ani muslihah. Powered by Blogger.

Archives

kolom komentar


ShoutMix chat widget

Search This Blog

rss

Monday, February 11, 2008

Belajar dari Pilkada DKI

Eni Muslihah

Mahasiswi Darmajaya

Bandar Lampung

Resensi Buku

Judul : Jakarta Memilih Pilkada dan pembelajaran demokrasi

Tebal : 299 halaman

Cetakan : 1, November 2007

Penerbit : Kompas

Masih ingat dengan pemilihan kepala daerah DKI Jakarta? Tepatnya tanggal 8 Agusuts 2007, masyarakat ibu kota negara Indonesia penuh dengan antusiasme menentukan pilihan kepala daerah yang pertama kalinya di Jakarta. sebagai ibu kota negara tentunya pilkada menjadi magnet tersendiri. Karena Jakarta merupakan pusat pemerintahan, perekonomian dan sentra lainnya. Maka tidak heran jika berbagai lembaga survei unjuk kebolehan dalam mempraktikkan penelitiannya di sana. Harian Kompas merupakan satu-satunya media nasional yang turut andil melakukan survei menelitian melalui litbangnya. hasil perhitungan cepat kompas hanya terpaut 0,11 persen dari hasil perhitungan resmi KPU Jakarta.

Buku ini merupakan kumpulan tulisan suplemen pilkada yang ditulis sejumlah peneliti psikologi social dari Universitas Indonesia Niniek L Karim, Bagus Takwim, Dicky Pellupessy dan Nurlyta dan wartawan Kompas. Tujuannya, memberikan informasi seluas-luasnnya pada masyarakat Jakarta yang memiliki hak pilih pada pilkada tersebut.

Pada pilkada DKI Jakarta muncul sebagai pemenang, pasangan nomor urut 2 Fauzi Bowo-Prijanto meraih 2.109.511 suara (57,87 persen), sementara Adang-Dani 1.535.555 (42,13 persen). Secara hitungan matematis memang Fauzi-Prijanto menang dalam pilkada DKI Jakarta, namun secara subtansial kemenangan itu ada pada Adang-Dani. Bagaimana tidak? Adang-Dani diusung hanya dengan satu perahu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hanya berselisih 15,47 persen, sementara Fauzi-Prijanto diusung 20 partai politik (PDIP, Golkar, PPP, PDS, dll). Bayangkan, kalau saja Adang-Dani diusung lebih dari satu partai saja, mungkin kondisinya akan berbalik. Tidak diragukan lagi, kader PKS cukup solid, siapa pun orangnya pasti akan mengakui hal itu. itulah modal besar yang dimiliki PKS, dimana partai lain tidak memilikinya. Kalau boleh sumbang saran, tidak ada salahnya jika partai lain menyontoh partai ini.

Kembali pada subtansi buku ini. Buku ini mengupas tuntas problematika ibu kota yang begitu kompleks, visi misi kandidat, prilaku kandidat dalam berkampaye sampai pada statemen Dadang Darajatun yang menerima secara sportif kekalahannya. “Menang dan kalah itu hal yang wajar dalam pertarungan, saya beserta masyarakat Jakarta lainnya siap membantu memperlancar program Fauzi Bowo,” kata Adang, sehari setelah sehari pasca pemilihan.

Problem lalu lintas, masalah banjir, kemiskinan dan sampai pada masalah etnik beragam di DKI Jakarta. Semua persoalan itu rasanya mustahil jika bisa diselesaikan dalam jangka waktu 5-10 tahun. Terbukti, masalah kemacetan setiap hari, bajir tahunan, pemukiman kumuh saja, tidak pernah ada yang terselesaikan dengan benar. Sekalipun Jakarta dipimpin oleh orang yang berkompeten didalamnya selama ini.

Menanggapi persoalan ibu kota Fauzi Bowo selaku gubernur terpilih 2007-2012 mengatakan dalam visi misinya, Jakarta akan dijadikan nyaman dan sejahtera. Nyaman adalah refeleksi dari masyarakat untuk selalu hidup aman, tertib, tentram dan damai. Sementara sejahtera, masyarakat Jakarta ada pada posisi hidup sehat, mempu memenuhi tuntutan masyarakat dan mampu mewujudkan tata pemerintahan yang baik.

Dalam menyikapi banjir yang sudah akrab dengan masyarakat Jakarta, Fauzi akan menyediakan angkutan missal dan mengurangi volume kendaraan pribadi. Pada mobil tertentu akan diberlakukan pembayaran saat melintasi jalan tertentu. Tak lupa untuk masyarakat miskin, Fauzi akan memberikan pendidikan gratis sampai tingkat SLTA, pelayanan kesehatan gratis semua puskesmas yang ada di Jakarta dan rumah sakit pemerintah dan memberikan bantuan modal pada masyarakat miskin untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Untuk masalah banjir, Fauzi berjanji akan menguranginya dengan cara pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT) di wilayah utara dan timur Jakarta, pembangunan ini ditargetkan tahun 2009 terselesaikan.

Secara subtansi, saya pikir buku ini baik kalau dijadikan pegangan bagi masyarakat yang memiliki hak pilih, khususnya masyarakat Jakarta yang baru saja merayakan pesta demokrasi. Selain memberi pelajaran pada daerah lain yang belum melakukan pemilihan, buku ini juga merekam secara utuh, janji-janji kedua kandidat. Ke depan, jika ada program yang tidak kunjung terealisasi, masyarakat Jakarta bisa mengingatkan kandidat terpilih. Walaupun secara hukum, janji lewat kampanye sulit untuk dimintai prtanggungjawabannya. Tapi tidak salah jika rakyat mengingatkan pemerintahnya melalui dokumen yang sudah terkumpul secara rapi dalam buku ini.

Masyarakat kita sekarang sudah semakin cerdas dalam berpolitik, sudah tidak saatnya lagi masyarakat hanya diberikan janji dari calon pemimpinnya. Sebagai pembelajaran bagi partai politik, perlu diketahui saja, selama perjalanan pilkada maupun pemilu, sebagian masyarakat tidak lagi menggunakan hak pilihnya. Pada pilkada DKI Bulan Agusutus lalu, masyarakat yang memilih menjadi golongan putih (golput) sebanyak 1.987.539 (34,59 persen) dari 5.746.601 pemilih yang terdaftar.

Tugas partai politik, meyakinkan masyarakat yang tidak memberikan hak pilihnya. Biasanya, masyarakat yang menyatakan golput adalah masyarakat menengah ke atas yang enggan terlibat di dunia politik. Banyak alasan yang mereka kemukakan. Satu diantaranya politik itu kejam, identik dengan merebut kekuasaan, masih banyak yang lainnya. Meyakinkan masyarakat satu ini perlu ada pendekatan khususnya. Misalnya parpol tidak lagi sekedar mengumbar janji. Mereka butuh bukti yang konkrit, mungkin ke depan mereka akan tertarik dengan partai Anda.

Lampung, sebentar lagi akan menyelenggarakan pilgub secara langsung untuk pertama kalinya. Beberapa kandidat sudah mulai menyosialisasikan diri baik lewat pertemuan secara langsung maupun iklan ditempat-tempat strategis untuk mencari simpatik dari masyarakat Lampung. Sekali lagi apa yang dilakukan semua kandidat tidak ada yang salah. Tapi perlu diketahui, masyarakat sudah cerdas. Maka dari itu, kepada partai politik manapun, berikan pelajaran politik yang baik dan sehat kepada masyarakat. itu lebih baik ketimbang memberi selembar rupiah dan sekilo sembako. Wallahualam bishowab

0 komentar: