri tidak tahu diri, suami sakit, justru aku menambah jam pelajaran,” hati kecilku berkata. Aku berusaha mafhum dengan kondisi suami saat ini. Aku pun berfikir untuk mengurangi jam mengajar. Masalah yang baru saja menimpa, urung aku ceritakan pada kedua orangtua.

Keesokan harinya, aku pulang ke rumah kontrakan kami dan berharap sejuta kata maaf keluar dari mulut suamiku. “Ayah, ibu pulang!” kata ku menghampiri suami lalu menyium keningnya. Tapi sayang, suamiku diam seribu bahasa. “Ayah masih marah dengan ibu ya?” Tanyaku. “Ibu faham, kenapa ayah marah. Ibu janji deh, besok ibu akan meningkatkan kuantitas pertemuan kita. Tapi janji ayah jangan marah lagi ya?” celotehku, mengharap suami tidak bersikap dingin lagi.

Tapi sungguh di luar dugaan. Rayuanku bersambut tamparan yang mendarat dipipi kananku. “Kamu ini perempuan bermuka dua. Kamu tidak pernah ikhlas kan atas uang yang kau keluarkan untuk kesembuhanku?” marahnya. Entah setan dari mana yang meracuni pikirannya, sampai-sampai suamiku bisa berdiri hanya untuk memaki dan menghardikku. “Demi Allah yah, aku ikhlas membantu pengobatanmu, dari mana ayah dapat berita tidak benar itu?” Tanya ku, sambil memegangi pipi kanan ku yang baru saja terkena tamparan tangan suami sendiri.

Siang itu merupakan hari pertama perang hebat antara aku dan suami. Saking kerasnya teriakan suamiku, tetangga kanan-kiri menyaksikan pertarungan hebat kami. Untuk kali ini, aku tetap berusaha tidak menceritakan kejadian ini pada keluargaku, aku punya keyakinan tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan baik-baik. Lagi-lagi aku tidak pernah menganggap itu sebagai perkara besar. Malam seusai salat magrib, aku menghampiri lagi suamiku yang barbering di kasur. Aku berusaha memijat kakinya, seperti apa yang biasa ku lakukan sebelum ada ibu mertuaku. Dengan ragu tanganku menggapai kakinya.

Apa yang ku dapat, ia meronta-ronta dan berteriak seperti anak kecil. “Jangan sentuh aku, jangan sentuh aku. Aku ga’ mau dipegang dengan Fatimah,” teriaknya. Ia berkata demikian sambil berteriak memanggil-manggil ibunya. Dari arah belakangku, ibu mertua datang, kemudian langsung memeluk putranya. “Enyah kau dari sini, kehadiranmu tidak dikehendaki anakku lagi,” kata ibu mertua ku. Dari situ aku baru tahu, ternyata penyebab perpecahan rumah tangga kami tidak lain adalah ibu mertuaku sendiri. Emosiku pun memuncak. “Baik, ibu ga’ usah repot-repot, malam ini juga saya pergi,” jawabku yang juga menegang.

*

Sebulan aku tidak pulang ke rumah kontrakan. Aku dan Aziz tinggal di rumah orangtua ku. Ada secercah harapan, suatu saat keluarga suamiku menjemput dan memita aku kembali ke rumah kontrakan kami. Tapi sayang, harapan itu tak kunjung terjadi. Tepatnya, hari Sabtu sore, Aziz menangis terus, anakku merenge minta bertemu dengan ayahnya. Sebagai seorang ibu, aku tidak tega melihat anakku menangis. Aku tidak pernah melihat anakku menangis sampai 3,5 jam. Akhirnya, ku putuskan untuk mengantar anakku bertemu ayahnya. Seperti yang sudah ku duga, suami ku pun merindukan Aziz. Sedangkan aku, sepatah kata pun tidak mendapatkan tegur sapa dari suamiku. Sepertinya aku benar-benar tidak diharapkan lagi. Sebulan sudah aku berada di rumah yang kini jadi neraka bagiku. Sebulan itu juga suamiku tidak menegur. Manusia mana yang tahan jika tidak di ajak bicara dengan orang terdekatnya?

Suatu hari, ibu mertua menghampiriku. Ia meminta uang, menurutnya, uang yang dahulu pernah ku tinggalkan untuk pengobatan suamiku sudah habis. “Suamimu mau berobat, tapi uangnya ndak ada. Uang ibu juga sudah habis,” kata ibu mertua. Ibu mertuaku menabahkan, belakangan proses pengobatan di dokter sudah dihentikan, mengingat biayanya mahal. “Jadi supaya tetap berobat, ibu memutuskan pindah berobat ke paranormal saja,” tambahnya.

Aku adalah seorang muslimah, bagiku ikhtiar melalui paranormal atau dukun, merupakan hal yang sangat bertentangan dengan syariat Islam. Aku pun tidak menyetujui permintaan ibu mertuaku. “Maaf bu, perkara yang satu ini saya tidak setuju, itu syirik bu, dosa besar. Allah tidak akan mengampuni dosa kita,” jawabku. Aku tidak mau lantaran suamiku tidak ada perubahan dalam sakitnya, kemudian menyerahkan kesembuhannya pada seorang dukun. Ini masalah keyakinan (akidah), sampai kapan pun tidak akan pernah ku gadaikan dengan apapun.

Rupanya suamiku mendengarkan percakapan kami, percekcokan antara aku, suami dan ibu mertua pun terjadi. Tiba-tiba suamiku balik kearah belakang, mengambil sebuah gunting. Ketika perdebatan antara aku dan ibu mertua, tiba-tiba ada sebuah benda tajam sudah menempel ke pinggang sebelah kananku. Perdebatan itu pun berhenti sejenak. Dengan nada berani dan lantang aku menantangi suamiku. “Dulu kamu menampar pipi ku, sekarang kau mau membunuhku? Silakan, Aku tidak pernah takut dengan kematian,” kataku dengan nada bergetar. “Ayo bunuh aku, bukankah ini yang kau dan keluargamu inginkan?” suaraku makin mengeras.

Baru kali itu, aku sangat berani dengan suamiku, mendengar teriakanku, anakku, Aziz terbangun dari tidurnya dan menangis memanggil namaku. Spontan aku langsung berlari ke kamar mengambil anakku, kemudian membawanya pergi dari rumah yang kian hari semakin memanas saja. Inilah puncak dari perpecahan keluarga kami. Aku sudah tidak bisa memaafkan perlakuan suamiku lagi. Tapi sekali lagi tetap ada pertimbangan mengenai posisi anakku.

Masalah ini sudah tidak bisa kutahan lagi, aku ceritakan persoalan ini pada teman karib ku Yani. Kami berteman sejak tiga tahun lalu, tapi se-iya dan se-kata sudah terjalin antara kami. Yani terkejut ketika mendengar permintaan cerai ku atas rumah tangga yang tidak bisa dipertahankan lagi. Kali ini Yani tidak bisa berkomentar mengenai permasalah yang menimpaku. “Aku tidak bisa berkata-kata Fat, tapi jika memang harus cerai, cobalah kita minta nasihat dengan Ustadz Jauhar. Mungkin, ada solusi yang menenangkan mu,” tanggapan Yani, atas ceritaku.

Keesokan harinya, pagi sekali kami mengunjungi Ustadz Jauhar. Aku ceritakan semua permasalahan rumah tanggaku dengan se-detil-detilnya. “Perceraian bukanlah hal yang disukai Allah dan rosulnya,” nasihat Ustadz Jauhar. Tapi kalau kondisinya sudah seperti ini tentu ada pertimbangan dari berbagai ahli tafsir. “Jika Fat bisa bersabar dengan kondisi itu, silakan. Sampai batas kesabaran yang Fat tentukan sendiri,” lanjut Ustadz Jau.

Ustadz Jauhar menyerahkan kembali persoalan ini padaku, aku beryakinan berpisah jalan terbaik. Dengan mengucap Bismillahirrohmanirrohim, aku mendaftarkan diri ke kantor pengadilan agama di Tanjungkarang. Pengadilan pun menerima pengaduanku. Dua bulan sudah kami tidak bertemu, Aziz sebagai anak hasil pernikahan kami, terpaksa harus digilir sehari di rumah orangtuaku, sehari di rumah kontrakan suamiku. Kami berdua sepakan untuk berpisah.

Surat cerai, pihak keluarga suami ku tidak mau mengurusnya. Karena ini gugatan ku, maka aku pun harus mengurus surat-suratnya. Aku merasa sedikit lega dari hari sebelumnya. Tapi walau sudah berpisah dengan suami, aku tetap membantu biaya pengobatannya. Ntah ini jawaban dari doa-doa yang ku panjatkan pada Allah SWT, selama kebersamaan ku pada suami, aku selalu minta yang terbaik untuk aku dan suami ku. Aku minta diselamatkan akidah dan agama kami, dalam doaku tak henti-hentinya membayangkan wajah suami tercintaku.

Hari Jumat, pukul 09.00 wib, aku mendapat kabar, suami ku telah meninggal dunia. Kata pihak keluarga suami ku, kepergian suami ku cukup mendadak, mungkin karena sakit yang hebat, sehingga ia tidak sanggup menahannya. Selamat jalan suami ku, mungkin ini jalan yang berbaik buat kehidupan dunia dan akhirat kita. Allah tidak menghendeki pertengkaran terus-terusan antara kita. Semoga amal ibadah mu diterima-Nya. Amin.[]

Belajar dari Pilkada DKI

Eni Muslihah

Mahasiswi Darmajaya

Bandar Lampung

Resensi Buku

Judul : Jakarta Memilih Pilkada dan pembelajaran demokrasi

Tebal : 299 halaman

Cetakan : 1, November 2007

Penerbit : Kompas

Masih ingat dengan pemilihan kepala daerah DKI Jakarta? Tepatnya tanggal 8 Agusuts 2007, masyarakat ibu kota negara Indonesia penuh dengan antusiasme menentukan pilihan kepala daerah yang pertama kalinya di Jakarta. sebagai ibu kota negara tentunya pilkada menjadi magnet tersendiri. Karena Jakarta merupakan pusat pemerintahan, perekonomian dan sentra lainnya. Maka tidak heran jika berbagai lembaga survei unjuk kebolehan dalam mempraktikkan penelitiannya di sana. Harian Kompas merupakan satu-satunya media nasional yang turut andil melakukan survei menelitian melalui litbangnya. hasil perhitungan cepat kompas hanya terpaut 0,11 persen dari hasil perhitungan resmi KPU Jakarta.

Buku ini merupakan kumpulan tulisan suplemen pilkada yang ditulis sejumlah peneliti psikologi social dari Universitas Indonesia Niniek L Karim, Bagus Takwim, Dicky Pellupessy dan Nurlyta dan wartawan Kompas. Tujuannya, memberikan informasi seluas-luasnnya pada masyarakat Jakarta yang memiliki hak pilih pada pilkada tersebut.

Pada pilkada DKI Jakarta muncul sebagai pemenang, pasangan nomor urut 2 Fauzi Bowo-Prijanto meraih 2.109.511 suara (57,87 persen), sementara Adang-Dani 1.535.555 (42,13 persen). Secara hitungan matematis memang Fauzi-Prijanto menang dalam pilkada DKI Jakarta, namun secara subtansial kemenangan itu ada pada Adang-Dani. Bagaimana tidak? Adang-Dani diusung hanya dengan satu perahu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hanya berselisih 15,47 persen, sementara Fauzi-Prijanto diusung 20 partai politik (PDIP, Golkar, PPP, PDS, dll). Bayangkan, kalau saja Adang-Dani diusung lebih dari satu partai saja, mungkin kondisinya akan berbalik. Tidak diragukan lagi, kader PKS cukup solid, siapa pun orangnya pasti akan mengakui hal itu. itulah modal besar yang dimiliki PKS, dimana partai lain tidak memilikinya. Kalau boleh sumbang saran, tidak ada salahnya jika partai lain menyontoh partai ini.

Kembali pada subtansi buku ini. Buku ini mengupas tuntas problematika ibu kota yang begitu kompleks, visi misi kandidat, prilaku kandidat dalam berkampaye sampai pada statemen Dadang Darajatun yang menerima secara sportif kekalahannya. “Menang dan kalah itu hal yang wajar dalam pertarungan, saya beserta masyarakat Jakarta lainnya siap membantu memperlancar program Fauzi Bowo,” kata Adang, sehari setelah sehari pasca pemilihan.

Problem lalu lintas, masalah banjir, kemiskinan dan sampai pada masalah etnik beragam di DKI Jakarta. Semua persoalan itu rasanya mustahil jika bisa diselesaikan dalam jangka waktu 5-10 tahun. Terbukti, masalah kemacetan setiap hari, bajir tahunan, pemukiman kumuh saja, tidak pernah ada yang terselesaikan dengan benar. Sekalipun Jakarta dipimpin oleh orang yang berkompeten didalamnya selama ini.

Menanggapi persoalan ibu kota Fauzi Bowo selaku gubernur terpilih 2007-2012 mengatakan dalam visi misinya, Jakarta akan dijadikan nyaman dan sejahtera. Nyaman adalah refeleksi dari masyarakat untuk selalu hidup aman, tertib, tentram dan damai. Sementara sejahtera, masyarakat Jakarta ada pada posisi hidup sehat, mempu memenuhi tuntutan masyarakat dan mampu mewujudkan tata pemerintahan yang baik.

Dalam menyikapi banjir yang sudah akrab dengan masyarakat Jakarta, Fauzi akan menyediakan angkutan missal dan mengurangi volume kendaraan pribadi. Pada mobil tertentu akan diberlakukan pembayaran saat melintasi jalan tertentu. Tak lupa untuk masyarakat miskin, Fauzi akan memberikan pendidikan gratis sampai tingkat SLTA, pelayanan kesehatan gratis semua puskesmas yang ada di Jakarta dan rumah sakit pemerintah dan memberikan bantuan modal pada masyarakat miskin untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Untuk masalah banjir, Fauzi berjanji akan menguranginya dengan cara pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT) di wilayah utara dan timur Jakarta, pembangunan ini ditargetkan tahun 2009 terselesaikan.

Secara subtansi, saya pikir buku ini baik kalau dijadikan pegangan bagi masyarakat yang memiliki hak pilih, khususnya masyarakat Jakarta yang baru saja merayakan pesta demokrasi. Selain memberi pelajaran pada daerah lain yang belum melakukan pemilihan, buku ini juga merekam secara utuh, janji-janji kedua kandidat. Ke depan, jika ada program yang tidak kunjung terealisasi, masyarakat Jakarta bisa mengingatkan kandidat terpilih. Walaupun secara hukum, janji lewat kampanye sulit untuk dimintai prtanggungjawabannya. Tapi tidak salah jika rakyat mengingatkan pemerintahnya melalui dokumen yang sudah terkumpul secara rapi dalam buku ini.

Masyarakat kita sekarang sudah semakin cerdas dalam berpolitik, sudah tidak saatnya lagi masyarakat hanya diberikan janji dari calon pemimpinnya. Sebagai pembelajaran bagi partai politik, perlu diketahui saja, selama perjalanan pilkada maupun pemilu, sebagian masyarakat tidak lagi menggunakan hak pilihnya. Pada pilkada DKI Bulan Agusutus lalu, masyarakat yang memilih menjadi golongan putih (golput) sebanyak 1.987.539 (34,59 persen) dari 5.746.601 pemilih yang terdaftar.

Tugas partai politik, meyakinkan masyarakat yang tidak memberikan hak pilihnya. Biasanya, masyarakat yang menyatakan golput adalah masyarakat menengah ke atas yang enggan terlibat di dunia politik. Banyak alasan yang mereka kemukakan. Satu diantaranya politik itu kejam, identik dengan merebut kekuasaan, masih banyak yang lainnya. Meyakinkan masyarakat satu ini perlu ada pendekatan khususnya. Misalnya parpol tidak lagi sekedar mengumbar janji. Mereka butuh bukti yang konkrit, mungkin ke depan mereka akan tertarik dengan partai Anda.

Lampung, sebentar lagi akan menyelenggarakan pilgub secara langsung untuk pertama kalinya. Beberapa kandidat sudah mulai menyosialisasikan diri baik lewat pertemuan secara langsung maupun iklan ditempat-tempat strategis untuk mencari simpatik dari masyarakat Lampung. Sekali lagi apa yang dilakukan semua kandidat tidak ada yang salah. Tapi perlu diketahui, masyarakat sudah cerdas. Maka dari itu, kepada partai politik manapun, berikan pelajaran politik yang baik dan sehat kepada masyarakat. itu lebih baik ketimbang memberi selembar rupiah dan sekilo sembako. Wallahualam bishowab

Sengketa Lahan: Warga Dusun 12 Karawang Berharap Hidup Aman

BANDAR LAMPUNG: Sekitar 100 kepala kelaurga (KK) mengeluh resah akan terjadi konflik yang hebat pada Rabu (13-02) mendatang. Konflik ini ditengarai perebutan lahan antara PT Central Pertiwi Bahari (CPB) dengan warga Dusun 12 Kampung Kerawang Baru, Desa Sungai Nibung, Dente Teladas, Tulang Bawang. Hal itu disampaikan wakil Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPRD Provinsi Lampung Johan Sulaiman, pada jumpa pers disekretariatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandar Lampung, Senin (11-02) kemarin. Rencananya pihak CPB akan menurunkan sebanyak 13 ribuan preman untuk menyerang warga.

Menurut Johan, konflik ini bermula dari pengurangan lahan (CPB) yang semula 16.221,04 Ha merubah menjadi 7.864,84 Ha. Perubahan lahan ini dikeluarkan oleh menteri kehutanan 25 Mei 2007 lalu, dengan alas an dari lahan semula, hanya 6 ribu di kelola CPB. Berdasarkan pengakuan salah satu warga yang tidak bersedia disebutkan namanya, dari sekian lahan yang diberikan pemerintah, hanya sekitar 6 ribuan Ha saja yang dikelola. “Atas dasar pertimbangan itu, maka menhut mengeluarkan SK pengurangan areal industri untuk CPB,” kata Johan. Sisa lahan yang tidak terpakai diserahkan pada masyarakat setempat.

Masih menurut warga, CPB tidak menerima SK kemeterian dan berusaha merebut lahan itu kembali dari warga. “Selama 2 tahun berkonflik, kami tidak bisa bercocok tanam,” kata salah satu perwakilan warga. Menurutnya, pihak warga sering mendapatkan intimidasi dari sekelompok oknum aparat yang dikoordinir oleh CPB. Selain itu, areal yang ditempati warga, saat ini sudah dikelilingi kanal dengan kedalaman dan lebar 4 x 4 meter.

Pembuatan kanal ini membuat warga setempat kesulitan untuk akses keluar dari areal 600 Ha yang di klaim milik CPB. “Tapi kami juga tidak kurang akal, supaya akses keluar mudah, warga yang dibantu desa tetangga melakukan pengurukan kanal tersebut,” kata dia. Sejauh ini warga sudah melaporkan kejadian ini pada pihak berwajib dan Komnasham. Namun, menurutnya, warga yang melapor malah dipenjarakan. “Pernah kami melapor ke kepolisian daerah, tapi perwakilan warga dari pihak kami malah diamankan,” ujarnya.

Untuk menyelesaikan sengketa register 47 ini warga sudah melapor sampai Gubernur Lampung. melalui surat gubernur ang bernomor 700/10/IV.05/2008 tembusan ke Bupati Tulang Bawang, gubernur meminta pihak CPB maupun warga berkoordinasi dengan pihak terkait.

Akibat sengketa itu, menurutnya, sekolah SD 3 Kibang Menti Jaya dan beberapa rumah ibadah hancur. “Sekarang sekolah itu, hanya dihuni sekitar 12 siswa,” tambahnya. Tidak hanya itu saja, warga juga kesulitan mendapatkan makanan yang bergizi. Ia menambahkan warga desa ini sekarang hanya bias makan nasi yang sudah dicampur pisang atau ketela. “Pokoknya serba prihatin. Sekali lagi, kami meminta perlindungan pada pihak yang bias melindungi kami,” katanya, tampak melemah.

Sementara, F-PKS mengaku baru menerima pengaduan ini sekitar pukul 10.00 WIB (11-02), ketika itu F-PKS sedang rapat. Usai menerima pengaduan warga Tuba, PKS langsung mengontak Kepala Kepolisian Daerah Lampung. dan menurut Johan, Aleg DPR-RI PKS asal Lampung juga sudah mengontak Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Sutanto, meminta jaminan keamanan pada tanggal tersebut. BERSAMBUNG [Eni Muslihah]

Mengapa Barack Obama?

RESENSI BUKU
Judul : BARACK HUSSEIN OBAMA, Kandidat Presiden Amerika yang Punya “Muslim Connection”
Penulis : Anwar Holid
Tebal :193 halaman
Penerbit : Mizania
Terbitan : Oktober 2007 (perdana)

Barack Hussein Obama, saat ini merupakan salah satu kandidat presiden Amerika Serikat yang sejak tahun 2004 angin bagus sedang condong padanya. Ya, dia adalah sosok lelaki keturunan American-Africa dan pernah 4 tahun berada di Indonesia, menikmati masa kanak-kanaknya, namanya terus melabung kepermukaan perpolitikan Amerika. Usianya 45 tahun, tapi pemikiran social-politiknya begitu mengental.

Secara eksplisit maupun implicit dukungan pada lelaki yang punya nama unik ini terus bergulir. Baik dari keluarga, para senator, pejabat lembaga, peerintahan dan lainnya. Bahkan ada dua media yang secara terang-terangan mendukung penyalonannya. Media cetak maupun elektronik turut andil membesarkan namanya. Seperti Majalah Time, pada edisi 23 Oktober 2006 lalu majalah ini pernah memasang foto close up Barack Obama sambil tersenyum sebagai cover majalah tersebut. Bahkan majalah ini secara terang-terangan memasang headline dengan judul ”Mengapa Barack Obama Bisa jadi Presiden Selanjutnya” berita ini ditulis oleh jurnalis terkemuka Joe Klein.

Salah satu edisi tahun 2005 majalah Time juga memasukan Barack Obama sebagai daftar 100 orang pertama yang paling berpengaruh, sementara News Star Man membuat berita Obama merupakan daftar 10 orang pertama yang mampu mengubah dunia. Hal sama pun dilakukan oleh media terkemuka lainnya di Amerika, seperti Rolling Stone, Newsweek dan lainnya. Semua media itu menggembar-gemborkan Barack Obama merupakan satu-satunya keturunan Afrika yang berkemungkinan menjadi presiden Amerika Serikat. Hal itu pun diamini sejarawan Amerika.

Ini rekor terbaru, sepanjang sejarah Amerika 220 tahun, Barack Obama merupakan senator keturunan Afrika yang ke lima. Dan saat ini Obama lah satu-satunya keturunan Afrika yang masih memegang jabatan dan kini menjadi kandidat presiden negara adidaya. Publik Amerika menaruh harapan padanya. Mereka yakin akan keberanian Obama suatu saat image buruk tentang Amerika akan menghilang. Buplik Amerika sudah muak dengan Presiden AS sekarang George W Bush, di mata mereka, Bush Junior punya reputasi buruk, ia tidak ada bedanya dengan ayahnya, yang selalu bertindak agresif, militeristik, dan campur tangan dengan urusan dalam negera lain.

Menurut Rizal Mallarangeng, Amerika saat ini dahaga akan pemimpin yang merangkul, seorang Heal Maker, seorang yang sanggup membangun jembatan bagi begitu banyak perbedaan yang ada di Amerika. Uniknya, jiwa yang seperti itu mereka temukan pada sosok lelaki yang punya keturunan American-Africa, Barack Hussein Obama.

Dalam buku karangan Anwar Holid ini digambarkan, Obama selain padai berbicara yang mengikat publik, ia juga pandai menulis melampaui dari semua kandidat yang ada. Selama ini Barack Obama sudah menulis 2 memoar yang amat sukses (Dreams From My Father (1995) dan Audacity of Hope (2006). Kedua memoar ini berangkat dari perjalanan hidupnya. Kedua bukunya sempat mengalami cetakan ulang, tidak tanggung-tanggung sekali cetak mencapai puluhan juta eksemplar. Dan itu laris dipasaran Amerika.

Saat ini kehidupan masa lalu dan asal muasalnya menjadi perhatian public Amerika. Kontroversi suatu hal wajar. Publik yang tidak mnyenanginya, berusaha sekuat mungkin menjatuhkan menyalonannya sebagai presiden. Sasaran yang paling empuk menjatuh Obama adalah ras, agama dan masa remajanya yang pernah terjebak dalam Narkoba. Selama 220 tahun sejarah Amerika, belum pernah satu pun keturunan kulit hitam berani berlaga di bursa kepresidenan. Keturunan kulit hitam masih di anggap asing di sana. Jika pun suatu ketika Barack terpilih menjadi presiden Amerika yang berikutnya, ini merupakan petaka besar bagi yang tidak menyenanginya. Tapi di satu sisi, sejarah Amerika akan mencatat ini adalah perubahan yang luar biasa bagi negara adidaya.

Artinya, warga keturunan Afrika yang termarginalkan tidak lagi di anggap sebelah mata oleh Amerika kulit putih. Amerika akan benar-benar menjadi negara plural yang menyingkirkan rasisme yang selama ini memecah belah persatuan negara tersebut. Dalam pidato konservatif nasional partai Demokrat (Democratic National Concervative (DNC)) Selasa, 27 Juli 2004, Obama mengatakan tidak ada Amerika liberal atau pun konservatif yang ada ialah USA (United State of America). ”Para cindikiawan kita mengiris-iris negara kita menjadi negara bagian biru untuk kaum Republik dan negara bagian merah untuk kaum Demokrat,” kata Obama dalam pidatonya dihadapan masyarakat negara bagian Illinois, tempat ia menjadi senator muda.

Di Amerika rasisme sangat lemah dan kecil, tapi sangat mematikan. Patut diketahui keturunan Afrika selama beberapa dekade hanya lima orang saja yang bisa menjadi senator. Tahun 2006 lalu Amerika pernah dikejutkan oleh Keith Ellison (Partai Demokrat) yang tidak hanya keturunan Afrika tetapi ia juga seorang muslim yang menjadi anggota kongres. Bahkan pada pelantikannya Maret 2006 lalu, ia bersikeras minta di sumpah menggunakan kitab suci Alquran.

Keith Ellison dan muslim Amerika memberikan dukungan sepenuhnya pada Barack Obama, karena Keith yakin permasalah kemiskinan, rasisme, perekonomian secara adil di Amerika akan tertegak jika kelak Obama menjadi presiden Amerika mendatang. Yang terpenting kebebasan dalam beragama di Amerika akan terwujud juga.

Meskipun Obama memiliki nama seperti orang muslim juga punya Muslim Connection, bukan berarti Obama adalah seorang muslim. Tapi setidaknya misi dan visi yang disampaikannya cukup mengena di hati kaum minoritas maupun kaum sebagian besar Amerika. Selama ia menjabat sebagai senator muda di Illinois, kinerjanya cukup mendapat dukungan positif dan belum pernah cacat.


Menurut saya, buku ini sangat bagus dan obyektif. Penulis memaparkan secara utuh sisi baik dan buruknya sosok Barack Hussein Obama yang saat ini sedang naik daun di dunia perpolitikan Amerika. Sisi baiknya, ia orang yang tidak pernah mengkhianati rakyatnya selama ia menjadi senator muda di Illinois. Tapi sisi buruknya, banyak cerita tentang dirinya melalui situs di internet, bahwa Obama bermuka dua. Selain itu, riwayat keluarga yang ia ceritakan dalam memoar Dreams From My Fahter, kebenarannya ceritanya tidak seutuhnya benar. Ada sebagian yang disembunyikan.

Kemudian, walaupun Obama lahir dan pernah besar dilingkungan muslim, namun pada akhirnya ia mmilih untuk menjadi kristiani. Selain itu, di masa pencarian jati dirinya ia terlibat dalam dunia hitam. Mengonsumsi narkoba, perokok berat, dan minum-minuman beralkohol. Namun, masa kelam itu ia tinggalkan. Itulah sasaran empuk musuhnya untuk menjatuhkan sosok Obama yang saat ini sedang melegenda.

Saya menganjurkan pada seluruh kepala daerah di Lampung baik yang sudah terpilih maupun yang saat ini sedang menyalonkan diri sebagai kepala daerah, untuk membaca dan mempelajari sepak terjang Barack Obama. Dengan harapan, sosok Obama bisa menjadi inspirasi bagi Anda semua. Supaya menjadi pemimpin yang tidak mengingkari janji. Cukuplah George W Bush menjadi pelajaran bagi kita, ia kini sudah ditinggalkan rakyatnya, lantaran keegoisannya selama memimpin Amerika Serikat. Mungkin, jika kedepan ternyata Barack Obama benar menjadi presiden Amerika, mungkin dunia barat akan menjadi kiblat negara lain menuju perubahan yang lebih berarti.

Catatan sedikit saja untuk penulis ataupun penerbit, meskipun pengumpulan datanya relatif lengkap, ada baiknya, penulis memerhatikan ejaan. Menurut saya, selama saya membaca buku ini ada beberapa kesalahan pengetikan. Memang tidak banyak, tapi hal itu bisa mengganggu kekhusukan pembaca. Kemudian ada beberapa halaman yang muncul kembali pada halaman berikutnya. Saya pikir itu juga mengganggu. Saran saya, untuk cetakan berikutnya, mohon diperhatikan secara detail baik dari segi pengetikan ejaan maupun halaman demi halaman.[]

Eni Muslihah
Penggiat Bengkel Jurnalis, tinggal di Bandar Lampung